Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional
Pada hakikatnya setiap peserta didik memiliki potensi bahkan potensi yang mereka miliki pun berbeda-beda. Potensi seringkali diartikan sebagai kesanggupan, daya, kemampuan untuk lebih berkembang.
Potensi peserta didik adalah kapasitas atau kemampuan dan karakteristik/sifat individu yang berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemungkinan dikembangkan dan atau menunjang pengembangan potensi lain yang terdapat dalam diri peserta didik.
Setiap peserta didik mempunyai potensi, baik fisik, intelektual, kepribadian, minat, moral, mau pun religi. Setiap individu memiliki potensi diri, dan tentu berbeda setiap apa yang dimiliki antara satu orang dengan orang lain. Potensi diri dibedakan menjadi dua bentuk yaitu potensi fisik dan potensi mental atau psikis. Potensi diri fisik adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan apabila dilatih dengan baik. Kemampuan yang terlatih ini akan menjadi suatu kecakapan, keahlian, dan ketrampilan dalam bidang tertentu. Potensi diri fisik akan semakin berkembang apabila secara intens dilatih dan dipelihara.
Potensi diri psikis adalah bentuk kekuatan diri secara kejiwaan yang dimiliki seseorang dan memungkinkan untuk ditingkatkan dan dikembangkan apabila dipelajari daan dilatih dengan baik.
Namun seringkali tanpa kita sadari bahwa dalam komunikasi di lingkungan keluarga misalnya pembicaraan yang kurang mengembangkan konsep diri positif sering juga kita lakukan. Manipulasi data bahkan hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan karena dilihat oleh peserta didik maka potensinya malah tidak berkembang. Memberikan support dan energy yang sering tidak sesuai dengan kenyataaan akan“mengecewakan peserta didik”. Begitu juga sebaliknya memberikan nilai terhadap peserta didik tidak sesuai dengan potensi dan kemampuan bisa jadi membuat anak “besar kepala” dan lambat laun akan menyengsarakan.
Sekilas Gambaran Potensi
Setiap manusia tidak ada yang sempurna, masing-masing individu mempunyai kekurangan dan kelebihan. Orang yang dipandang memiliki kelebihan, tidak seharusnya merasa superior dibanding yang lain. Tetaplah rendah hati, mau membantu orang lain, jika suatu waktu dibutuhkan.
Manusia adalah makhlu yang unik, dan memiliki potensi untuk saling mengisi dan saling melengkapi. Memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya bukan malah sebaliknya.
Pendidikan yang baik mampu mengembangkan berbagai macam potensi diri masing-masing siswa. Perbedaan potensi diri ini harus dapat dipahami dengan baik oleh guru maupun orangtua dalam proses mengembangkan potensi diri anak. Manusia terlahir dengan memiliki potensi diri masing-masing. Bakat merupakan potensi diri yang harus diasah agar potensi diri tersebut dapat tersalurkan dengan baik dan berkembang dengan baik.
Pendidikan formal di sekolah merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan potensi diri peserta didik. Perlu diingat bahwa yang harus mendapatkan perhatian di dalam penyelenggaraan pendidikan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja, seperti pengakuan akan kemampuannya, ingin untuk mendapatkan kepercayaan, kebebasan, dan sebagainya. Potensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan (KBBI 1989:697).
Potensi adalah merupakan kemampuan dasar yang belum terungkap. Sedangan Djamarah (2011:48) menyatakan bahwa “potensi adalah kekuatan atau kesanggupan yang masih terpendam dalam diri seseorang”. Adapun Sugiharso dkk, (2009:2) menyatakan bahwa, ”potensi merupakan daya yang dimiliki oleh setiap manusia”. Untuk mengembangkan potensi peserta didik perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu potensi apa saja yang melekat pada dirinya.
Peserta didik belum sepenuhnya mengembangkan dan menggunakan potensi yang ada pada dirinya. Untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan potensi peserta didik, perlu adanya bantuan yang tepat dalam mendukung tugas-tugas perkembangannya. Budiyanto (dalam Sugiharso dkk 2009:122-123) menyebutkan bahwa, “bentuk potensi diri setiap manusia terdiri atas potensi fisik (psiychomotoric), potensi mental intelektual (intellectual quotient), potensi sosial (emotional quotient), potensi mental spiritual (spiritual quotient), potensi ketahanmalangan (adversity quotient)”. Potensi diri fisik adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan apabila dilatih dengan baik. Kemampuan yang terlatih ini akan menjadi suatu kecakapan, keahlian dan keterampilan pada bidang tertentu. Potensi diri fisik akan semakin berkembang apabila secara intens dilatih dan dipelihara (Habsari 2005:3). Potensi fisik (psiychomotoric) menurut Dirman dan Juarsih (2014:20) tebagi menjadi tiga bentuk yaitu, kesadaran tubuh, kesadaran ruang dan kualitas gerak. Potensi intelegensi lebih dikenal sebagai kecerdasan yang paling banyak berhubungan dengan penilaian akademik peserta didik. Gardner (2006:6) menyatakan bahwa, “an intelligence is a computational capacity to process a certain kind of information that originates in human biology and human psychology. (Kecerdasan adalah kemampuan komputasi untuk memproses jenis tertentu informasi yang berasal biologi manusia dan psikologi manusia)”.
Menurut Gardner (dalam Uno dan Kuadrat, 2014:11) menyatakan bahwa, “inteligensi manusia meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis”. Potensi emosional (emotional quotient/ EQ) kecerdasan emosional pertama kali dikemukakan Salovey dan Mayer (2000:212) Mereka menggambarkan kecerdasan emosional sebagai “a form of social intelligence that involves the ability to monitor one’s own and other’s fellings and emotions, to discriminate among them, and to use this information to guide one’s thinking and action“. (himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing fikiran dan tindakan). Menurut Goleman (dalam Uno dan Kuadrat, 2014:15) menyatakan bahwa, “ada lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional. Lima wilayah tersebut adalah kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan”.
Sedangkan potensi Spiritual (Spiritual Quotient/ SQ) adalah potensi atau kemampuan yang dimiliki individu untuk berhubungan secara mendalam dan harmonis dengan Tuhan, sesema manusia, dengan lingkungan dan hati nuraninya.
Ada beberapa ciri anak yang memiliki potensi kecerdasan spiritual yang tinggi. Adapun ciri tersebut menurut Safaria (2007:26) yaitu: kesadaran diri yang mendalam, memiliki pandangan yang luas terhadap dunia dan alam, memiliki moral tinggi, memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya, gagasan yang segar dan memiliki rasa humor dewasa dan pandangan pragmatis dan efisien tentang realitas.
Konsep Diri
Konsep diri merupakan hasil dari proses belajar manusia melalui hubungannya dengan orang lain. Lingkungan memiliki peran yang penting dalam proses mengenal diri terutama dalam pengalaman relasi dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukan dirinya. Calhoun (1990) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
Penilaian terhadap konsep diri terbayang dari positif ke negatif.
Untuk mengembangkan konsep diri yang sehat dan positif, kita sebaiknya belajar tentang diri sendiri. Mengembangkan kemampuan untuk menemukan unsur-unsur positif yang kita miliki dan segi-segi negatif yang kita miliki. Menerima dan mengakui diri sebagai manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya, yang dapat berhasil tetapi bisa juga mengalami kegagalan. Memandang diri sebagai manusia yang berharga, yang mempunyai tujuan dan cita-cita menjadi manusia bermutu dan mampu memberikan sumbangan terhadap kehidupan.
Penelitian Curran&Hill yang dimuat di Psychological Bulletin tahun 2019 menunjukkan bahwa remaja usia kuliah di AS, Inggris, dan Kanada cenderung semakin perfeksionis, dan terkadang mematok standar yang tidak realistis untuk dirinya sendiri. Kondisi seperti ini rentan membuat remaja terjerumus ke dalam perilaku berisiko, apalagi jika orang tua, guru, atau orang dewasa di sekitarnya tidak segera menyadarkan remaja bahwa dirinya berarti.
Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia yang selalu menjadi pembicaraan yang akan membedakan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Konsep diri dari empat sudut pandang, yakni pertama, konsep diri positif (tinggi) dan konsep diri negative (rendah).
Sudut pandang ini digunakan untuk membedakan apakah kita memandang diri sendiri baik (positif) atau buruk (negatif). Ke dua, konsep diri fisik dan konsep diri sosial. Sudut pandang ini membedakan pandangan diri kita sendiri atas pribadi kita dan pandangan masyarakat atas pribadi kita. Ke tiga, konsep diri emosional dan konsep diri akademis. Dengan sudut pandang ini kita bisamembedakan pandangan diri sendiri yang dipengaruhi oleh perasaan/faktor psikologis dan yang secara ilmiah bisa dibuktikan. Ke empat, konsep diri riil dan konsep diri ideal. Sudut pandang ini membedakan diri kita yang nyata /sebenarnya dan yang kita cita-citakan.
Perilaku seorang individu pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh konsep diri.
Konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya, keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik dan lain sebagainya.
Namun konsep diri bukanlah sesuatu yang tiba-tiba muncul sebab pembentukan konsep diri dapat dipengaruhi oleh orang lain melalui interaksi sosial (Sarwono&Mienarno, 2011). Adapun Sobur (2013) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang lain disekitarnya, apa yang dipresepsi individu lain mengenai diri individu tidak terlepas dari peran, dan status sosial. Stuktur peran dan status sosial merupakan salah satu ciri dari adanya interaksi individu dengan orang lain dan atau individu dengan kelompok. Salah satu ciri dari pembentukan konsep diri yang rendah adalah ketidakmauan atau enggan memperbaiki tanggapan-tanggapan negatif dari orang lain, seseorang dikatakan memiliki konsep diri yang positif apabila dapat memahami dan menerima fakta ataua informasi yang beragam mengenai dirinya.
