Relevansi Tuntutan Perubahan Terhadap Praktik Pendidikan

Oleh: Nelson Sihaloho

Rasional
Semakin masifnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)  maupun teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini mengindikasikan bahwa sumberdaya manusia (SDM) kompetitif yang sangat dibutuhkan.

Dalam menghadapi persaingan kerja khususnya di masa depan soft skill seseorang sangat dibutuhkan. Sebab selain jeli dalam memecahkan masalah yang kompleks, berpikir kritis, kreatifitas, manajemen manusia, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, berorientasi servis, negosiasi, fleksibel, dan kemampuan kognitif. Tuntutan perubahan terhadap praktik pendidikan memiliki relevansi yang signifikan dalam peningkatan SDM suatu bangsa terutama dalam era industry 4.0.
Industri 4.0 bercirikan kehadiran teknologi-teknologi baru yang meleburkan dunia fisik, digital, dan biologis, yang diwujudkan dalam bentuk robot, perangkat computer yang mobile, kecerdasan buatan, kendaraan tanpa pengemudi, pengeditan genetic, digitalisasi pada layanan public, dan sebagaimnya.

Mengutip Wibawa (2018), dunia pendidikan saat ini juga dituntut mampu membekali para peserta didik dengan keterampilan abad 21. Kemampuan yang harus dimiliki di abad 21 ini meliputi: Leadership, Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligence, Entrepreneurship, Global Citizenship, Problem Solving, Team-working. Sedangkan tiga isu pendidikan di Indonesia saat ini adalah Pendidikan karakter, pendidikan vokasi, inovasi.

Perkuat Soft Skill

Ciri utama era revolusi industri 4.0 adalah semakin berkurangnya peran manusia secara fisik dalam berbagai aktivitas sehari-hari dan produksi. Perubahan dunia yang demikian cepat, harus diiringi dengan praktik pendidikan yang relevan terhadap perubahan.

Di masa mendatang, tantangan hidup tidak akan mudah bahkan cenderung semakin sulit. Tugas-tugas yang memerlukan keahlian berpikir (expert thinking) dan komunikasi yang kompleks (complex communication) menjadi sangat penting dikuasai oleh setiap orang di masa depan. Revolusi industri ditandai dengan munculnya teknologi digital yang sangat masif terhadap kehidupan manusia di seluruh dunia. Revolusi industri terkini atau generasi ke empat mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses aktifitas. Teknologi internet yang semakin masif tidak hanya menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi juga telah menjadi basis transaksi perdagangan, transportasi secara online.

Fokus keahlian bidang Pendidikan abad 21 saat ini meliputi cretivity, critical thingking/problem solving, communication, collaboration/team-working, leadership, digital literacy, emotional intelligence, entrepreneurship, dan global citizenship. Berkaitan dengan hal tersebut maka guru dituntut untuk mampu membangun atmosfir yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis peserta didik. Kebutuhan itu adalah,

pertama, needs for competence, setiap peserta didik membutuhkan merasa bisa, interaksi pembelajaran harus mampu membuat peserta didik merasa bisa.

Ke dua, needs for autonomy, artinya setiap peserta didik butuh merasa “otonom” dengan mendapatkan kebebasan (freedom) dan kepercayaan (trust).

Ke tiga, needs for relatedness, artinya setiap peserta didik membutuhkan merasa dirinya bagian dari suatu kelompok, dan berinteraksi dalam kelompok.

Merujuk pada ke tiga kebutuhan tersebut maka dibutuhkan kemampuan ataupun ketrampilan soft skill. Mengutip pendapat Berthal (dalam Sudiana, 2010) menyatakan bahwa soft skill didefinisikan sebagai: “Personal and interpersonal behaviours that develop and maximize human perfomance (e.g. coaching, team building, initiative, decision making, etc. Soft skills does not include technical  skills such as financial, computing and assembly skills” Soft skill adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Nuryata (2011: 15) menyatakan bahwa “soft skill atau people skill dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills.

Intrapersonal skill adalah keterampilan seseorang dalam “mengatur” diri sendiri, sedangkan interpersonal skill adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain”. Intrapersonal skill dipahami sebagai kecakapan diri pribadi atau berhubungan dengan diri sendiri. Kecakapan ini terdiri: pertama, transforming character (kemampuan mewujudkan karakter/watak).
Ke dua, transforming beliefs (kemampuan mewujudkan keyakinan)

ke tiga, change management (kemampuan menghadapi dan mengelola perubahan).

