Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional
Banyak kisah-kisah inspiratif yang mengajarkan tentang bagaimana orang bias hidup dengan sukses.
Kisah-kisah perjuangan orang-orang yang memulai karir dari “nol” hingga mampu menjadi pemimpin dunia. Bahkan tidak jarang mereka sering mendapatkan “cemohan” dari orang-orang disekitarnya. Kisah-kisah mereka pada akhirnya menginspirasi banyak orang bagaimana suatu keberhasilan bukan di dapatkan dengan cara “instan”. Banyak “talkshow dan seminar-seminar” yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga bagaimana agar bias menjadi orang sukses.
Bagaimana dengan peserta didik? Apakah para guru-guru sudah sering memberikan topik-topik yang berkaitan dengan cara sukses yang benar dikalangan peserta didik. Di masa pandemic sekarang ini menuju “New Normal” peserta didik harus terus didorong untuk menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Metode “berpikir bisa” diharapkan mampu mengembangkan seluruh aspek psikologis dan psikis peserta didik.
Bahkan diharapkan bisa mengurangi tingkat kecemasan peserta didik maupun orang tua terhadap Covid-19 yang kita hadapi bersama. Dengan metode “berpikir bisa” dan semangat gotong royong kita mampu mengatasi pandemic untuk membangun bangsa kearah yang lebih baik. Orientasi seringkali diidentikkkan dengan bayangan kehidupan dikemudian hari, tetapi antisipasinya lebih bernuansa fantasi/lamunan yang terkesan kurang realistis. Meski demikian banyak kalangan menyatakan bahwa peserta didik yang memfokuskan cita-citanya berorientasi ke masa depan cenderung lebih sukses.
Berpikir Tingkat Tinggi
Higher Order Thinking Skills (HOTS) seringkali diterjemahkan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi Paradigma pendidikan di abad 21 serta revolusi industry 4.0, menuntut sumberdaya manusia (SDM) berpikir tingkat tinggi, memiliki kemampuan penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, serta kreatif.
Kemampuan tersebut harus dimiliki peserta didik dalam memecahkan masalah agar mampu menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan semakin maju. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui teknik pembelajaran “berpikir bisa”, yang merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya.
Menurut Anat&Yehudit (2009) bahwa membina keterampilan berpikir tingkat tinggi bagi siswa dianggap sebagai tujuan pendidikan yang penting.Keterampilan penting yang wajib dikembangkan peserta didik dalam menghadapi era global adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat diukur dengan memberikan soal berdasarkan tiga aspek kognitif tersebut (Ramirez & Ganaden, 2008; Hopson, Simms, & Knezek, 2002; Brookhart, 2010). Kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) siswa mencakup tiga aspek kognitif teratas, yaitu analyze, evaluate, dan create (Anderson & Krathwohl, 2010).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat diukur dengan memberikan soal berdasarkan tiga aspek kognitif tersebut (Ramirez & Ganaden, 2008; Hopson, Simms, & Knezek, 2002; Brookhart, 2010). Menurut Heong, 2011, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk menggunakan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasinya untuk mencapai jawaban yang mungkin disituasi baru. Mengutip Gulistan (2015) menyatakan bahwa siswa mampu berpikir tingkat tinggi ketika dihadapkan pada suatu masalah atau pertanyaan sehingga pada akhirnya siswa mampu menghasilkan gagasan untuk memecahkan masalah.
Menurut Surya & Syahputra (2017) pemahaman proses berpikir telah bergeser ke pandangan multidimensi lebih seperti jaringan (kemampuan interaktif yang kompleks) daripada proses linear, hierarkis, atau spiral. Konsep berpikir keterampilan tingkat tinggi menurut Ariyana, Pudjiastuti & Bestary (2018) dipicu oleh 4 kondisi.
Pertama, situasi belajar tertentu memerlukan strategi pembelajaran spesifik
ke dua, kecerdasan merupakan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh lngkungan belajar, strategi, dan kesadaran
ke tuga, berubahnya pandangan dari unidimensi menuju multidimensi yang interaktif.
