Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional
Esensi guru dalam menghadapi era globalisasi dan industry 4.0 yang identic dengan Abad 21 sungguh berat. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
Keempat kompetensi tersebut dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Menurut Joan Dean sebagaimana dikutip oleh Pahrudin, (2015)” mengemukakan bahwa, pengembangan profesionalitas guru (professional development teacher) dimaknai sebagai a process wherebyteacher become more professional, yakni suatu proses yang dilakukan untuk menjadikan guru dapat tampil secara lebih profesional. Pengembangan dan peningkatan profesi guru juga dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan zaman.
Adapunpembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Paradigma pendidikan saat ini menuntut paradigm baru baradaptasi dengan kondisi perkembangan Ilmu pengetahuan dan taknologi (Iptek).
Banyak kalangan menyatakan bahwa pendidikan bermutu lahir dari guru yang bermutu serta professional. Perubahan cara pandang guru terhadap pengembangan profesionalismenya merupakan masalah urgensial dalam mengubah sikap maupun perilakuknya. Diantara perubahan itu adalah dari cara pandang keluar (outward looking) bagaimana guru-guru di luar tempat kita bertugas mengembangkan sikap profesionalismenya dengan berkelanjutan. Selanjutnya cara pandang ke dalam (inward looking) bagaimana kondisi pengembangan profesionalisme guru yang dilakukan ditempat yang bersangkutan bekerja dalam penegmbangan keprofesian berkelanjutan.
Profesionalitas
Banyak kalangan para ahli memberikan pengertiannya ataupun tanggapannya tentang profesionalisme. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Maister sebagaimana dikutip Mustofa, (2007) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan, teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan profesional juga bisa diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Daryanto (2013) dan (Lilies,2014) menyatakan profesional menunjuk pada dua hal yakni orang yang melakukan pekerjaan dan penampilan atau kinerja orang tersebut dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
Itulah sebabnya seorang guru yang tidak bersedia belajar, tidak mungkin kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan dan kebanggan atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang profesional Kunandar (2010) dan (Lilies,2014). Mengutip Sagala (2009) dan (Lilies,2014) bahwa kualitas profesionalisme guru ditunjukkan oleh lima sikap. Yakni:
pertama, keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
Kedua, meningkatkan dan memelihara citra profesi.
Ketiga, keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya.
Keempat, mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. Ke lima, memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Adapun Arifin (2000) dan Mustofa (2007) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: pertama, dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21.
Ke dua, penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Ketiga, pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan.
Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru
Mustofa,(2007) mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:. Yakni, pertama, masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total.
Ke dua, rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan.
Ketiga, pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat.
Keempat, masih belum ada kesepakatan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru
Kelima, masih belum berfungsinya organisasi guru sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Menurut Richard dan Lockhart (2000) terdapat beberapa model pengembangan profesional guru. Keikutsertaan dalam konferensi (conference participation), workshop dan seminar (workshops and in service seminars). Kelompok membaca (reading groups), pengamatan kolega (peer observation). Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing teaching diaries/journals), kerja proyek (project work). Penelitian tindakan kelas (classroom action research), portofolio mengajar (teaching portfolio) serta mentoring (mentoring). Sedangkan Kennedy (2005) menyatakan ada sembilan model pengembangan profesionalisme guru. Yakni training model, award-bearing model, deficit model, cascade model, standards-based model, coaching/mentoring model. Community of practice model, action research model dan transformative model.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Guru dalam melaksanakan pengembangan keprofesian bekelanjutan (PKB) harus mampu melakukan publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal. Karya tulis terdiri atas laporan hasil penelitian, makalah ilmiah, tulisan ilmiah popular, artikel ilmiah dalam bidang pendidikan, buku teks pelajaran, buku teks pengayaan, buku teks pedoman, modul/diktat pembelajaran, buku dalam bidang pendidikan, dan karya terjemahan guru. PKB sebagaimana diuraikan di atas dan pelaksanaan tindakan reflektif dalam salah satu kompetensi professional guru harus dapat ditingkatkan.
Namun dalam implementasinya, seringkali guru menghadapi berbagai masalah dalam menulis karya tulis ilmiah. Diantaranya, lemahnya motivasi guru dalam menulis dan perlu dicari apa penyebabnya. Lemahnya motivasi guru dalam menulis dapat dilihat pada beberapa indicator. Yakni lemahnya kemampuan guru dalam menulis bahan ajar.
Lemahnya kemampuan guru dalam melakukan administrasi pendidikan. Selanjutnya, lemahnya guru dalam menulis karya tulis imiah atau artikel-artikel lainnya. Kita sering menemukan di lapangan jarang menemukan tulisan-tulisan guru yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah. Selain itu kurangnya membaca, tidak adanya budaya menulis di sekolah serta kemampuan berbahasa guru kurang.
Menurut Suriasumantri (1985) mengatakan bahwa keunikan manusia bukan terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Tidak sistematis dalam berpikir, mengakibatkan apa yang ditulis kadang tidak nyambung antara permasalahan, pemecahan dan penarikan kesimpulan. Guru harus memotivasi dirinya untuk menulis sebab guru adalah penggali dan penerus ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Karya guru sebenarnya akan menjadi lebih baik dan bermanfaat apabila permasalahan yang ditulis dialami sendiri oleh guru sehingga guru tahu persis penyebabnya/pengaruhnya, sekaligus juga dapat memecahkan masalahnya. (Menulis merupakan sarana melatih untuk berpikir logis dan sistematis sehingga kemampuan tersebut dapat juga menjadi dasar dalam proses belajar mengajar dan berdiskusi. Guru mampu dan bisa menjadi pembimbing peserta didik dalam penulisan karya tulis ilmiah.
