Assesmen dan Diagnosis Kesulitan Belajar Dalam Bimbingan Konseling

Oleh: Nelson Sihaloho

Rasional:
Assesmen seringkali diartikan sebagai bentuk penilaian yang komprehensif serta melibatkan suatu tim yang terdiri dari beebrapa orang untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dimana hasilnya digunakan untuk layanan pendidikan. Merujuk pada pendapat Smith (2002) dalam Budi (2012) assesmen adalah suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan peserta didik sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran. Selain itu assesmen juga dapat diartikan sebagai proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif. Assesmen merupakan penilaian yang komprehensif, sistematis dan berguna untuk mengumpulkan data seseorang agar diketahui kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dan dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhannya. Assesmen juga dapat digunakan serta dimanfaatkan untuk mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Dalam pelayanan bimbingan konseling (BK) secara umum asssesmen merupakan suatu penilaian ytang dilakukan terhadap diri individu guna pemberian pelayanan bimbingan dan konseling agar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan masalah konseli. Pemahaman diri konseli harus didasarkan pada adanya keterangan tentang diri yang akurat dan sahih. Data diri yang tidak akurat bisa menimbulkan pemahaman yang keliru. Data yang demikian hendaknya juga dibarengi dengan pengamatan terhadap konseli. Untuk itu diperlukan instrumen assesmen baik dalam bentuk tes maupun non tes.

Pengertian Assesmen

Asesmen merupakan suatu proses mengumpulkan, menginterpretasikan, dan mensintesiskan informasi dengan tujuan untuk membuat keputusan. Kegiatan assesmen juga diartikan kegiatan pengukuran yang dilengkapi dengan observasi. Assessment merupakan kegiatan profesional yang dilakukan secara khusus untuk menentukan diagnosa dari gangguan atau kelainan yang dialami seseorang. Dalam pengertian lain asesmen merupakan kegiatan pengumpulan informasi tentang seseorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan keadaan anak (Putri Nurina, 2015: 129). Sedangkan menurut Ratna Widiastuti (2010) assessment adalah salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan dan konseling, assessment yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/berlangsung. Assesmen merupakan hal penting dalam layanan bimbingan dan konseling (BK). Assesmen terdiri dari dua jenis yaitu assesmen tes dan non tes. Menurut Gantina, dkk (2011) menjelaskan bahwa assesmen adalah proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Hal tersebut guna mengetahui potret tentang individu tersebut. Ada beberapa macam assesmen terdiri dari penilaian formal dan penilaian informal. Atau dengan istilah lain, assesmen tes dan assesmen non tes. Anastasi dan Urbina, (2007), menyatakan bahwa penilaian formal adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu yang telah tervalidasi dan di uji menggunakan sampel dari kelompok tes dimaksudkan. Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa tes didefinisikan sebagai pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang suatu atribut pendidikan atau suatu atribut psikologis tertentu. Gantina, dkk, et,al, assesmen informal (assesmen non tes) menunjukan bahwa assemen non tes termasuk observasi, wawancara, ulasan catatan, dan ulasan kinerja yang kurang terstruktur dari penilaian formal dan tidak dapat divalidasi atau diuji untuk keandalan. Assesmen non tes ini yang sering dikembangkan oleh para konselor. Drummond dan Jones (2006) menjelaskan bahwa assesmen dapat dikembangkan. Adapun langkah-langkah mengembangkan adalah sebagai berikut menentukan kebutuhan, mendefinisikan objek dan parameter tes, melibatkan masukan penasihat komite, menulis pentanyaan, melakukan uji lapangan, mengulas item, merakit salinan akhir dan mengamankan data teknis yang diperlukan. Dengan mengembangkan instrumen atau alat assesmen, maka guru BK dapat berkarya secara produktif dalam menggunakan assesmen yang tepat untuk digunakan pada tempatnya bekerja. Intinya perbedaan assesmen tes terletak pada bentuk instrumen yang telah tervalidasi dan terstruktur serta telah di ujikan pada sampel perilaku tertentu. Sedangkan bentuk instrumen assesmen non tes kurang terstruktur dan tidak harus di validasi terlebih dahulu. Assesmen non tes lebih relatif sederhana dan mudah dipelajari.

