Filosofi Merdeka Belajar, Penguatan Empat Pilar dan Digitalisasi Pendidikan

 

Oleh: Nelson Sihaloho

.
Abstrak:
Sejatinya implementasi setiap kurikulum dalam pendidikan utamanya dalam pembelajaran harus mengacu pada empat pilar. Keempat pilar itu yakni olah pikir, olah rasa, olah hati, olah raga serta olah karsa. Hal tersebut sudah sejak lama berurat berakar dalam implementasi pelaksanaan kurikulum. Banyak kalangan menyatakan bahwa Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara.

 

Selain itu diharapkan IKM lebih fleksibel serta materi lebih esensial apabila dibandingkan dengan kurikulum yang sudah-sudah. Dengan Kurikulum Merdeka, Buku Paket Kurikulum Merdeka serta Lembar Kerja Siswa (LKS) Merdeka diharapkan mampu menjembatani dalam harmonisasi serta digitalisasi pendidikan. Percepatan digitalisasi dalam pendidikan kita diharapkan semakin meningkatkan kolaborasi mencapai tujuan pendidikan bermutu.

IKM diharapkan memiliki relevansi terhadap penguatan empat pilar terutama dalam meningkatkan hasil olah pikir, olah rasa, olah hati, olah raga serta olah karsa peserta didik. Semua sumber daya yang berkaitan dengan komponen empat pilar tersebut harus sejalan dengan harmonisasi dalam pendidikan di era digital.
Kata kunci: filosofi, kurikulum merdeka, harmonisasi, digitalisasi
Perubahan Kurikulum 2013 ke IKM
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam sistem pendidikan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum. Sejak tahun 1947 hingga kini telah ada 9 kali perubahan kurikulum yang telah dilakukan pemerintah melalui Departemen atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Iramdan & Manurung, 2019). Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) perubahan terhadap kutrikulum memang relevan dan harus disesuaikan dengan tuntutan maupun kebutuhan. . Dunia pendidikan yang selalu dituntut untuk berubah serta berupaya mengembangkan suatu metode maupun kurikulum serta menonjolkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan mampu menyelesaikan masalah.

 

Esensi dari Kurikulum Merdeka Belajar sebagaimana diusung Nadiem Anwar Makarim (Mendikbudristek) konsepnya memiliki dua filosofis. Pertama terinspirasi dari filsafat Ki Hadjar Dewantara dan mengenai dua konsep yakni kemerdekaan dan kemandirian. Kemandirian dan kemerdekaan juga merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dan sudah termasuk esensi dari filsafat pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara.

Filosofis merdeka belajar memiliki relevansi dengan landasan pendidikan humanisme, konstruktivisme dan progresivistme. Humanisme merupakan kebebasan, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri mengembangkan  potensi,  berfungsi  dan bermakna bagi lingkunganya. Sedangkan konstruktivisme adalah kemerdekaan dalam menggali dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

Adapun progresivisme menekankan kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa. Implikasi dari filosofi yang telah dijelaskan diatas, sangat erat dengan konsep pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning), pembelajaran mandiri (self-regulated learning), dan pola pikir berkembang (growth mindset). Lalu bagaimana dengan perubahan kurikulum? Kemendikbud Ristek (2021) menjelaskan berdasarkan implementasinya, diperoleh fakta bahwa siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya. Survei yang dilakukan terhadap 18.370 siswa kelas 1-3 SD di 612 sekolah di 20 kabupaten/kota dari 8 provinsi selama kurun waktu bulan April-Mei 2021 menunjukkan perbedaan hasil belajar yang signifikan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat. Selisih skor literasi dan numerasinya setara dengan 4 bulan pembelajaran. Pada skor numerasi, siswa pengguna Kurikulum 2013 memperoleh skor 482 dibanding siswa pengguna kurikulum darurat dengan skor 517. Sementara skor literasi siswa pengguna Kurikulum 2013 memperoleh skor 532 dibanding siswa pengguna kurikulum darurat dengan skor 570. Survey Kemendikbud Ristek 2022, Kemendikbudristek menginisiasi opsi kebijakan kurikulum sebagai bagian dari upaya memitigasi learning loss dan sebagai bentuk pemulihan pembelajaran.

Hal itu tertuang dalam Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran. Kemendikbudristek memberikan tiga opsi kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan Kurikulum berdasarkan Standar Nasional Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan konteks masing-masing satuan pendidikan.