Karena itu sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan layanan pembelajaran kepada peserta didik, tenaga kependidikan atau guru harus meningkatkan kompetensi pedagogik. Salah satunya dengan meningkatkan kemampuan menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) terutama Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Faktadi lapangan menunjukkan bahwa guru dihadapkan persoalan ketika harus melaksanakan pengembangan diri, dan melakukan penelitian di kelas. Keterbatasan waktu dan pembiayaan baik dari pemerintah maupun sekolah tempat guru bertugas juga minim. Diakui banyak pihak banyak guru yang kesulitan untuk naik pangkat.
Mereka dihadapkan pada permasalahan dalam mendapatkan nilai. Dalam naik pangkat, harus ada syarat tertentu yang harus dipenuhi. Selain nilai pembelajaran, guru juga harus memenuhi syarat membuat penelitian ilmiah, karya inovatif, dan pengembangan diri. Kesulitan yang dialami oleh para guru dalam menyusun PTK adalah perbaikan pembelajaran di kelas yang akan dituangkan dalam sebuah penelitian. Guru sering menemui hambatan dengan model pembelajaran yang dilakukan di kelas. Namun mayoritas guru tidak memahami bahwa hambatan tersebut dapat menjadi sebuah rumusan masalah dalam penelitian. Kadangkala dilapangan ditemukan fakta menarik, untuk membuat judul, merumuskan masalah, mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti sajapun guru mengalami kesulitan. Pengalaman penulis misalnya bahwa sambil masuk kelas guru bisa melakukan penelitian sambil mengajar.
Kurangnya motivasi dalam diri guru untuk menyusun PTK juga salah satu sikap guru yang harus diubah. Sebab penyusunan PTK bersifat wajib dan berperan untuk menaikkan promosi huru ke jenjang berikutnya. Para guru senior yang berusia diatas 50 tahun selain sulit membagi waktu juga kemampuan kinerja profesionalismenya sudah sulit ditingkatkan.
Tidak Cukup Hanya Mengajar
Apabila kita telusuri terhambatnya seorang guru pada jenjang golongan tertentu dan sulit untuk naik ke jenjang berikutnya sebab pada tingkatan tertentu persyaratan seorang guru tidak cukup dengan mengumpulkan angka kredit jam mengajar saja.
Masihada persyaratan yang penting lainnya adalah pengembangan profesi yaitu pengakuan atas kemampuan menulis guru dalam menulis karya ilmiah.
Karya ilmiah adalah suatu karangan yang mengandung ilmu pengetahuan dan kebenaran ilmiah yang menyajikan fakta dan disusun secara sistematis menurut metode penulisan dengan menggunakan bahasa ragam ilmiah. Secara ringkas dapat diartikan bahwa pada dasarnya karya ilmiah merupakan laporan ilmiah. Laporan yang dimaksud dapat berupa laporan kegiatan ilmiah, kegiatan kajian, dan kegiatan penelitian, baik penelitian lapangan, laboratorium, maupun kepustakaan.
Karya ilmiah sebagai laporan kegiatan ilmiah memiliki berbagai jenis, yakni makalah, artikel, laporan buku, karya tulis ilmiah, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, dan buku. Kemampuan menulis ilmiah, penulisan karya ilmiah memerlukan biaya yang cukup besar dan belum sebanding dengan apa yang akan mereka peroleh setelah golongannya naik ke IV/B.
Tidak tersedianya fasilitas dukungan pembimbing yang memadai, serta minimnya fasilitas informasi akan menjadi beban tersendiri bagi guru. Anehnya ada juga guru yang ditugaskan membimbing guru menulis karya ilmiah padahal yang bersangkutanpun tidak pernah menulis karya ilmiah. Penyakit-penyakit seperti ini harus diberantas dari dunia pendidiknan terutama pendidik.
Seiring dengan perkembangan zaman Iptek tugas guru semakin berat. Revolusi industry 4.0 adalah salah satu tantangannya. Bagaimana para insan pendidik di negeri ini dituntut untuk selalu meningkatkan mutu dan kualitas sumberdaya manusia (SDM).
kuliats Tuntutan menjadikan peningkatan SDM tugas guru semakin berat. Bahkan dengan kewajiban menulis karya ilmiah diharapkan salah satu indicator menjadi wujud serta impelentasi pengembangan profesionalisme guru.
Kita berharap semoga pemerintah tetap konsisten dalam mewujudkan pendidikan bermutu di negeri ini melalui peningkatan profesionalisme guru secara berkelanjutan. Peraturan-peraturan terbaru yang menjadi dasar PKB dan Penilaian Kinerja Guru (PKG) hendaknya bisa dijadikan acuan untuk peningkatan profesionalisme guru. Meski sudah banyak rumor yang berkembang bahwa promosi naik ke jenjang golongan lebih tinggi tidak se sakral dulu lagi diharapkan menjadi pelajaran berharga dan momentum untuk meningkatkan profesionalisme guru. Semoga bermanfaat.
(Penulis: Guru SMP Negeri 11 Kota Jambi).
Rujukan:
1. Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG).
3. Jacob, A. Meningkatkan Peran Serta Guru dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
4. Sartono. 2010. Kemampuan Guru Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Kompas. 18 Juni 2010.
5. Sembiring, Darwis. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis dan Kualitas Karya Tulis Ilmiah Guru. www.tedcbandung.com
Komentar