Diagnosis Kesulitan Belajar

Keberhasilan dalam belajar bukan hanya diharapkan oleh peaerta didiknamun juga orang tua, guru termasuk masyarakat. Apabila keberhasilan merupakan dambaan setiap orang begitu juga sebaliknya bahwa kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa bentuk ketidak berhasilan peserta didik dalam belajar yakni memperoleh nilai kurang baik untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian akhir. Kegagalan dalam belajar sebagaimana diuraikan selain rugi dari sisi waktu, tenaga, pikiran dan juga biaya. Dan tidak kalah penting adalah akibat kegagalan belajar memiliki pengaruh terhadap rasa percaya diri. Upaya untuk mencegah kegagalan harus diminimalisir termasuk memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan belajar peserta didik sebagai solusi yang penting dilakukan. Menurut Thorndik e dan Hagen (Abin S.M., 2002 : 307), diagnosis dapat diartikan sebagai (a) Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms); (b) Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial; (c). Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal. Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya. Apabila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.
Menurut Mulyadi (2010), kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Syah (2003), mengungkapkan bahwa diagnostik kesulitan belajar adalah langkah-langkah dalam upaya penentuan secara ilmiah jenis-jenis gangguan yang menyebabkan siswa gagal mencapai tujuan yang dipersyaratkan dalam proses pembelajaran, ditinjau dari tujuan pendidikan, kedudukan dalam kelompok, perbandingan antara potensi dengan prestasi, dan kepribadiannya, agar perbaikannya dapat dilakukan secara efektif. Selain faktor inteligensi, faktor non inteligensi juga diakui dapat menjadi penyebab kesulitan belajar bagi anak didik dalam belajar. (Djamarah :2011).
Mulyadi,et,al, menyatakan ada ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar adalah : (1) menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimiliki, (2) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan, (3) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, (4) menunjukkan sikap yang kurang ajar seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta (5) menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar seperti membolos, datang terlambat, tidak tertib dalam kegiatan belajar mengajar, mengasingkan diri, dan lain sebagainya (6) menunjukkan sikap emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, dan lain-lain.
Pemecahan Kesulitan Belajar
Agar dapat mengidentifikasi peserta didik yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Wardati dan Jauhar,(2011) dapat dilakukan dengan (1) mengenali kesulitan belajar peserta didik melalui analisis perilaku, seperti cepat lambatnya menyelesaikan tugas, ketekunan serta kehadiran dalam mengikuti pelajaran, partisipasi dalam mengerjakan tugas kelompok, partisipasi dan kontribusi dalam pemecahan masalah, kemampuan kerjasa sama dan penyesuaian social. (2) Mengenali kesulitan belajar melalui analisis prestasi belajar, dalam mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan dengan menghimpun, menganalisis, dan menafsirkan data hasil belajar dapat dipergunakan alternatif acuan penilaian yakni penilaian acuan patokan dan penilaian acuan norma.Penilaian acuan patokan, dapat dilakukan melalui langkah-langkah pertama, menentukan angka minimal sebagai batas lulus. Ke dua, membandingkan nilai setiap peserta didik dengan nilai batas lulus yang telah ditetapkan. Ke tiga, mencatat atau mengidentifikasi peserta didik yang memperoleh nilai di bawah nilai batas lulus sebagai peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Ke empat, menentukan prioritas bantuan berdasarkan besarnya selisih nilai yang diperoleh siswa dengan nilai batas lulus. Penilaian acuan norma, dapat dilakukan melalui langkah-langkah dengan mencari atau menghitung nilai rata-rata atau kelompok. Menandai peserta didik yang nilai prestasinya dibawah rata-rata prestasi kelas serta menentukan prioritas bantuan. Mulyadi,et,al menyatakan adapun langkah-langkah diagnosis yang dapat dilakukan yakni (1) Identifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (2) Melokalisasi jenis dan sifat kesulitan belajar, (3) Memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar, (4) Proses pemecahan kesulitan belajar. Sedangkan Wardati (2011) menyatatakan adapun langkah-langkah dalam melakukan diagnosis yaitu : (1) Melokalisasi letak kesulitan belajar, (2) Menemukan faktor penyebab kesulitan belajar. Langkah-langkah melakukan prognosis, yaitu : (1) memperkirakan alternatif bantuan, (2) menetapkan kemungkinan cara mengatasi kesulitan belajar (3) tindak lanjut.