Tiga opsi tersebut yakni menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, menggunakan Kurikulum Darurat serta menggunakan Kurikulum Merdeka.

Beberapa poin yang bisa dijadikan perbandingan antara kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 dalam Sekolah Dasar (SD/SDLB/MI). Kerangka Dasar, landasan utama Kurikulum 2013 adalah tujuan Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan Kurikulum Merdeka ditambah dengan menekankan mengembangkan Profil Pelajar pancasila pada peserta didik.

Adapun kompetensi yang dituju yakni Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar (KD) serta Kompetensi Inti (KI) sebagai penilaian yaitu: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. KD dinyatakan dalam bentuk poin-poin yang akan dikoordinasikan pertahun serta hanya terdapat mata pelajaran Pendidikan, Budi Pekerti dan Pendidikan Pncasila dan Kewarganegaraan.

Dalam Kurikulum Merdeka capaian pembelajaran (CP) disusun per fase dan dinyatakan dalam bentuk paragraph yang merangkaikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mencapai, menguatkan, dan meningkatkan kompetensi.

Struktur Kurikulum, Kurikulum 2013 jam pelajaran (JP) diatur per minggu satuan mengatur alokasi watu pembelajaran secara rutin setiap minggu dalam setipa semester sehingga setiap semester peserta didik akan mendapat nilai hasil belajar setiap semester. Sedangkan Kurikulum Merdeka strukturnya dibagi menjadi dua keguatan pembelajaran utama yaitu: 1. Pembelajran reguler atau rutin yang merupakan kegiatan intrakulikuler. 2. Projek penguatan profil pelajar pancasila.
Pembelajaran, Kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran menggunakan satu pendekatan yatu pendekatan  saintifik untuk semua mata pelajaran.

Sedangkan Kurikulum Merdeka menguatkan pebelajaran terdiferensasi sesuai tahap capaian peserta didik. Penilaian, Kurikulum 2013 penilaian dibagi menjadi penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangan Kurikulum Merdeka tidak ada pemisahan antara panilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Adapun perangkat Ajar yang disediakan Pemerintah, Kurikulum 2013 menggunakan buku teks dan buku non-teks. Sedangkan Kurikulum Merdeka Buku teks dan Buku Non-teks. Perangkat Kurikulum,

Kurikulum 2013 pedoman implementaasi kurikulum, panduan penilaian, dan panduan pembelajaran setiap jenjang.  Sedangkan Kurikulum Merdeka panduan pembelajaran dan asessmen, panduan pengembangan kurikulum operasional sekolah, panduan pengembangan projek, pelaksanaan inklusif, individual dan bimbingan konseling.

Penguatan Empat Pilar

Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Sebagaimana diungkapkan oleh Dewey (2004) memandang bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional). Pengalaman adalah basis pendidikan ataupun pengalaman sebagai sarana dan tujuan pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses penggalian dan pengolahan pengalaman secara terus-menerus.

Pendidikan karakter merupakan akumulasi watak, sifat, dan kepribadian individu yang mengarah pada keyakinan dan kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah RI, 2010:7). Karena itu penguatan empat pilar yakni olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa dalam pendidikan harus lebih dikedepankan. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010:21). Apabila dikaji lebih dalam maka nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila bahwa karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
Adapun karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.

Sedangkan karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanahair(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

Pencanangan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa). Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya terhadap peserta didik.

Digitalisasi Pendidikan

Saat ini transformasi digital sudah mulai diterapkan dalam kehidupan umat manusia termasuk dalam dunia pendidikan. Berawal dari revolusi industri 4.0 hingga era society 5.0 penerapan berbagai ragam teknologi atau kecerdasan buatan sudah mulai diterapkan bahkan di berbagai lini kehidupan manusia.

Salah satu contohnya adalah artificial intelegence (AI) atau kecerdasan buatan. Presiden RI Joko Widodo (5/1/2022) menyatakan bahwa digitalisasi dapat meningkatkan mutu pendidikan Nasional. Adaptasi penguasaan teknologi juga digencarkan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul yang berkualitas. Melalui digitalisasiakan membuka akses pendidikan hingga ke desa- desa. Digitalisasi akan mampu membuat akses masyarakat semakin terbuka terhadap pendidikan yang berkualitas.

Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengucurkan lebih dari 3,7 triliun APBN untuk akselerasi digitalisasi Pendidikan. Anggaran tersebut untuk memenuhi segala kebutuhan peralatan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) pendidikan.