Ke empat, adanya kemampuan penalaran, analisis, pemecahan masalah, dan berpikir kritis dan kreatif. Dalam pengembangannya, guru harus melibatkan peserta didik dengan pembelajaran atau tugas yang mendorong analisis, sintesis, dan kegiatan evaluasi dalam memproses informasi.
Berpikir Bisa
Banyak resep-resep yang ditawarkan oleh para pakar maupun ilmuwan untuk kekecewaan ataupun frustrasi.
Masa Covid-19 ini apa yang harus kita perbuat. Banyak gagasan-gagasan yang ditawarkan selama masa pademi bahkan tidak menutup kemungkinan ada yang menciptakan gagasan palsu. Gagasan-gagasan palsu ini banyak yang ditawarkan bahwa kita bisa mengendalikan segalanya untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Pikiran yang lemah akan membuat mnusia lemah dan tidak bisa mencapai apa pun.
Sebaliknya, pikiran yang kuat serta didukung dengan semangat dan upaya maksimal memungkinkan kita untuk berhasil. Berpikir bisa, kita pasti bisa, bila orang lain bisa, kita juga pasti bisa. Situasi pandemi seperti sekarang ini memang rentan membuat peserta didik mengalami stres dan masa-masa yang sulit.
Kesejahteraan psikis mereka sangat penting diperhatikan serta menekankan pentingnya berpikiran positif. Dalam mengerjakan maupun menyelesaikan tugas-tugas peserta didik juga perlu ditekankan agar mereka berpikir kritis. Berpikir kritis atau critical thinking adalah sebuah kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang ingin diyakini sebagai kebenaran.
Selain kritis berpikir, bersikap skeptis atau meragukan adalah senjata terpenting untuk mengolah informasi yang di peroleh.
Pemikiran kritis (critical thinking) umumnya dianggap sebagai cara berpikir seseorang untuk meningkatkan kualitas pemikirannya. Hal tersebut bisa dilakukan melalui aktivitas menganalisa, menilai, merekonstruksi pemikirannya dengan baik.
Aktifitas ini sejatinya harus diarahkan pada inisiatif, disiplin, pantauan, dan koreksi pribadi. Berpikir dengan kritis kemudian akan menjadi salah satu instrumen utama dalam literasi digital di tengah-tengah dominasi media massa. Pakar kesehatan mental misalnya menganjurkan masyarakat agar berpikir positif sebagai strategi mengatasi masalah kesehatan mental di tengah ketidakpastian dan kecemasan yang tinggi akibat pandemi COVID-19.
Adanya anggapan bahwa berpikir positif dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Peningkatan kewaspadaan lebih relevan apabila dibandingkan dengan “berpikir positif”. Oleh karena itu peserta didik lebih ditekankan untuk selalu berpikir bisa dalam menghadapi masa Covid-19 dengan meningkatkan kewaspadaan. Ketenangan para peserta didik penting diutamakan agar mereka bisa mengatasi masalah hidup dengan baik. Banyak study dan penelitian yang membuktikan bahwa pikiran berpengaruh pada Kesehatan.
Orientasi Masa Depan
Banyak ahli yang memberikan pengertian dan defenisi tentang orientasi masa depan. Salah satu diantaranya adalah Chaplin (2008) menganggap bahwa orientasi masa depan sebagai suatu fenomena kognitif-motivasional yang kompleks.
Orientasi masa depan berkaitan erat dengan skema kognitif, yaitu suatu organisasi perceptual dari pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan pengalam masa kini dan masa yang akan datang. Sejalan den gan itu Sadardjoen (2008) menyatakan bahwa orientasi masa depan adalah upaya antisipasi terhadap harapan masa depan yang menjanjikan.
Perhatian dan harapan yang terbentuk tentang masa depan maupun perencanaan untuk mewujudkannya, dikenal dengan orientasi masa depan (OMD). Mengutip Trommsdoff (dalam Steinberg, 2009) mengemukakan bahwa orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yaitu antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa depan dalam interaksinya dengan lingkungan. Nurmi (dalam Steinberg, 2009) orientasi masa depan merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Nurmi,et.al, proses pembentukan orientasi masa depan, secara umum dibagi menjadi tiga tahap. Yakni, tahap motivasi, tahap perencananaan serta tahap evaluasi.
