Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelola Emosi dengan  Layanan Bimbingan Klasikal Metode Blended Learning

Oleh: Nelson Sihaloho

Abstrak:

Guru Bimbingan Konseling (BK) dalam menjalankan yugas-tugas profesionalismenya  dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan layanan bimbingan klasikal.

Salah satu tugas perkembangan siswa adalah kemampuan untuk mengelola emosinya dengan baik. Guru BK apabila masuk dalam menjalankan tugasnya dalam kelas adalah memberikan layanan bimbingan klasikal.

Umumnya layanan klasikal dilakukan untuk memberikan informasi kepada siswa. Layanan klasikal biasanya diberikan kepada siswa di dalam kelas yang menunjukkan adanya proses bimbingan yang disusun dengan baik dan siap untuk diberikan terhadap siswa dengan cara terjadwal. Layanan bimbingan klasikal merupakan salah satu pelayanan dasar dalam BK yang dirancang menuntun guru BK melakukan kontak langsung terhadap siswa dengan pola terjadwal. Diantaranya kegiatan diskusi, tanya jawab bahkan praktik langsung yang dapat mengarahkan siswa untuk lebih aktif dan kreatif menghadapi tugas-tugas perkembangannya.

Dalam menjalankan tugas-tugas perkembangannya umumnya siswa banyak mengalami hambatan. Salah satu diantaranya adalah siswa dituntut untuk mampu mengelola emosionalnya dengan baik.

Agar layanan bimbingan klasikal bisa diimpelementasikan dengan efektif maka guru BK juga dituntut untuk mampu menerapkan berbagai metode. Salah satu diantaranya adalah metode blended learning.

Metode blended learning juga berpotensi besar diimplementasikan dengan menggabungkan layanan bimbingan klasikal tatap muka atau luring dengan layanan bimbingan klasikal online atau daring.

Kata kunci: mengelola emosi, layanan bimbingan klasikal, blended learnig

Pentingnya Mengelola Emosi

Merujuk pada pendapat Daniel Golemen (1999) dengan bukunya “Emotional Intelligence” membagi dimensi  perasaan (emosi) meliputi:
(1) kesadaran diri;
(2) motivasi; (3)
pengakuan diri;
(4) empati; dan
(5) kecakapan membina hubungan dengan orang lain. Kelima dimensi emosi apabila disederhanakan menjadi empat dimensi emosi dilengkapi beberapa kompetensi. Yakni:

(1) kesadaran diri, yang meliputi kompetensi: kesadaran diri emosi, penilaian diri yang akurat dan kepercayaan diri

(2) pengelolaan diri, meliputi kompetensi: pengendalian diri, transparansi, kemampuan menyesuaikan diri, prestasi, inisiatif dan optimisme

(3) kesadaran sosial, meliputi kompetensi: empati, kesadaran berorganisasi dan pelayanan

(4) pengelolaan relasi, meliputi kompetensi: inspirasi, pengaruh, mengembangkan orang lain, katalisator perubahan, pengelolaan konflik dan kerja tim dalam kolaborasi.

Emosi merupakan salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan dari individu. Emosi dibutuhkan untuk membantu individu agar lebih mudah beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan emosi yang dimiliki, individu diharapkan mampu mengekspresikan serta menyalurkan perasaannya dengan tepat. Emosi juga berperan penting membuat individu pandai dalam mengatur serta mengelola emosinya dengan baik, agar individu tersebut dapat diterima oleh lingkungannya.

Kemampuan individu dalam mengelola emosi tentu berbeda, tidak semua individu mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat, bahkan sering mengarah pada perilaku negatif.

Sebagaimana pendapat Peter Solovey dalam Bahiroh&Sumarwoto (2016:3) menyatakan bahwa pengelolaan emosi merupakan kesadaran diri dalam membantu dan mengungkapkan perasaan.

Adapun menurut Putri (2015:1) mengelola emosi berarti menangani perasaan agar terungkap dengan tepat. Goleman dalam Bahiroh & Sumarwoto (2016:3) menyatakan pengelolaan emosi didefinisikan kemampuan untuk mengatur perasaan, menenangkan diri, melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, dengan tujuan untuk keseimbangan emosi.

Dengan demikian disimpulkan bahwa kemampuan pengelolaan emosi yaitu kemampuan untuk mengatur perasaan, menenangkan diri, melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, dengan tujuan untuk keseimbangan emosi.

Individu dengan kemampuan pengelolaan emosi yang baik, memiliki karakteristik tersendiri. Sebagaimana diungkapkan Sihombing (2016:2) yaitu akan lebih cakap menangani ketegangan emosi. Lebih lanjut Reivich&Shatte dalam Sihombing (2016:20) menyatakan dua hal penting yang terkait dengan kemampuan emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing).

Dengan demikian karakteristik kemampuan pengelolaan emosi, antara lain:

(1) lebih cakap menangani ketegangan emosi
(2) memiliki ketenangan yang baik, dan

(3) memiliki fokus yang baik.

Emosi sebagai bentuk ungkapan dari kondisi yang dialami, seperti rasa marah, sedih, kecewa, dan kesal. Emosi dibutuhkan untuk membantu individu agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Nadhiroh (2015:56) menyatakan manfaat pengelolaan emosi antara lain

(1). Mereduksi ketegangan akibat emosi yang memuncak Kemunculan dari emosi menyebabkan individu harus mampu untuk mengungkapkan secara tepat.

(2). Mengurangi penyakit psikis individu.

(3). Mengurangi kekecewaan apabila gagal mencapai tujuan. Dalam pembelajaran misalnya tidak semua tujuan yang ditargetkan oleh peserta didik dapat tercapai. Seringkali peserta didik mengalami kegagalan sehingga menimbulkan kekecewaan. Kekecewaan yang dialami peserta didik akan memunculkan reaksi emosional. Reaksi emosional tersebut mendorong individu untuk bertindak sesuai emosi yang dialaminya.

(4). Menghindarkan perilaku negative.

Layanan Bimbingan Klasikal

Banyak ahli psikologi menyebutkan bahwa dari semua aspek perkembangan, yang paling sulit diklasifikasi adalah perkembangan emosional. Tatkala siswa menghadapi masalah, siswa cenderung tidak dapat mengendalikan emosinya, sehingga larut dalam masalahnya. Banyak siswa di masa pandemic Covid-19 sering melanggar aturan, datang terlambat, bolos, prestasi belajar yang menurun bahkan ada yang tidak mengerjakan PR meski sudah lebih satu semester ditagih.

Tingkah laku siswa sebagaimana diuraikan itu merupakan contih kecil akibat tidak mampunya siswa mengelola emosinya.  Karena itu kemampuan mengendalikan emosi sangat penting untuk diberikan terhadap siswa  utamanya oleh Guru BK.

BK memiliki peranan penting dalam membantu siswa agar memiliki kemampuan mengendalikan emosinya. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan layanan bimbingan klasikal metode blended learning. Menurut Gazda (dalam Mastur dan Triyono, 2014:2) menyatakan bahwa bimbingan klasikal merupakan “Suatu bimbingan yang digunakan untuk mencegah masalah-masalah perkembangan meliputi: informasi pendidikan, pekerjaan, personal, dan sosial dilaksanakan dalam bentuk pengajaran yang sistematis dalam suatu ruang kelas yang berisi antara 20-25 siswa dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman diri dan orang lain serta perubahan sikap dengan menggunakan berbagai media dan dinamika kelompok.

Sedangkan Bimbingan klasikal dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling (2016:63) merupakan kegiatan layanan yang diberikan kepada sejumlah peserta didik/konseli dalam satu rombongan belajar dan dilaksanakan di kelas dalam bentuk tatap muka antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan peserta didik/konseli. Sedangkan menurut Yusuf dan Nurihsan (2008:26) bahwa bimbingan klasikal sebagai layanan dasar yakni layanan bantuan bagi peserta didik (siswa) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal yang disajikan dengan sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal. Dengan demikian bahwa bimbingan klasikal adalah layanan yang diberikan kepada siswa dalam bentuk tatap muka melalui kegiatan klasikal, yang disajikan dengan cara sistematis serta memberikan pemahaman diri.