Penting untuk dipahami dengan mendalam bahwa tidak berarti melalui digitalisasi akan meniadakan dunia yang kita kenal saat ini, yang masih analog. Ini kelihatan di dunia pendidikan. Secanggih apapun online learning, dengan alat-alatnya, internet koneksi yang bagus tapi tetap perlu peran manusia. Digitalisasi di dunia pendidikan juga diyakini akan mendorong proses transformasi pendidikan.

Transformasi bahkan dapat mengubah sistem pendidikan secara menyeluruh. Guru dan siswa tak lagi perlu bertatap muka, bahkan sumber ilmu tak lagi melulu bersumber pada guru. Pendidikan akan bergeser, jika dulu pendidikan berada pada Guru, ilmu ada pada Guru, saat ini tidak lagi. Ilmu pengetahuan ada di mana-mana. Guru bekerja sebagai pendamping, pembimbing. Untuk itu, seluruh pihak di dunia pendidikan harus mempersiapkan diri, beradaptasi sebaik mungkin dengan proses digitalisasi yang masif terjadi agar proses transformasi yang terjadi dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan merata. Anggaran kurikulum untuk uji coba Kurikulum Prototipe pada 2021 oleh 2.500 Sekolah Penggerak dan 18.800 Guru Penggerak telah menghabiskan dana Rp 2,86 triliun (sumber: medcom.id, 11/02/2022). Adapun filosofi kurikulum Merdeka bahwa kurikulum ini menganut filsafat kemerdekaan, kemerdekaan belajar. Filsafat kemerdekaan dan kemerdekaan belajar masih perlu dikaji lebih lanjut apakah benar demikian?. Termasuk ada beberapa karakteristik Kurikulum Merdeka antara lain: Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila; Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. Jika merunut pada pengertian diferensiasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diferensiasi adalah 1. proses, cara, perbuatan membedakan; pembedaan; 2. Perkembangan tunggal, kebanyakan dari sederhana ke rumit, dari homogen ke heterogen; 3 proses pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat berdasarkan perbedaan usia, jenis kelamin, Dengan demikian terdiferensiasi memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja sehingga terdiferensiasi dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Atau dalam KBBI, arti kata terdiferensiasi adalah dapat dibedakan. telah mengalami perubahan bentuk ke bentuk yang lebih sempurna untuk menjalankan fungsi yang lebih spesifik.

Kita berharap semakin banyak filosofi pembelajaran terdiferensiasi dari Kurikulum Merdeka ke Merdeka Belajar hingga implementasinya ke pembelajaran digital. John Dewey pernah berkata dan berpendapat bahwa “siswa akan mengembangkan investasi personal (personal investment) pada materi pelajaran jika mereka terlibat dalam tugas-tugas bermakna dan permasalahan berkaitan dengan kehidupan nyata yang berusaha menyamai atau melebihi apa yang para ahli lakukan di dunia nyata” (sumber: Krajcik & Blumenfeld, 2006:318). Kita berharap semoga pebelajaran berbasis projek sebagaimana dalam filosofi Merdeka Belajar mampu menguatkan empat pilar pendidikan karakter. Yakni olah pikir, olah hati, olah raga serta olah rasa dan karsa dengan signifikan mampu menjawab tantangan pendidikan di era digital. Semoga bermanfaat. (*****).

Rujukan:
Daga, A. T. (2020) Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Sekolah Dasar (Sebuah Tinjauan Kurikulum 2006 hingga Kebijakan Merdeka Belajar). Jurnal Edukasi Sumba (JES), 4(2), 107
Faiz, A., & Kurniawaty, I. (2020). Konsep Merdeka Belajar Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Filsafat Progresivisme Konstruktivisme, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 12 (2): 155-164.
Kristiana, D. (2020, 11 Januari). “Merdeka Belajar, Merdeka Mengajar”. Pikiran Rakyat..
Kirk, J., & Miller, M. L. (1986). Reliability and validity in qualitative research (Vol. 1). Thousand Oaks California: Sage. https://dx.doi.org/10.4135/978 1412985659 Kurikulum Merdeka, diakses melalui https://ditpsd.kemdikbud.go.i d/hal/k urikulum-merdeka pada 27 mei 2022
Priyatma, J. E. (2020). “Merdeka Berpikir”. Kompas, hlm. 6.
Romanti. (2022). Guru dan Siswa, Inilah Kurikulum Merdeka! Diakses melalui https://itjen.kemdikbud.go.id/webn/2022/02/19/guru-dansiswa-inilah-kurikulum merdeka/.

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *