Pendidikan, Manajemen Knowledge di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh: Nelson Sihaloho

 

Rasional:

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang bergerak dinamis membawa konsekuensi serta perubahan signifikan terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia. Baik itu ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Dalam penmdidikan kemajuan teknologi dapat berguna untuk mempermudah kegiatan belajar mengajar agar lebih produktif dan efektif. Guru dapat memanfaatkan teknologi multimedia untuk mempermudah penyerapan ilmu pengetahuan yang akan disampaikan terhadap peserta didik. Bahkan Revolusi industri 4.0 dan era Society 5.0 yang terjadi memberikan efek terhadap implementasi manajemen pengetahuan dalam sebuah organisasi. Revolusi industri 4.0 memberikan efek yang positif terhadap masyarakat yakni kemudahan untuk mengakses informasi dan pemanfaatan teknologi secara luas. Teknologi yang ada saat ini akan berkontribusi dengan signifikan terhadap setiap sumberdaya manusia (SDM) dalam pendidikan. Mengutip Robert Reiser, terkait dengan berbagai perubahan dan perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan teknologi menunjukkan terdapat 10 trend yang akan mempengaruhi bidang teknologi pendidikan dan sekaligus menjadi tantangan terhadap teknolog pendidikan. Salah satu diantaranya adalah berkembangnya konsep “manajemen pengetahuan“ (Knowledge Management). Dengan kondisi perkembangan Iptek yang akan terus bergerak dengan dinamis maka sektor pendidikan harus menerapkan manajemen pengetahuan (knowledge management) dengan up to date.

Manajemen Pengetahuan

Mengutip Rosenberg, dalam Reiser&Dempsey, (2012) bahwa konsep manajemen pengetahuan dapat diartikan sebagai proses mengumpulkan, menyimpan dan membagi informasi, keahlian, dan wawasan yang bernilai, baik ke dalam maupun lintas komunitas orang dan organisasi yang memiliki minat dan kebutuhan yang sama. Penerapan konsep ini dalam proses belajar memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber belajar secara efesien dan efektif, karena mereka yang memerlukan informasi/pengetahuan dapat memperolehnya dari satu sumber belajar yang di dalamnya sudah mengandung berbagai informasi yang penting. Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang. Teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (sumber: Tjandrawinata, 2016:1). Adapun Wolter dalam Yahya (2018:6) mengidentifikasi 5 bentuk tantangan industri 4.0. Yakni (1) masalah keamanan teknologi informasi, (2) keandalan dan stabilitas mesin produksi, (3) kurangnya keterampilan yang memadai, (4) keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan, dan (5) hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi. Heckeu et al, 2016 dalam Yahya, (2018.) mengemukakan beberapa tantangan di era industri 4.0. Tantangan pertama yaitu tantangan ekonomi berupa globalisasi yang terus berlanjut yakni keterampilan antarbudaya, kemampuan berbahasa, fleksibilitas waktu, keterampilan jaringan dan pemahaman proses. Meningkatnya kebutuhan akan inovasi yakni pemikiran wirausaha, kreatifitas, pemecahan masalah, bekerja di bawah tekanan, pengetahuan mutakhir, keterampilan teknis dan keterampilan penelitian serta pemahaman proses. Permintaan untuk orientasi layanan yang lebih tinggi yakni rotasi tugas pemecahan konflik, kemampuan komunikasi, kemampuan berkompromi dan keterampilan berjejaring. Tumbuh kebutuhan untuk bekerja sama dan kolaboratif yakni: mampu berkompromi dan kooperatif, kemampuan bekerja dalam tim, kemampuan komunikasi serta keterampilan berjejaring. Tantangan ke dua yakni tantangan social terdiri dari tantangan perubahan demografi dan nilai social. Yakni kemampuan mentransfer pengetahuan, penerimaan rotasi tugas kerja dan perubahan pekerjaan yang terkait (toleransi ambiguitas), fleksibilitas waktu dan tempat, keterampilan memimpin. Peningkatan kerja virtual terdiri dari fleksibilitas waktu dan tempat, keterampilan teknologi, keterampilan media dan pemahaman keamanan IT. Pertumbuhan kompleksitas proses yakni keterampilan teknis, pemahaman proses, motivasi belajar, toleransi ambiguitas, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah dan keterampilan analisis. Ketiga tantangan teknis yakni perkembangan teknologi dan penggunaan data eksponensial serta menumbuhkan kerja kolaboratif. Adapun perkembangan teknologi dan penggunaan data eksponensial yakni keterampilan teknis, kemampuan analisis, efisien dalam bekerja dengan data, keterampilan koding, kemampuan memahami keamanan TI serta kepatuhan. Adapun menumbuhkan kerja kolaboratif yakni mampu bekerja sama dalam tim, kemampuan komunikasi virtual, keterampilan media, pemahaman keamanan TI serta kemampuan untuk bersikap kooperatif. Ke empat adalah tantangan lingkungan yakni perubahan iklim dan kelangkaan sumberdaya. Komponen terkait adalah pola pikir berkelanjutan, motivasi menjaga lingkungan serta kreatifitas untuk mengembangkan solusi keberlanjutan baru. Ke lima adalah tantangan politik dan aturan terdri dari standarisasi serta keamanan data dan privasi. Untuk standarisasi yakni keterampilan teknis, keterampilan koding serta pemahaman proses. Keamanan data dan privasi yakni pemahaman keamanan teknologi informasi serta kepatuhan.

Lini Usaha Baru

Era revolusi industri 4.0 kini menghadirkan lini usaha baru yakni lapangan kerja, profesi baru. Tidak disangka muncul pekerjaan sebagai buzzer politik, admin media sosial, juga brand endorser. Ancamannya, profesi dan lapangan kerja yang tergantikan mesin kecerdasan buatan dan robot. Mengutip Tjandrawinata, (2016: 1) menyatakan bahwa kemajuan teknologi pada akhinrnya memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang. Teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia. Adapun Wolter dalam Yahya (2018: 6) mengidentifikasi tantangan industri 4.0 yakni masalah keamanan teknologi informasi, keandalan dan stabilitas mesin produksi, kurangnya keterampilan yang memadai, keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan, dan hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi. Tantangan era revolusi industri 4.0 menjadi semakin kompleks termasuk dalam sector pendidikan. Dunia pendidikan saat ini dituntut sudah berkonversi di dunia digital dan harus serba siber. Contohkan e-library (perpustakaan digital), e-learning (pembelajaran digital), e-book (buku online), dan lain sebagainya. Peralihan gaya mengajar bergeser dari teacher center ke student center yang tentu dapat meningkatkan minat belajar siswa. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran menjadi inovasi pembelajaran memberi efek positif. Tidak hanya dari segi minat belajar namun juga dari hasil belajar. Guru tidak perlu mencetak berlembar-lembar soal tes untuk siswanya. Siswa dapat menempuh evaluasi dengan berbagai aplikasi online seperti edmodoo dan kahoot (Wijayanti, 2017:7-8). Kehadiran revolusi industri 4.0 berpotensi besar menghapus sebagian jenis pekerjaan. Hal tersebut disebabkan pekerjaan yang lakukan oleh manusia setahap demi setahap bisa digantikan dengan teknologi digitalisasi program. Kurangnya keterampilan yang memadai, juga menuntut kompetensi keahlian yang tinggi. Keengganan untuk berubah para pemangku kepentingan, stagnasi pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi. Belum meratanya perubahan kurikulum, model, strategi, pendekatan dan guru dalam pembelajaran yang menguatkan literasi baru.
Memiliki Peran Strategis