Ke empat, strees management (kemampuan pengelolaan stress)
ke lima, time management (kemampuan mengelola waktu)
ke enam, creative thinking processes (kemampuan proses dan berpikir kreatif). Ke tujuh, goal setting & life purpose (kemampuan menentukan dan mencapai tujuan),
ke delapan, accelerated learning techniques (kemampuan melakukan percepatan belajar).
Sedangkan interpersonal skills dengan mudah dapat dipahami sebagai kecakapan bergaul atau berhubungan dengan orang lain. Kecakapan ini terdiri atas, pertama, communication skills (keterampilan berkomunikasi), ke dua, relationship building (kemampuan membangun/hubungan). Ke tiga, motivation skills (keterampilan memotivasi), ke empat, leadership skills (kecakapan memimpin), ke lima, self-marketing (kecakapan mempromosikan diri). Ke enam, negotiation skills (kecakapan bernegosiasi), ke tujuh, presentation skills (kecakapan presentasi atau menjelaskan pemikiran), dan ke delapan,  public speaking skills (kecakapan berbicara di depan umum).

Pntingnya Relevansi

Tuntutan relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja dalam arti luas mengisyaratkan semakin pentingnya dikuasai sejumlah kompetensi yang dapat diimplementasikan pada saat bekerja. Berkaitan dengan hal ini maka soft skill merupakan modal dasar para peserta didik untuk dapat berkembang secara maksimal sesuai pribadi masing-masing. Pentingnya pengembangan soft skill dan life skills trehadap peserta didik, karena banyak lulusan sekolah yang tidak mampu mengaplikasikan ilmu mereka di masyarakat.

Pendidikan pada era industry 4.0 perlu dipandang sebagai pengembangan kompetensi yang terdiri dari tiga komponen besar, yakni kompetensi berpikir, bertindak, dan hidup di dunia (Greenstein, 2012). Komponen berpikir meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, dan pemecahan masalah. Komponen bertindak meliputi komunikasi, kolaborasi, literasi digital, dan literasi teknologi. Komponen   hidup di dunia meliputi inisiatif, mengarahkan diri (self-direction), pemahaman global, serta tanggung jawab sosial.

Praksis pendidikan di sekolah yang bertumpu pada transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik kini tidak efektif lagi. Namun harus diimplementasikan dengan merujuk pada paradigma baru pendidikan yang bercirikan peserta didik sebagai konektor, creator, dan konstruktivis dalam rangka produksi dan aplikasi pengetahuan serta inovasi (Brown-Martin, 2017).

Dengan demikian guru dituntut untuk mengubah cara pandang pendidikan baik metode pembelajaran maupun konsep pendidikan sesuai dengan tuntutan era Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 yang sarat akan teknologi yang super cepat akan membawa perubahan yang cukup signifikan, salah satunya terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Perubahan dalam sistem pendidikan membawa efek pada peran guru sebagai tenaga pendidik.
Guru dituntut memiliki kompetensi tinggi untuk menghasilkan peserta didik yang mampu menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0. Di era disrupsi guru harus memiliki kompetensi yang kuat, memiliki soft skil yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif. Peran guru sebagai teladan karakter, menebar passion dan inspiratif. Inilah peran yang tak akan dapat digantikan oleh teknologi. Guru harus mampu membangun atmosphere yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis peserta didik, yang meliputi: needs for competence, setiap peserta didik butuh merasa bisa, artinya interaksi dalam pembelajaran mampu membuat peserta didik merasa bisa.

Hal ini dapat dilakukan dengan jalan memberikan penghargaan atas hasil belajar peserta didik. Needs for Autonomy, setiap peserta didik butuh merasa ‘otonom’ dengan mendapat kebebasan dan kepercayaan karena setiap pembelajar yang otonom tidak akan bergantung pada guru dalam belajar. Needs for relatedness, setiap peserta didik membutuhkan merasa dirinya bagian dari suatu kelompok, dan berinteraksi dalam kelompok. Jadi proses pembelajaran harus mampu memupuk interaksi kolegialitas dan saling support. Sustainable learning, agar peserta didik mampu melewati era disrupsi, dan memasuki era baru yang disebut Abundant Era, yaitu serba melimpahnya informasi, media dan sumber belajar. Untuk mencapai keterampilan abad 21, dalam bahasa Wibawa (2018) trend pembelajaran dan best practice juga harus disesuaikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau blended learning.

Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi dalam pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa dalam kelas. Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap pembelajaran.

Mengubah Paradigma

Paradigma berpikir diidentikkan dengan bagaimana kita untuk mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan laju perkembangan iptek. Paradigma berkaitan dengan sudut pandang, perspektif, dan mindset yang melibatkan pengetahuan dan sikap. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill), tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Paradigma proses belajar dan pembelajaran juga harus diubah. Proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik mengacu pada kemampuan mengaktualkan, mengorganisir semua pengetahuan, keterampilan yang dimiliki masing-masing individu dalam menghadapi segala jenis pekerjaan berdasarkan basis pendidikan yang dimilikinya (memiliki hard skill).

Proses belajar juga mengacu pada kemampuan mengaktualkan dan mengorganisasi berbagai kemampuan yang ada pada masing-masing individu dalam suatu keteraturan sistemik menuju suatu tujuan bersama.

Perbuatan mendidik adalah proses transfer nilai (transfer of value), sedangkan mengajar merupakan proses transfer pengetahuan (transfer of knowledge).
Menurut buku Lesson From The Top karya Neff dan Citrin (1999) yang memuat sharing dan wawancara 50 orang tersukses di Amerika: mereka sepakat bahwa yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills). Riset tersebut diperkuat lagi oleh hasil survey Tempo tentang karakter yang harus dimiliki oleh orang yang berhasil mencapai puncak karir. Yakni (1) mau bekerja keras, (2) kepercayaan diri tinggi, (3) mempunyai visi ke depan, (4) bisa bekerja dalam tim, (5) memiliki kepercayaan matang, (6) mampu berpikir analitis, (7) mudah beradaptasi, (8) mampu bekerja dalam tekanan, (9) cakap berbahasa Inggris, dan (10) mampu mengorganisir pekerjaan. Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu melakukan perubahan terhadap pola pikir maupun kemampuan peserta didik. Contohnya adalah harus enable, yang artinya membuat orang yang tidak bisa menjadi bisa.

Yang tidak mampu menjadi mampu. Kemudian, respect berarti adanya rasa saling menghormati dan meninggikan satu sama lain. Disinilah pentingnya peranan dari soft skills, yakni adanya kemampuan mengelola diri secara tepat dan kemampuan membangun relasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan mengelola diri disebut dengan intrapersonal skills, sedangkan kemampuan membangun relasi dengan orang lain disebut dengan interpersonal skills.
Energi positif harus dibangun serta relevan dengan  tuntutan perubahan. Relevansi tuntutan perubahan terhadap praktik pendidikan harus dilakukan dengan baik seiring dengan perkembangan Iptek. Praktik-praktik pendidikan yang tidak sesuai dengan perubahan zaman dan teknologi akan semakin tertinggal. Mencermati hal demikian praktik-praktik pelaksanaan dalam meningkatkan mutu serta kualitas SDM harus benar-benar mengacu pada tuntutan era industry 4.0.

(Penulis: adalah guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan
1. Hartanto, A. 2018. Making Indonesia 4.0. Jakarta. http://www. kemenperin. go.id/downloa d/18384
2. Koesoema, Doni A. 2010. Pendidikan Karakter-Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
3. Wafi, A. Y. 2019. Mengenal Lebih Dalam Apa Itu Revolusi Industri 4.0 dalam https://www.kompasiana.com/wafiahmad/5dce6752d541df3e090b6772/mengenal – lebih-dalam-apa-itu-revolusi-industri-4-0 Diakses 30 November 2019.
4. Wongso, J. 2019. “Senjata” Indonesia dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dalam https://www.kompasiana.com/jonathanwongso2230/5dd1426bd541 df1 5a87c8e83/senjata-indonesia-dalam-menghadapi-revolusi-industri-4-0 Diakses 30 November 2019.

Komentar