Dalam pandangan kita umumnya setiap orang ingin sukses. Kesuksesan merupakan keinginan wajar dan normal setiap orang atau individu.
Banyak kisah yang bis akita petik dari orang-orang yang sukses dalam kehidupannya. Orang sukses umumnya diidentikkan dengan orang yang memiliki tujuan masa depan dan membuat langkah-langkah perencanaan dalam mencapai tujuan hidupnya. Mengutip Afifah (2011) mengungkapkan disisi lain memikirkan masa depan dan membuat rencana bukan menjadi prioritas utama bagi individu tersebut, sedangkan di era globalisasi seperti sekarang masa depan dan rencana yang jelas merupakan suatu kewajiban agar mendapat jalan menuju kesuksesan dan dapat bertahan dalam persaingan didunia kerja yang ketat.
Desmita (2015), menyatakannya sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, orientasi masa depan berkaitan erat dengan skemata kognitif. Yakni suatu organisasi perceptual dari pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan pengalaman masa kini dan di masa yang akan datang.
Orientasi masa depan adalah upaya antisipasi terhadap masa depan yang menjanjikan. Agar peserta didik sukses dimasa depan dukungan orang tua sangat dibutuhkan. Menurut Bow (2009) dukungan orang tua adalah tugas orang tua memberikan arahan, bimbingan dan motivasi pada anak, agar dapat mengoptimalkan diri sesuai bakatnya, dan tentunya dapat meraih prestasi yang maksimal. Friedman (2008) dukungan orang tua adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya.
Anggota orang tua memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Intinya bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini terbentuk dari sekumpulan skema, sikap atau asumsi dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan dan cita-cita baru demi menggapai masa depan yang lebih baik.
Penguatan Motivasi
Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penentu kemajuan bangsa. Potensi SDM bisa menjadi pendukung terhadap kemajuan sebuah negara. Motivasi yang baik sangat penting diberikan terhadap peserta didik agar menjadi insan-insan yang terus berjuang demi keberhasilan mereka.
Sebagaimana Nurmi (dalam Desmita 2005), menyatakan bahwa perkembangan motivasi dari orientasi masa depan merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan beberapa sub tahap. Yakni
pertama, munculnya pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik.
Ke dua, individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan dengan minat baru tersebut.
Ke tiga, menentukan tujuan spesifik, kemudian memutuskan kesiapannya untuk membuat komitmen yang berisikan tujuan tersebut.
Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan.
Seseorang yang memiliki pandangan jauh ke masa depan selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya. Indikator variabel berorientasi masa depan adalah memiliki visi dan perspektif terhadap masa depan.
Dengan demikian melakukan penguatan motivasi dengan selalu menekankan terhadap peserta didik agar sukses di masa depan. Sukses di masa depan harus dilakukan dengan bekerja keras, gigih, ulet, meminimalisir segala bentuk penyimpangan-penyimpangan yang kurang baik.
Sebab pada umumnya penyimpangan-penyimpangan dan persekongkolan-persekongkolan sifatnya cenderung merusak system yang baik. Sebagai peserta didik orientasikanlah masa depan anda kea rah yang lebih baik. Semoga.
(Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).
Rujukan:
1. Arends. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar). (terjemahan Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). New York, NY: The McGraw-Hill Campanies, Inc. (Buku asli diterbitkan tahun 2007).
2. Davis, G. A. 2012. Anak Berbakat & Pendidikan Keberbakatan. (Terjemahan Ati Cahayani). Scottsdale: Great Potential Press. (Buku asli diterbitkan tahun 2006)
3. Eggen, P., & Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajar: Konten dan Keterampilan Berpikir. (terjemahan Satrio Wahono). Boston: Pearson Educational Inc. (Buku asli diterbitkan tahun 2012).
4. Fathurrohman, Suryana & Fatriani. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama.
Komentar