Sarwono dan Mienarno (2011) menjelaskan bahwa untuk memperoleh gambaran diri yang positif kita dapat memilih untuk melakukan perbandingan dengan orang lain yang kategorinya sama dengan kita, misalnya laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Sarwono dan Mienarno, et.al, konsep diri (self concept) merupakan kesadaran seseorang mengenai siapa dirinya. Konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya, keyakinan seseorang mengenai dirinya dapat berhubungan dengan bakat, minat, kemampuan, serta penampilan fisik dari seseorang.
Konsep diri adalah suatu cara untuk mengetahui apa yang ada dalam diri masing–masing individu, pembentukan konsep diri salah satunya dapat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain. Bagaimana kita mengenal diri kita dapat diperoleh dari hasil evaluasi-evaluasi dari orang lain pada saat sedang melakukan interaksi sosial, seorang individu juga memiliki perasaan terhadap keyakinan yang positif maupun negatif terhadap dirinya (Myers, 2012).
Dengan demikian dapat diartikan bahwa konsep diri merupakan semua tanda, keyakinan, pendirian sebagai suatu nilai dan diketahui individu tentang dirinya serta mempengaruhi hubungan dengan orang lain termasuk karakter, nilai, ide, tujuan maupun kemampuannya. Konsep diri adalah representative fisik seorang individu, pusat inti dari “AKU” dimana semua pesepsi dan pengalaman terorganisir.
Konsep diri adalah kombinasi dinamis yang dibentuk selama bertahun-tahun yang didasarkan pada :
(1). Reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang
(2). Persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri
(3). Hubungan diri dengan orang lain; (4).Struktur kepribadian
(5).Persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak terhadap diri; (6).Pengalaman baru atau sebelumnya; (7).Perasaan saat ini tentang fisik, emosional, social diri
(8).Harapan tentang diri (sumber: Potter, 2005).
Adapun factor yang mempengaruhi konsep diri yaitu sumber eksternal dan internal. Sumber internal meliputi tingkat perkembangan dan kematangan. Selanjutnya significant other (orang yang terpenting / terdekat) serta self perception (persepsi diri sendiri). Sumber eksternal meliputi, budaya pada usia anak-anak akan mengadopsi nilai-nilai dari orang tuanya, kelompok dan lingkungannya. Kemudian pengalaman sukses dan gagal riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian sebaliknya (Wartonah, 2004). Stressor dalam kbehidupan seperti perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka dapat menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan ( Wartonah, 2004). Hal lainya adalah usia, keadaan sakit, dan trauma usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi terhadap dirinya.
Menurut Argyle (2008) ada 4 faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang yakni reaksi dari orang lain, perbandingan dengan orang lain, peran sosial serta identifikasi.
Keterkaitan Potensi dan Konsep Diri
Banyak kalangan berpendapat bahwa ada keterkaitan atau hubungan berkembangnya potensi peserta didik dengan konsep diri positif. Konsep diri positif umumnya akan mendorong peserta didik untu secara terus menerus mengembangkan potensi dasarnya hingga berhasil. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Semakin besar ketidak sesuaian antara gambaran kita tentang siapa kita dan gambaran tentang seharusnya kita menjadi apa atau dapat menjadi apa, akan semakin rendah rasa harga-diri kita.
Orang yang hidup sesuai dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakan, akan ke mana dirinya, akan memiliki rasa harga-diri tinggi. Itulah sebabnya evaluasi kita tentang diri kita sendiri merupakan komponen konsep-diri yang sangat kuat. Potensi diri yang dimiliki masing-masing peserta didik seharusnya dapat disalurkan dengan baik oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan. Kegiatan belajar yang monoton akan membuat anak merasa bosan dengan proses belajar mengajar.
Kegiatan Ekstrakurikuler dapat menjadi salah satu jalan untuk menyalurkan antara peserta didik dengan bakat dan minat masing-masing serta tidak harus di sekolah bahkan di tempat lain juga bisa.
Guru yang baik bisa mengubah seseorang yang awalnya tahu menjadi tidak tahu, yang awalnya tidak bisa menjadi bisa.
Semakin berkembang potensi peserta didik maka konsep diri positif pada peserta dikdik juga akan semakin baik. Apabila keduanya berjalan dengan saling mendukung maka keberhasilan peserta didik di masa depan akan semakin lebih gemilang. Pengembangan potensi peserta didik memiliki relevansi terhadap peningkatan konsep dirinya kea rah yang lebih positif.
(Penulis: adalah Guru SMPN11 Kota Jambi).
Rujukan:
1. Dirman, dan Juarsih, C (2014). Pengembangan Potensi Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
2. Djamarah, S.B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
3. Safaria, T. (2007). Spiritual Intellegence Metode Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
4. Uno, H dan Kuadrat, M. (2014). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Komentar