Solusi

Berdasarkan hasil assesmen dan diagnosis kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik maka ada beberapa alternative atau solusi yang dialkukan oleh guru BK. Diantaranya melalui layanan bimbingan belajar. Sedanayasa sebagaimana dikutip Erayanti (2012:8) Bimbingan belajar merupakan penanaman disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok, bimbingan belajar adalah pemantapan penguasaan materi pelajaran sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan perkembangan peserta didik. Bimbingan belajar adalah pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat, untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan serta mengembangkan pengembangan pribadi. Dewa Ketut Sukardi yang dikutip Indrawan (2013:6) menyatakan bimbingan belajar adalah “proses bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam belajar sehingga setelah melalui proses perubahan dalam belajar mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal”. Dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar adalah bimbingan yang diberikan oleh orang yang ahli, baik itu individu maupun kelompok yang mengalami masalah yang dihadapi dalam belajar sehingga setelah melalui proses perubahan dalam belajar mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Selain hal tersebut dapat dilakukan dengan praktik layanan bimbingan belajar terhadap peserta didik. Layanan bimbingan belajar dapat diberikan melalui dua pendekatan yakni pendekatan individual dan pendekatan kelompok. Sedangkan melalui jenis layanan bimbingan belajar yakni non psikologis dan psikologis. Non psikolohgis dilakukan melalui perbaikan cara belajar peserta didik dan perbaikan cara mengajar guru. Sedangkan psikologis melalui peningkatan motivasi belajar, penanaman prinsip-prinsip belajar.
Adpun kegiatan pendukung dalam bimbingan belajar, yaitu aplikasi intrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah (home visit), alih tangan kasus. Sedangkan dalam bentuk materi layanan klasikal yang dapat diberikan pada layanan bimbingan belajar antara lain peningkatan motivasi belajar, peningkatan keterampilan belajar, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik serta pengajaran perbaikan.
Intinya bahwa Penggunaan assesmen dalam bimbingan dan konseling, lebih-lebih terkait dengan penanganan kasus, bukan sesuatu yang berjalan secara otomatis atau mekanistis. Dalam penggunaan instrumen assesmen hal yang harus dipertimbangkan adalah pertanyaan apakah memang diperlukan. Setelah melalui pertimbangan dan jawabnya diperlukan, maka hal tersebut perlu dipertimbangkan selanjutnya adalah keputusan tentang instrumen assesmen yang bagaimana akan diberikan pada konseli sesuai dengan prosedur baku yang ditetapkan. Penskorannya tetap (teliti, cermat) dan penafsiran datanya tepat dengan memperhatikan berbagai hal, baik teknis maupun non teknis. Berkaitan dengan perancangan program bimbingan dan konseling, penyusunan program bimbingan dan konseling selalu diawali dengan analisis kebutuhan peserta didik. Untuk mengetahui kebutuhan peserta didik (need assessment) tersebut, biasanya dilakukan dengan menggunakan suatu instrumen baik tes maupun non tes. Instrumen yang telah dikembangkan di lapangan antara lain Inventori Tugas Perkembangan (ITP), Alat Ungkap Masalah (AUM), Daftar Cek Masalah (DCM), atau Angket Kebutuhan Materi Pelayanan Bimbingan dan Konseling Umumnya hasil need assessment sebagai dasar penyusunan program pelayanan bimbingan dan konseling. Adapun tujuan assesmen untuk menyaring dan mengidentifikasi peserta didik, membuat keputusan tentang penempatan peserta didik, merancang individualisasi pendidikan. Memonitor kemajuan peserta didik secara individu serta untuk mengevaluasi keefektifan program. Selain hal tersebut untuk memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi peserta saat ini. Mengetahui profil peserta didik secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya. Semoga Bermanfaat. (Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan:
1. Abin, S.M. (2002) Psikologi Pendidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
2. Anastasi dan Urbina. (2007). Tes Psikologi. Jakarta: Indexs.
3. Drummond, Robert J. & Dayle Jones, Karyn, Assessment Procedures for Counselors and Helping Professionals, New Jersey, Pearson Merrill Prentice Hall, 2006.
4. Gantina K, Eka W, dan Karsih. (2011). Assesmen teknik nontes dala perspektif BK komprehensif. Jakarta: Indexs.
5. Ratna Widiastuti. 2010. “Asessmen Intrumen Untuk Melakukan Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling”. (online), (http://blog.unila.ac.id, diakses 24 Desember 2010).
6. Zainul & Nasution. (2001). Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti

Komentar