Mengutip Jerry Honeycutt, (2000) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal intelektual aset yang dikelola. Karena konsep manajemen pengetahuan pada dasarnya adalah berkembang dari kenyataan bahwa dimasa sekarang dan dimasa depan, aset utama sebuah organisasi agar mampu berkompetisi adalah aset intelektual atau pengetahuan bukan aset kapital. Knowledge Management (KM) terdiri dari 3 komponen utama yaitu people, place, dan content. KM membutuhkan orang yang kompeten sebagai sumber pengetahuan, tempat untuk melakukan diskusi, dan isi dari diskusi itu sendiri. Dari ketiga komponen tersebut peran teknologi informasi (TI) adalah mampu menghilangkan kendala mengenai tempat melakukan diskusi. TI memungkinkan terjadinya diskusi tanpa kehadiran seseorang secara fisik. Dengan demikian kapitalisasi pengetahuan dapat terus diadakan meskipun tidak bertatap muka. Menurut Townley (2001), bahwa manajemen pengetahuan adalah serangkaian proses menciptakan dan berbagi pengetahuan di seluruh organisasi untuk mengoptimalkan pencapaian misi dan tujuan organisasi. Dengan demikian, manajemen pengetahuan adalah tentang meningkatkan penggunaan pengetahuan organisasi melalui praktek manajemen informasi dan pembelajaran organisasi untuk mencapai keunggulan kompetetitif dalam pengambilan suatu keputusan. Terdapat beberapa tahapan perkembangan KM dalam organisasi yakni . knowledge-chaotic, knowledge-aware, knowledge-enabled, knowledge-managed and nowledge-centric. Knowledge-chaotic yaitu tak sadar konsep, tak ada proses informasi dan tak ada sharing informasi. Knowledge-aware yakni sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, ada beberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi. Knowledge-enabled, yakni memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi. Knowledge-managed adalah kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi. Knowledge-centric, yaitu manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya. Khusus organisasi yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan perlu menyadari dua hal. Yakni, pertama, bahwa pengetahuan ada pada orang dan bukan pada sistem, meskipun sistem punya data dan informasi yang dapat membantu proses pengetahuan. Kedua, penciptaan pengetahuan merupakan proses sosial, tercipta melalui interaksi antara individu-individu dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mengutip Oluic-Vukovic (2001) menguraikan 5 langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan yakni pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Adapun konsep mekanisme trasformasi pengetahuan dalam organisasi pembelajar yakni manusia,leadership, teknologi, organisasi dan learning. Dengan berkembangnya teknologi informasi telah meningkatkan produktivitas penemuan pengetahuan (mempermudah proses pengelolaan pengetahuan) serta mempercepat proses implementasinya. Selain itu berkembangnya model pembelajaran berbasis internet (online learning) menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Menerapkan manajemen pengetahuan dalam pembelajaran khususnya dalam pendidikan harus dilakukan dalam konteks strategi yang disepakati. Strategi ini memastikan bahwa hasil pelaksanaan manajemen pengetahuan selaras dengan pendekatan organisasi pendidikan proses saat ini, ditargetkan pada masalah yang tepat, dan terkoordinasi dengan inisiatif perubahan lainnya. Dalam strategi manajemen pengetahuan visi, misi dan objektifitas dari pengelolaan knowledge yang mendukung visi, misi dan objektifitas organisasi. Tiwana, (2000) menyatakan bahwa organisasi dapat menggunakan berbagai kerangka kerja sebagai alat bantu untuk menentukan knowledge apa yang harus dimiliki dan apa yang sudah dimiliki. Terdapat dua buah strategi manajemen pengetahuan yang sangat berbeda yaitu strategi kodifikasi dan strategi personalisasi. Menurut Hansen (2005) tujuan dari strategi kodifikasi adalah untuk memberikan acuan yang mengarah pada standar laporan, langkah tersebut untuk dikumpulkan dalam basis pengetahuan. Standarisasi ini memudahkan untuk mencari dokumen dari hasil sebelumnya, jika cukup mirip, hal ini dapat membantu dalam situasi apapun. Bahwa strategi kompetitif, yang akan menerapkan strategi manajemen pengetahuan dikodifikasikan, biasanya bertujuan untuk memberikan solusi yang berkualitas tinggi yang handal dan khusus dibidang tertentu. Hanset et al, mendefinisikan bahwa pendekatan ini adalah pengetahuan strategi manajemen personal atau personalisasi. Strategi pengetahuan adalah metode khusus untuk mengoptimalkan penciptaan pengetahuan dan mengubahnya untuk keuntungan kompetitif di perusahaan. Tujuan dari strategi pengetahuan adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan strategis, yang menekankan pada kecerdasan dan retrieving intern sistem kompetitif pengetahuan (Zack, 1999). Umumnya ada beberapa model dan kerangka kerja strategi pengeloaan pengetahuan diantaranya model APOQ, APO, Zack Framework, Klasifikasi KM Strategy (Haggie,2003).Model APQC (American Productivity and Quality Center) merupakan kerangka kerja yang menyediakan kebutuhkan untuk mengatasi permsalahan pada pengelolaan pengetahuan yang terhadap organisasi. Menurut APQC dapat menghasilkan strategi terperinci berdasarkan kondisi saat ini, apa yang akan dicapai dalam hal aliran pengetahuan, bidang mana yang akan direncanakan untuk dapat di prioritaskan terlebih dahulu, dan mengembangakan strategi pengelolan pengetahuan dalam mempercepat inisiatif pengelolaan pengetahuan dengan dukungan model yang dapat disesuaikan. APO Asian Productivity Organization (APO) Framework Knowledge Management Practice (KMP) merupakan kerangka kerja dalam pengelolaan pengetahuan yang lapisan atau layer utamanya adalah visi dan misi strategis organisasi APO Framework membantu organisasi untuk mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi dan kemampuan inti yang dimiliki oleh individu dan yang perlu dikembangkan. Keempat akselerator (orang, proses, teknologi, kepemimpinan) dapat membantu organisasi memahami sejauh mana dengan mengidentifikasi kompetensi untuk mencapai tujuan bisnis organisanya. visi dan misi tersebut membantu merancang roadmap pengelolaan pengetahuan. APO Framework dapat meningkatkan kualitas produk dan layanan, produktivitas, profitabilitas, dan pertumbuhan (Young,2010). Zack Framework, dimana menurut Michael Zack (Zack, 1999) mengidentifikasi strategi knowledge managemen (KM). Zack mengusulkan kerangka kerja yang membantu organisasi membuat koneksi eksplisit antara situasi yang kompetitif dan strategi manajemen pengetahuan untuk membantu organisasi mempertahankan atau (kembali) membangun keunggulan kompetitif. Adapun pendekatannya menurut Zack adalah dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths,Weaknesses,Opportunities dan Threats) untuk mengidentifikasi kesenjangan strategis dalam pengetahuan organisasi. Hal ini memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi di mana ia memiliki pengetahuan yang dapat mengeksploitasi dan di mana perlu untuk mengembangkan pengetahuan untuk mempertahankan atau tumbuh dengan posisi kompetitif. Klasifikasi KM Strategy menurut Haggie, ,(2003) yang mensurvey dan melakukan berbagai strategi manajemen pengetahuan yang telah diusulkan dengan menggunankan pendekatan Binney (2001). Perbedaan utama antara berbagai pendekatan adalah bahwa mereka menekankan aspek yang berbeda dari manajemen pengetahuan; beberapa strategi fokus pada pengetahuan, lain dari proses bisnis / daerah, dan lain-lain pada hasil akhir Management dan proses transfer dengan membandingkan beberapa kerangka kerja. Klasifikasi sebagaimana yang diuraikan oleh Haggie (.2003) sangat membantu dalam menimbang strategi mana untuk mengekpoitasi knowledge yang ada sekarang dengan mengkalsifikasikan tipe pengatahuan dan konversi pengetahuan dalam spektrum pengelolaan pengetahuan. Dalam pendidikan, manajemen knowledge (MK) sangat penting diterapkan terhadap peserta didik sebagai basis dasar pengetahuan utama dalam menghadapi era revolusi industry 4.0. Seiring perkembangan Iptek kelak MK sangat membantu peserta didik dalam mendeteksi perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Semoga Bermanfaat. (penulis:Guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan:

1. Bercerra-Fernandez, I., & Sabherwal, R. (2004). Knowledge Management System and Process. (Prentice Hall, Ed.). Upper Saddle River, New Jersey: M.E. Sharp, Inc.
2. Cahyaningsih E(2017). Model dan Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Pengelolaan Aparatur Sipil Negara di Indonesia. Universitas Indonesia, Disertasi.
3. Daryanto, Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media.
4. Direktorrat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Guru Penggerak Indonesia Maju, wujudkan SDM yang Unggul, https://p4tkbmti.kemdikbud. go.id.
5. Haggie, K., & Kingston, J. (2003). Choosing your knowledge Management Strategy. Journal of Knowledge Management Practice, 4(4), 1-20. 5.
6. Hansen, M.T.,Nohria,N.,&Tierney,T.(2005).What’s your Strategy for managing knowledge. Knowledge Management: critical perspectives on business and Management, 77(2), 322.
7. http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2018/01/30/era-revolusi-industri-4-0-saatnya-generasi-millennial-menjadi-dosen-masa-depan/

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *