Menelisik Sikap Ilmiah, Menulis Pada Peserta Didik

Oleh: Nelson Sihaloho

Abstrak:
Dalam kegiatan pembelajaran, sikap positif peserta didik sangat diperlukan untuk mendorong kemampuannya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa juga mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukannya.

Kemampuan dalam berpikir ilmiah sangat penting untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menjadikan peserta didik sebagai insan unggul, cerdas, kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir logis dan sistematis tersebut akan lebih mengintensifkan dalam menerapkan metode ilmiah, memecahkan masalah terkait dengan ilmu pengetahuan. Penelitian ilmiah merupakan sebuah rangkaian pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi dan melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena. Penelitian ilmiah juga sering diasosiasikan dengan metode ilmiah sebagai tata cara sistimatis yang digunakan untuk melakukan penelitian. Penelitian ilmiah juga menjadi salah satu cara untuk menjelaskan gejala-gejala alam. Dengan melakukan penelitian ilmiah membuat ilmu berkembang, sebab hipotesis-hipotesis yang dihasilkan dalam penelitian ilmiah seringkali mengalami retroduksi.

Katakunci: sikap ilmiah, menulis dan peserta didik

Sikap Ilmiah

Pengelompokan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi, meskipun apabila  ditelaah lebih lanjut hampir tidak ada perbedaan yang cukup berarti. Variasi muncul hanya dalam penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang ditonjolkan. Mengutip Gegga (1977) penelompokan sikap ilmiah  yakni  curiosity, (sikap ingin tahu),  inventiveness (sikap penemuan) and persistence (sikap teguh pendirian). Selanjutnya pengelompokan ilmiah oleh American Association for Advancement of Science (AAAS: 1993) yakni  honesty (sikap jujur),  curiosity (sikap ingin tahu), open minded (terbuka) dan skepticism (sikap ragu).

Adapun Harlen (1996) mengelompokan yakni curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap respek terhadap data), critial reflection (sikap refleksi kritis) dan  perseverance (sikap ketekunan). Kemudian,  cretivity and inventiveness (sikap kreatif dan penemuan), Cretivity and inventiveness (sikap kreatif dan penemuan), Open mindedness (sikap berpikiran terbuka) Co-operation with others (sikap bekerjasama) Willingness to tolerate uncertainty (menerima ketidakpastian) Sensitivity toenvironment (sensitive terhadap lingkungan).Triandis, sebagaimana dikutip Slameto (2010:188) menyatakan bahwa “ An attitude is an idea charged with emotion which predisposes a class of actions
to a particular class of social situation”.Sikap itulah yang mendasari dan mendorong ke arah perbuatan belajar. Jadi, sikap siswa dapat dipengaruhi oleh motivasi dan menjadi faktor penting sehingga ia dapat menentukan sikap belajar, (Anwar:2009)
Begitu juga dengan sikap,  menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

Mengutip jurnal Internasional yang berjudul Scientific Attitude and Science Achievment menyatakan bahwa: “Attitude toward science was closely related to achievement in science. Munby (1983) defined scientific attitude as the thinking patterns generally characteristic of scientists, such as objectivity, curiosity, questioning, and justifying conclusions with evidence,” (Lee, 2004). Sikap dalam pembelajaran sains sering dikaitkan dengan sikap terhadap Sains (sikap ilmiah). Keduanya saling berhubungan dan keduanya mempengaruhi perbuatan. Sikap ilmiah difokuskan pada ketekunan, keterbukaan, kesediaan mempertimbangkan bukti, dan kesediaan membedakan fakta dengan pendapat.

Sikap ilmiah merupakan produk dari kegiatan belajar. Sikap diperoleh melalui proses seperti pengalaman, pembelajaran, identifikasi, perilaku peran guru maupun peserta didik. Ada beberapa indikator dalam sikap ilmiah diantaranya,  rasa ingin tahu, jujur, terbuka dan kerjasama dan bertanggungjawab. Rasa ingin tahu ditunjukkan dengan sikap berani peserta didik dalam bertanya, sikap antusiasme peserta didik untuk mencari buku sebagai acuan belajar serta siswa melakukan kerja saat kegiatan eksperimen dan diskusi Indikator jujur  yakni menjawab pertanyaan dengan pemikiran sendiri, menggunakan data sebenarnya sesuai hasil diskusi kelompok. Terbuka, menyampaikan jawaban pertanyaan dengan keinginan sendiri serta menghargai jawaban teman. Kerjasama, partisipasi peserta didik dalam menjawab pertanyaan dari guru serta sikap peserta didik dalam bekerjasama dengan kelompok. Bertanggung jawab mengumpulkan tugas-tugas dengan tepat waktu serta keterlibatan peserta didik dalam mengikuti jalannya pembelajaran.

Intinya dengan sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau ked ua. Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

Penelitian Ilmiah dan Tips Menulis
Banyak kalangan ilmuawan da para ahli memberikan defenisi tentang penelitian ilmiah. Sugiyono (2006:1) menyatakan bahwa penelitian adalah suatu cara ilmiah guna mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Mengutip urut Lynch (2013) scientific research (penelitian ilmiah) adalah proses, developing an empirically answerable question, deriving a falsifiable hypothesis derived from a theory that purports to answer the question,  collecting (or finding) and analyzing empirical data to test the hypothesis,  rejecting or failing to reject the hypothesis, and  relating the results of the analyses back to the theory from which the question was drawn. Berdasarkan definisi tersebut maka yang tidak termasuk riset adalah kajian pustaka bukan merupakan riset. keterkaitan antar teori atau perspektif tanpa data empiris bukanlah riset. Pengumpulan dan analisis data tanpa landasan teori (misalnya, tanpa pertanyaan riset) kemudian tanpa ada penjelasan, bukanlah riset.

Umumnya, kegiatan menulis ilmiah berbeda dengan menulis artikel opini atau reportase. Perbedaannya terletak pada gaya penyampaian, akurasi data, metode penulisan maupun referensi. Dalam kegiatan menulis ilmiah (jurnal, penelitian, laporan magang, tugas akhir, dan sebagainya) gaya menulisnya menggunakan bahasa-bahasa formal, cenderung kaku, dan kehati-hatian dalam membentuk suatu kalimat. Bahkan harus mengikuti format baku yang harus diikuti oleh penulis jurnal atau peneliti. Biasanya diawal dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, kerangka pemikian, metode penelitian, hasil penelitian, penarikan kesimpulan, dan penyampaian saran atau rekomendasi dari hasil penelitian.

Saat ini banyak buku yang beredar tentang bagaimana cara menulis ilmiah disertai metode penulisannya. Bahkan kini sudah sangat gampang diunduh lewat e-jurnal,.  e-paper, website, twitter, yahoo maupun google. Beberapa langlah diantaranya selalu diutamakan adalah merumuskan judul ,berangkat dari masalah, merumuskan cakupan penelitian. Kemudian menaro teori-teori yang relevan dengan judul, mendeskripsikan metode penelitian serta menyajikan hasil penelitian.  Tahap selanjutnya adalah membandingkan hasil penelitian  dengan teori dan penelitian orang lain serta membuat kesimpulan dan saran.

Berpikir Ilmiah
Peserta didik perlu diberikan kepekaan serta kepedulian terhadap lingkungan sekitar serta membiasakan mereka untuk berpikir ilmiah, kreatif dalam pembelajaran. Bahkan pembelajaran berbasis nalar tingkat tinggi pun tidak mesti diterapkan secara rumit. Penalaran dapat diterapkan dengan mengamati, menganalisis, dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Siswa diberi kebebasan mengembangkan imajinasi maupun kreatifitasnya. Sekolah-sekolah yang menciptakan lingkungan berpikir ilmiah, akan membuat siswa semenjak dini terdorong suka bertanya, berpikir kritis serta suka melakukan percobaan-percobaan. Selain itu, mereka juga lebih cakap dalam mengomunikasikan nalar berpikirnya, lebih suka membaca, menulis dan bahkan membuat model-model karya siswa sendiri, mengadopsi atau mengembangkan dari yang sudah ada.

Sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, mau menerima perbedaan, dapat bekerjasama dengan orang lain, bersikap positif terhadap kegagalan menjadi hal penting untuk dimiliki setiap orang. Sikap berpikir ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan pada saat melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Sikap ilmiah merupakan kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Penanaman sikap ilmiah melalui metode pembelajaran yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap pembinaan sikap positif terhadap konsep atau topik yang sedang dipelajari. Sikap ilmiah perlu dibina sedini mungkin pada peserta didik, sehingga mereka dapat menjadi pribadi yang baik dan menjadi generasi penerus berkualitas.

Sikap ilmiah yang dikembangkan dalam pembelajaran antara lain: berani dan santun dalam berargumentasi, ingin tahu, peduli lingkungan, mau bekerjasama, terbuka, tekun, cermat, kreatif dan inovatif, kritis, disiplin, jujur, objektif, dan beretos kerja tinggi (Depdiknas, 2002). Mengutip Krech (1962) menyatakan  terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang yaitu: keinginan (want), informasi (information), afiliansi kelompok (the group affiliations), kepribadian (personality). Pertama, keinginan (want) dalam diri individu. Sikap seseorang berkembang karena respon dalam menghadapi berbagai situasi, dan individu tersebut akan mencoba untuk menyelaraskan sesuai dengan kepuasan yang diinginkannya. Keinginan seseorang dapat dipengaruhi oleh pendidikan di keluarga, dan hubungan sosial. Dalam pendidikan, keinginan dapat diidentifikasi sebagai hasrat atau minat belajar, cita-cita, dan kebutuhan belajar. Ke dua, informasi (information).

Pengetahuan atau informasi yang diterima dapat mempengaruhi penilaian atau pandangan terhadap sesuatu yang diterima. Menurut Krech et al. sikap tidak hanya berkembang dari keinginan saja, tetapi dibentuk pula dari informasi yang diperoleh seseorang. Ketiga, afiliansi kelompok (the group afiliation) bahwa sikap seseorang dipengaruhi oleh kepercayaan, nilai, dan norma di masyarakat. Afiliansi kelompok yang dapat mempengaruhi sikap berasal dari keluarga, sekolah, lembaga agama, atau masyarakat. Ke empat, kepribadian (personality) bahwa kepribadian dapat mempengaruhi pembentukan sikap. Kepribadian dipengaruhi oleh agama, budaya, politik negara dan politik luar negeri. Kepribadian yang terbentuk pada diri seseorang mempengaruhi sikapnya terhadap suatu hal.
Mengutip Carin (1997), terdapat serangkaian sikap dan nilai yang dapat ditumbuhkan melalui kerja ilmiah.

Pertama, memupuk rasa ingin tahu (being curious) dalam memahami dunia sekitarnya.

Ke dua, mengutamakan bukti dalam arti kesimpulan yang diperoleh perlu ditunjang oleh bukti empiris yang berkaitan dengan fakta.

Ke tiga, menjadi skeptis yaitu siswa yang terlibat kerja ilmiah harus skeptis terhadap konklusi atau pendapat orang lain.

Ke empat, mau menerima perbedaan dan menghormati pandangan yang berbeda.

Ke lima, dapat bekerjasama (kooperatif), ke enam, bersikap positif terhadap kegagalan.
Mengingat pentingnya sikap ilmiah terhadap kehidupan, maka peserta didik perlu senantiasa diberikan motivasi untuk mengembangkan sikap ilmiah dalam setiap pembelajaran.

Mahir Karena Pembiasaan

Menulis termasuk aspek kegiatan berbahasa yang dianggap sangat sulit, bahkan dikeluhkan oleh banyak orang. Peserta didik  SD, menengah, mahasiswa pendidikan tinggi, bahkan orang-orang yang sudah menamatkan pendidikannyapun mengeluhkan tentang sulitnya menulis.  Solusi terbaik adalah berlatih secara sistematis, terus menerus, dan penuh disipilin merupakan resep yang selalu disarankan oleh praktisi untuk dapat terampil menulis.

Bekal untuk berlatih bukan hanya sekadar kemauan, melainkan juga ada bekal lain yang perlu dimiliki. Bekal itu adalah pengetahuan, konsep, prinsip, dan prosedur yang harus ditempuh dalam kegiatan menulis.
Dua hal yang diperlukan untuk mencapai ketrampilan menulis yakni pengetahuan tentang tulis-menulis dan berlatih untuk menulis karena menulis merupakan sebuah keterampilan berbahasa yang terpadu, ditujukan untuk menghasilkan sesuatu disebut tulisan.
Untuk memulai menulis, setiap penulis tidak perlu menunggu menjadi seorang penulis yang terampil. Belajar teori menulis itu mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali dua kali.
Frekuensi latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang tulis-menulis. JK Rowlin, misalnya seorang janda miskin yang saat ini telah menjadi orang paling kaya nomer 3 di dunia karena novelnya laris di pasaran. Kemudian Margaret Mitchell menulis hanya sekali seumur hidupnya, yaitu Gone with the Wind, suatu karya sastra yang spektakuler.
Bahkan Margaret Mitchell memulai menulis novel itu ketika usianya 50 tahun. Seseorang termotivasi menulis salah satunya karena memiliki tujuan objektif yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik atau pembacanya. Sebab tulisan adalah sarana komunikasi yang efektif dapat menjangkau masa yang lebih luas.

Ada tiga komponen yang tidak bisa dipisahkan dalam perbuatan menulis, yaitu :

pertama,  penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya.
Ke dua, penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis.
Ke tiga, penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.

Upaya-upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis dapat dilakukan dengan, harus banyak membaca, melatih kemampuan menulis agar dapat menghasilkan karya yang baik dan benar.

Mempelajari kaidah-kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mempublikasikan hasil tulisan, selalu percaya diri dengan apa yang kita tulis.

Keterampilan menulis dapat diklasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil produk menulis itu.

Klasifikasi keterampilan menulis berdasarkan sudut pandang ke dua menghasilkan pembagian produk menulis atas empat kategori, yakni karangan narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi. Mengutip Tompkins  (dalam Wagiran dan Doyin 2005:7) menyajikan lima tahap proses menulis. Tahap tersebut yaitu;  pramenulis; pembuatan draft; merevisi; menyunting; dan  berbagi (sharing). Tompkins juga menekankan pada tahap-tahap menulis tidak merupakan kegiatan yang linear. Proses menulis bersifat nonlinear, artinya merupakan putaran berulang. Perlu diketahui bahwa lewat kebiasaan membaca, bisa melatih keterampilan menulis.
Itulah sebabnya keberhasilan menulis ditentukan oleh banyak faktor begitu juga dengan keberhasilan pembelajaran menulis. Sebab menulis bukanlah hal yang mudah dan merupakan suatu proses. Belajar teori menulis itu mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali dua kali saja. Frekuensi latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang tulis-menulis. Karena itu, jika ingin berhasil dalam menulis maka harus sering berlatih, berlatih, dan berlatih. Dengan demikian menelisik sikap ilmiah dan menulis pada peserta didik memang merupakan pekerjaan yang sulit. Namun dengan terus membekali mereka dengan sikap ilmiah akan lebih mempermudah para peserta didik

untukmengembangkan potensinya. Sikap ilmiah harus dibiasakan dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas sehingga daya nalar, logika, kognitif, afektif dan psikomotorik siswa lebih berkembang. Sikap ilmiah juga memacu daya otak peserta didik untuk selalu menjelajah lebih luas sumber-sumber ilmu pengetahuan yang akan dipelajarinya yakni dengan daya imajinasinya.

Mungkin kita perlu mencontoh ide-ide kreatif tentang penulisan sastra kreatif sebagaimana dikemukakan dengan menarik oleh Steven James. Dalam artikelnya yang berjudul Pump Up Your Creativity (2002), proses menulis karya sastra dapat dilakukan melalui beberapa cara.  Pertama adalah dengan Explore Your L.I.F.E., dimana  L merupakan singkatan dari Literature. Sedangkan  I merupakan singkatan dari Imagination (imajinasi) dan F adalah Folklore yakni  penulis dapat mengeksplorasi folkore atau sastra lisan yang dapat dijadikan inspirasi penulisan cerita.

Sedangkan E merupakan singkatan dari experience atau pengalaman. Menulis bukanlah proses sekali jadi, melainkan melalui beberapa tahapan dan terkadang melewati beberapa pengalaman. Pertama, Change Your Perspective atau Ubahlah Perspektifmu. Ke dua, Let Serependity Happen atau Biarkan Hal-hal yang Tak Terduga Terjadi. Ke tiga adalah Set Boundaries atau Membuat Perangkat Cerita.  Ke empat adalah Look for Connections atau Mencari Hubungan. Ke lima, Ask Stupid Questions atau Tanyakanlah hal-hal yang Konyol. Ke enam adalah Questions Your Direction atau Tentukan Tujuan Kepenulisanmu.

(Dihimpun dari berbagai sumber relevan: penulis adalah guru SMPN 11 Kota Jambi)

Komentar