Menurut Supriyoh, 2010:5 (dalam Shalima Meynar P (2015:36) Layanan klasikal atau yang labih sering dikenal dengan bimbingan klasikal merupakan layanan bimbingan yang sasarannya kepada seluruh siswa dalam kelas atau gabungan kelas. Layanan kalsikal ini bersifat preventif dengan tujuan agar tidak muncul masalah, layanan ini juga merupakan usaha untuk menjaga agar keadaan yang sudah baik agar tetap baik.

Kegiatan layanan bimbingan klasikal bertujuan membantu peserta didik/konseli agar dapat mencapai kemandirian dalam kehidupannya, perkembangan yang utuh dan optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir, serta mencapai keselarasan antara pikiran, perasaan dan perilaku (Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling 2016:63). Menurut Yusuf dan Nurihsan (2008:13) adapun tujuan bimbingan klasikal adalah:

1) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan dimasa yang akan datang.

2) Mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki secara optimal

3) Menyesuikan diri dengan lingkungan diri dan masyarakat. Dalam pelaksanaan bimbingan klasikal terdapat langkah-langkah pelaksanaannya.

4) Langkah-langkah tersebut yaitu persiapan, pelaksanaan (pendahuluan, inti dan penutup) serta evaluasi. Karena itu untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola emosi dengan layanan bimbingan klasikal dapat dilakukan dengan metode blended learning.

Menurut Sari (2013) pembelajaran blended learning merupakan jenis pembelajaran yang menggabungkan pengajaran klasikal (face to face) dengan pengajaran online. Blended learning menawarkan fleksibilitas dalam hal waktu, tempat, dan variasi metode pembelajaran yang lebih banyak dibandingkan metode online maupun face to face.

Blended learning dikembangkan karena kelemahan-kelemahan yang muncul pada pembelajaran tatap muka (face to face) dan e-learning. Pembelajaran campuran atau blended learning merupakan sebuah strategi belajar mengajar yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara memadukan pembelajaran berbasis kelas/tatap muka dengan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi yang dilakukan secaran daring (online).

Penambahan inovasi pembelajaran yang tepat akan membangkitkan kemandirian serta percaya diri siswa yang telah berusaha mencari dan mengeksplorasi sumber belajar tidak hanya dari guru saja. Keterbatasan guru BK dalam memberikan layanan secara langsung dengan tatap muka maka blended learning merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk memberikan layanan bimbingan klasikal.

Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi, berkomunikasi dan berkolaborasi. Abad 21 terkenal dengan masa pengetahuan (knowledge age), upaya dan alternatife berbagai konteks yang berbasis pengetahuan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan bidang pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge based education), pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan dan pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based social empowering), dan pengembangan dalam bidang industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based industry) (Mukhadis, 2013). Pembelajaran abad 21 menjadi semakin penting untuk menjamin siswa memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). Abad 21 juga ditandai dengan beberapa hal :

(1) Informasi yang tersedia dimana saja dan dapat diakses kapan saja

(2) Komputasi yang semakin cepat

(3) Otomasi yang menggantikan pekerjaan-pekerjaan rutin

(4) Kapan dan dimanapun dalam berkomunikasi dapat dilakukan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu (Litbang Kemdikbud, 2013).

Sebagaimana Rusman (2012) menyatakan bahwa “Solusi blended learning yang sering digunakan adalah 50 persen pembelajaran daring (online) dengan 50 persen model pembelajaran tatap muka (face to face) yang bisa menggabungkan kedua sisi, atau 75 persen daring (online) dengan 25 persen tatap muka (face to face). Pembelajaran untuk total daring (online) tidak dianjurkan untuk kontak bagi yang tidak mungkin atau tidak masuk akal terhadap para pembelajar untuk datang bersama-sama, misalnya : acara berlevel internasional, program belajar pelatihan internasional, atau proyek-proyek yang pembelajarnya tidak dapat meninggalkan tempat operasionalnya.

Blended learning dikembangkan karena kelemahan-kelemahan yang muncul pada pembelajaran  tatap  muka  (face-toface)  dan  e-learning.  Selain  dikembangkan  karena  munculnya    kelemahan    dari    kedua    pembelajaran    tersebut,    blended    learning dikembangkan  karena  kelebihan  dari  pembelajaran  tatap  muka  (face-to-face)  dan  e-learning.  Kelebihan  dari  blended  learning  sebagaimana diungkapkan Kusairi (dalam Deklara dkk 2018), yaitu:
(a). peserta didik leluasa untuk mempelajari materi pelajaran secara mandiri dengan  memanfaatkan materi materi yang tersedia secara online.
(b). peserta  didik  dapat  berkomunikasi/  berdiskusi  dengan  pengajar  atau  peserta  didik lain yang tidak  harus dilakukan saat di kelas (tatap muka).

(c). kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik di luar jam tatap muka dapat dikelola dan dikontrol dengan baik oleh pengajar (d). pengajar dapat menambahkan materi pengayaan melalui fasilitas internet.
(e). pengajar  dapat  meminta  peserta  didik  membaca  materi  atau  mengerjakan  tes yang dilakukan sebelum pembelajaran
(f). pengajar dapat menyelenggarakan kuis, memberikan balikan, dan memanfaatkan hasil tes dengan efektif.
(g). peserta didik dapat saling berbagi file dengan peserta didik lainnya. Dengan demikian bahwa kemampuan siswa dalam mengelola emosinya dapat dilakukan dengan layanan bimbingan klasikal metode blended learning. Kegiatan  layanan pembelajaran klasikal juga  bisa  dilakukan  di  luar  jam  tatap muka atau dilakukan melalui internet (online). Sehingga peserta didik bisa mempelajari dan  memanfaatkan  materi  yang  sudah  disiapkan  oleh  guru BK seperti materi pengelolaan emosi dan materi lain yang relevan. Selain itu siswa  bisa berkomunikasi  saling  berdiskusi  dan  berbagi  wawasan  lain  terkait  dengan materi layanan klasikal  yang  disampaikan. Jam  layanan klasikal  BK yang sangat  terbatas  bahkan  ada  sekola  yang  tidak  lagi memberikan    jam layanan klasikal BK  untuk    masuk    kelas, semakin mempermudah  guru  BK dalam  memberikan  layanan  klasikalnya. Blended   learning   ini   dapat   meningkatkan siswa dalam mengelola emosinya dapat dilakukan memberikan sebuah topik terlebih dahulu yang  akan dijelaskan secara umum. Siswa  diminta  untuk  wajib menguasai dan memahami atas  apa yang telah di jelaskan guru BK.
Siswa diberikan penugasan untuk membahas  kembali  topik dengan lebih mendalam. Semoga bermanfaat.  (****).

Rujukan:

1.     Carman, J.M. 2005. Blended Learning Design: Five Key Ingredients. Diunduh dari melalui http://www.agilantlearning.com/ /Blended%20Learning%-  20 Design. pdf pada tanggal 2 Februari 2018.

2.     Discoll, M. 2002. Blended Learning:Let’s Get Beyond the Hype. Djati, Bonett S. L. 2007. Simulasi Teori dan Aplikasinya. Edisi Pertama. Yogyakarta. Andi.

3.     Husamah. 2014. Pembelajaran Bauran (Blended Learning). Jakarta: Prestasi Pustaka Raya

4.     Rusman. 2009. Pembelajaran Berbasis Komputer, dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran.Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

5.     ———-. 2011. Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta: Raja Grafindo Persada

6.     Thorne, Kaye. 2003. Blended Learning : How to Integrate Online and Tradicional Learning, London : Kogan Page Publishers.

7.     Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *