Menanti Gebrakan Guru Penggerak

Oleh:Nelson Sihaloho

Rasional:

Sebagaimana diektahui bahwa pada tahun 2016, pemerintah menyelenggarakan Program Guru Penggerak, kemudian dilanjutkan dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) pada 2017 dan 2018. Untuk mengintegrasikan ketrampilan berpikir tingkat tinggi High Order Thinking Skills (HOTS) dalam pembelajaran maupun asesmen siswa, maka pada 2019 pemerintah menginisiasi Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) berbasis zonasi.Kebijakan merdeka belajar berpijak pada semangat kemerdekaan dan inklusivitas bagi guru dan peserta didik untuk berinovasi serta belajar dengan mandiri dan kreatif.Nadiem (2020) menyatakan tujuan utama merdeka belajar, yaitu membentuk karakteristik siswa atau manusia Indonesia yang berkualitas. Karakteristik ini dirangkum dalam 6 profil pelajar Pancasila, yaitu beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia; kreatif; gotong royong; berkebinekaan global; bernalar kritis; dan mandiri.
Untuk itu, diperlukan guru-guru atau tenaga pendidik yang mempunya motivasi tinggi serta sadar bahwa proses pembelajaran harus selalu berorientasi pada anak. Guru-guru demikian yang patut dan layak disebut sebagai guru-guru penggerak.Bibit-bibit guru penggerak sesungguhnya sudah ada di sekolah-sekolah, namun perlu dikaji dengan lebih mendalam apakah guru-guru penggerak ini bergerak sesuai dengan tuntutan pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Banyak kalangan berharap pelatihan dan pembekalan terhadap guru-guru penggerak bisa membawa implikasi terhadap peningkatan mutu dan kualitas SDM.

Hingga 2024
Program Guru Penggerak diperkirakan akan berjalan selama 5 tahun dari tahun 2020 hingga 2024. Diakui banyak hal yang harus dipernbaiki dalam Pendidikan sehingga diharapkan guru penggerak mampu menjadi innovator-inovator yang andal di bidangnya. Mengutip Iwan Syahril (2020) mengemukakan bahwa sebanyak 70 persen komponen pelatihan yakni belajar di tempat kerja dan melakukan refleksi, 20 persen belajar dari guru lain, 10 persen pelatihan bersama fasilitator dan nara sumber. Iwan Syahril,et,al menyatakan bahwa angkatan pertama program pendidikan guru penggerak pendaftarannya dibuka 13–22 Juli 2020. Seleksi tahap I (23–30 Juli 2020), tahap 2 (31 Agustus–16 September 2020), pengumuman calon guru penggerak (19 September 2020), dan pelaksanaan pendidikan guru penggerak (5 Oktober 2020–31 Agustus 2021).
Guru Penggerak merupakan pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik, aktif dan proaktif. Dalam mengembangkan pendidikan dituntut untuk mampu mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Mampu menjadi teladan dan sebagai agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Intinya Program Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan terhadap guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan terhadap calon Guru Penggerak. Selama pelaksanaan program, guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru. Kuota sasaran program guru penggerak padatahun 2020 hingga 2024 sebanyak 405.900 orang. Dengan rincian pada tahun 2020 sebanyak 2.800 peserta, 2021 sebanyak 13.100 peserta. Pada tahun 2022 sebanyak 35.000 peserta, tahun 2023 sebanyak 95.000 peserta serta tahun 2024 sebanyak 260.000 peserta(sumber: Kemdibud 2020). Guru Penggerak diharapkan mampu mengambil tindakan yang muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didik. Selainn itu Kepala Sekolah harus mampu memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru-guru dalam mengajar (instructional leader). Guru harus berpihak kepada peserta didik dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa (teach at the right level). Sedangkan peserta didik diharapkan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, berkebhinekaan global. Adapun komunitas berisikan segenap orang tua, tokoh, serta organisasi masyarakat menyokong sekolah dalam meningkatkan kualitas belajar peserta didik.
Banyak pihak berharap bahwa guru-guru yang telah mengikuti pelatihan memberikan efek multiplier (semakin ke bawah semakin banyak guru yang dilatih). Pola pelatihan guru seperti ini biasa disebut cascade atau generational model. Model pelatihan guru seperti ini lebih menitikberatkan pada peningkatan kompetensi guru-guru secara individual. Pendekatan cascade atau ToT banyak dikritik karena terbukti tidak efektif. Menurut Flint, Zisook, & Fisher (2011), pola pelatihan ToT tidak berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan performa siswa. Postholm (2012), menyatakan bahwa keberhasilan pelatihan guru sangat bergantung pada kapasitas sekolah untuk menyediakan dukungan professional dan menumbuhkan iklim kolaborasi di sekolah.

Pengembangan Profesionalisme Guru

Untuk menumbuhkan kultur pembelajaran di sekolah serta mendorong program pengembangan profesionalisme yang berbasis kebutuhan sekolah maka pemilihan strategi atau pendekatan baik dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi program harus dilakukan dengan baik. Mengutip Richardson &Placier (2001) pendekatan normative re-educative merupakan opsi yang tepat untuk diterapkan. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa nilai-nilai dan perilaku suatu masyarakat atau budaya menentukan cara bertindak masyarakat tersebut dan karena itu suatu perubahan mensyaratkan perubahan keyakinan dan perilaku. Selain itu, strategi normative re-educative mensyaratkan pendekatan kolaboratif dan berbasis pemecahan masalah serta mendorong pengambilan keputusan secara bersama. Dalam perspektif normative re-educative, program pengembangan profesionalisme guru atau pelatihan guru harus direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah atau guru-guru yang terlibat di dalamnya. Menurut Kenedy (1987), ikhtiar peningkatan kompetensi guru melalui program pengembangan profesionalisme guru harus didasarkan pada konteks dan kebutuhan sekolah dan karena itu prosesnya harus berbasis pengalaman-pengalaman individual guru-guru sebagai akhibat keterlibatan mereka dalam seluruh proses pengembangan profesionalisme. Maka budaya kolaborasi, saling berbagi, saling belajar, saling mendampingi, saling mengobservasi, saling menjadi mentor sesama guru, mendiskusikan dan mengaplikasikan praktek-praktek pedagogi terbaru. Membuat dan mengerjakan RPP bersama, mendiskusikan strategi mengajar yang efektif dan belajar bersama tentang manajemen kelas yang efektif yang dilakukan di tingkat sekolah harus diarusutamakan. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas termasuk sebagai Guru Penggerak. Guru dituntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis serta pengembangan profesionalisme guru diarahkan pada peningkatan kualitas.
Guru Penggerak sebagai salah satu pekerjaan professional harus ditunjang dengan ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai. Sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seseorang mempunyai bidang keahlian kalau ia mempunyai kompetensi yang memadai dan mendalam termasuk dalam hal ini Guru Penggerak. Mengutip Sofyandi (2008) salah satu syarat guru sebagai pendidik profesional adalah memiliki kualifikasi akademik dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Orstein dan Levine dalam Riva (2008) yang menegaskan bahwa pada dasarnya pekerjaan mengajar dapat dikategorikan kedalam tiga kategori yakni semi profession, emerging profession dan full profession. Semi profession, dilakukan melalui pelatihan dalam jangka pendek, bahkan mengajar dapat dilakukan oleh siapapun yang mengaku pernah diajar, karena itu mengajar cukup meniru saja tanpa latihan yang memadai. Emerging profession, mengajar disatu sisi dikatakan suatu profesi, disisi lain dikatakan bukan suatu profesi bahkan bisa dikatakan kategori ambivalen. Mengajar merupakan suatu pekerjaan yang menuntut penyesuaian yang terus menerus, seiring dengan perubahan tuntutan masyarakat yang terus berkembang, sehingga seorang guru harus terus menerus melakukan up-dating ilmu dan materi, bahkan metodenya sehingga pembelajarannya benar-benar kontekstual. Full profession, mengajar merupakan suatu profesi yang anggotanya memiliki pengetahuan tertentu dan dapat menerapkan pengetahuanya untuk meningkatkan kesempatan dalam masalah pendidikan. Guru yang profesional bisa dipengaruhi oleh yakni jenjang pendidikan, pelatihan dan program penyetaraan serta berbagai penataran yang diikuti, membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas, mengembangkan etos kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen serta mengadopsi inovasi dalam pemamfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir. (sumber Yusutria, 2017:5).

Tantangan dan Gebrakan

Dengan adanya Guru Penggerak diharapkan akan semakin memberikan implikasi dan kontribusi terhadap peningkatan mutu dan kualitas Pendidikan. Sebagaimana Tardif dalam Adrian (2004) mendefinisikan mengajar sebagai “any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner)”. Mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (peserta didik) melakukan kegiatan belajar. Sejalan dengan itu Biggs dalam Adrian (2004) seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian, yaitu “pengertian kuantitatif, pengertian institusional, dan pengertian kualitatif”. Dalam pengertian kuantitatif, mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penyampaian pengetahuan. Guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab guru. Dalam pengertian institusional, mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan keterampilan mengajar secara efisien. Guru harus selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya. Dalam pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. DePorter Bobbi, Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001), bahwa lingkungan yang memacu belajar dan daya ingat siswa dapat diperoleh dengan menata : (1) lingkungan sekeliling dalam kelas, (2) Alat bantu, (3) pengaturan tempat duduk, (4) tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya, dan (5) musik dan belajar. Banyak kalangan kini telah menanti bahwa Guru penggerak sebagai agen di masa depan jadi calon-calon kepala sekolah, pengawas, pelatih-pelatih program pelatihan guru. Sejak awal Nadie Makarim telah menyatakan bahwa program Guru Penggerak akan menjadi ujung tombak tansfromasi pendidikan. Program Guru Penggerak tidak hanya sebatas identifikasi dan rekrutmen, tapi lebih kepada pembinaan, pelatihan, pembinaan dan membesarkan dampak dari guru-guru penggerak. Menghadapi tantangan dan perkembangan zaman, tidak cukup hanya dengan guru yang baik. Guru Penggerak harus mempunyai kapasitas untuk mendorong tumbuh kembang peserta didik yang tidak hanya berkembang di kelas, tapi juga tumbuh secara holistic, termasuk dalam memeberdayakan guru dan sekolah di tempatnya mengajar. Nadiem Makarim juga menjanjikan karier guru yang mengikuti program Guru Penggerak akan dipermudah dan diprioritaskan menjadi jajaran petinggi di sekolah. Tantangan terbesar kalangan para guru penggerak yakni ketidakjelasan status atau posisi. Hal demikian menjadi sebuah ironi tatkala guru-guru penggerak diminta inovatif di ruang kelas. Tantangan lainnya diprediksikan minimnya insentif terhadap para guru penggerak. Para Guru Penggerak harus siap-siap untuk mengeluarkan isi dompet pribadi untuk melakukan pengembangan. Disisi lain Program Guru Penggerak juga diharapkan menjadi solusi untuk perubahan pendidikan di Indonesia, di mana guru menjadi agen perubahan dari transformasi. Intinya Guru penggerak harus mau berbagi tanpa harus diminta. Apa yang bisa dilakukan, harus dilakukan seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat menjadi tantangan sekaligus kesempatan untuk para guru mengakselerasi transformasi pendidikan Indonesia. Gebrakan-gebrakan para Guru Penggerak sangat ditunggu banyak pihak dan diharapkan akan mempu mempercepat peningkatan mutu dan kualitas Pendidikan di negeri ini. Keteladanan dalam kempemimpjan terutama dalam menerapkan praktik-praktik terbaik pembelajaran hendaknya menjadi salah satu contoh terbaik bahwa metode-metode pembelajaran yang telah mereka terapkan berhasil meningkatkan mutu dan kualitas Pendidikan di sekolahnya. Selain itu inovasi-inovasi pembelajaran, karya-karya inovatif para Guru Penggerak hendaknya menjadi acuan dalam peningkatan mutu dan kualitas Pendidikan termasuk dalam penerapan praktik-praktik belajar yang unggul. Kepiawaian Guru Penggerak hendaknya telah teruji, terukur dan handal sehingga mampu memotivasin para guru-guru dalam meningkatkan kompetensinya. Perlu digaruis bawahi bahwa Guru merupakan merupakan kunci utama dalam Pendidikan untuk membawa perubahan terhadap masa depan yang lebih baik. Dengan demikian berarti bahwa seluruh guru dituntut untuk menjadi guru penggerak atau dengan kata lain guru harus melakukan perubahan dalam proses pembelajaran mereka dan tidak terpaku pada hal-hal yang konvensional. Tugas guru salah satunya adalah mempersiapkan masa depan peserta didik. Guru harus benar-benar memahami pemetaan potensi siswa. Guru dapat mengamati keseharian peserta didik di sekolah dan melihat minat mereka cenderung pada bidang apa. Guru lebih dalam harus memiliki catatan, baik secara nyata maupun imajiner, tentang siswa. Guru menilai secara rutin para siswa sehingga guru dapat membuat analisis dari catatan penilaian tersebut untuk mengarahkan siswa sesuai potensi. Guru penggerak harus belajar dengan terus menerus terutama teknologi. Sebab teknologi berkembang dengan pesat, dunia berubah dengan cepat. Guru harus meng-update ilmu-ilmu baru yang muncul. Guru harus banyak belajar ilmu-ilmu baru yang muncul, belajar menggunakan metode baru, belajar memahami kebutuhan pendidikan siswa, belajar memahami karakter siswa sebagai generasi penerus bangsa. Guru Penggerak harus lebih banyak beinovasi, bergerak tanpa menunggu komando harus menciptakan pembelajaran yang mampu membuat siswa berpikir kritis. Siswa yang mampu berpikir kristislah yang kelak bisa meraih masa depan cemerlang di abad 21. Guru PPenggerak harus menyadari sepenuhnya bahwa menjadi Guru Penggerak bukanlah pekerjaan mudah. Dunia Pendidikan membutuhkan guru-guru penggerak untuk merubah wajah pendidikan kea rah yang lebih baik, Anda siap menjadi Guru Penggerak buktikanlah kinerja Anda. Semoga Bermanfaat. (Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan:
1. Adam Blatner, M.D. 2009. Role Playing In Education. (First written in 1995, and correctedOctober 18, 2009) (http://www.blatner.com/adam/pdntbk/ rlplayedu.htm)
2. Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional. Jogjakarta: Powerbook.
3. Darmiyati Zuhdi 2011. Pendidikan Karakter. Dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press
4. Riva Dede Mohamad. 2008. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru. Tersedia: http://id.shvoong.com diakses tanggal 11April 2010.
5. Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada. \
6. Yoggi Herdani 2010.Pendidikan Karakter Sebagai Pondasi Kesuksesan Peradaban Bangsa.http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_ content&view= article&id =1540: Pendidikan-karakter-sebagai-pondasi-kesuksesan-peradaban bangsa&catid=143:berita-harian

Komentar