Oleh: Nelson Sihaloho
ABSTRAK:
Banyak tulisan yang mengkaji dan mengulas tentang pemimpin pembelajaran terutama di google. Setidaknya ada sekitar 10.600.000 flle hasil pencarian dengan waktu 0,37 detik, (sumber:google, 16 April,2022). Diperkirakan jumlah file tersebut akan terus bertambah seiring dengan perjalanan waktu.
Sebagaimana kita ketahui saat ini sesuai program Kemdikbudristek Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran. Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendiring tumbuh kembang murid secara holistic, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Begitu juga dengan tulisan maupun kajian tentang Guru Penggerak dan Pemimpin Pembelajaran setidaknya ada sekitar 317.00 flle hasil pencarian dengan waktu 0,37 detik, (sumber:google, 16 April,2022).
Tuntutan terhadap perubahan paradigma pendidikan saat ini merupakan sebagian kecil solusi dalam menjawab tantangan era society 5.0.
Perubahan paradigma pendidikan yakni pendidik menjadi inspirator dalam proses pembelajaran guna menggugah kreatifitas para peserta didik. Perubahan paradigma pendidikan itu sebagaimana program Kemdikbudristek adalah dengan melalui konsep Merdeka Belajar. Akankah konsep Merdeka Belajar sebagai upaya memenuhi Profil Pelajar Pancasila dalam mengembangkan karakter pelajar Indonesia dapat terwujud?.
Akankah profil pelajar Pancasila yang memiliki 6 aspek penting, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif dapat diwujudkan?. Karakter pemimpin pada guru penggerak tidak hanya dibutuhkan dalam berinovasi mendampingi siswa melatih diri melalui berbagai tantangan dunia nyata, namun juga menjadi teladan dalam masyarakat. Dengan demikian pemimpin pembelajaran memiliki relevansi terhadap tuntutan realita keteladanan yang mumpuni di sekolah.
Kata kunci: pemimpin pembelajran, realita, teladan dan mumpuni
Pemimpin Pembelajaran dan Merdeka Belajar
Guru penggerak adalah guru yang siap mengambil peranan dalam masyarakat dan lingkungan sekolah. Kendati keberadaan guru tidak dapat tergantikan oleh teknologi guru tetap dituntut untuk menunjukkan keteladanannya dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Utamanya dalam memberikan belak soft skill dan nilai-nilai luhur yang menjadi modal utama siswa kelak dalam hidup bermasyarakat maupun era Sosciety 5.0.
Selain itu guru harus bertanggung jawab terhadap proses dan hasil pengalaman belajar yang diperoleh peserta didiknya. Hal itu tercermin dari profil pelajar Pancasila baik mellaui kegiatan intrakurikuler, ko kurikuler, ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan sekolah dan pemberdayaan budaya masyarakat.
Konsekuensi yang diharapkan adalah bahwa nilai-nilai Pancasila tertanam pada jiwa dan tercermin pada karakter siswa.
Merujuk pada karya A.W Bates (2015) dalam bukunya berjudul “Teaching in a Digital” dinyatakan bahwa beberapa keterampilan yang perlu dimiliki siswa adalah leadership skill (kepemimpinan), communication (komunikasi), ability to learn independently (belajar mandiri), thinking skill (keterampilan berpikir), ethics and responsibility (etika dan tanggung jawab), teamworking (bekerja dalam tim), dan digital skill (keterampilan digital).
Adapun Merdeka Belajar sebagaimana pendapat Sekretariat GTK, (2020), menyatakan bahwa Merdeka Belajar adalah mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada esensi undang-undang untuk memberikan kemerdekaan sekolah menginterpretasi kompetensi dasar kurikulum menjadi penilaian mereka.
Adapun menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020:5), merdeka belajar adalah memberikan kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan dan merdeka dari birokratisasi, dosen dibebaskan daribirokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai.
Adapun Kebijakan program “Merdeka Belajar” meliputi empat pokok kebijakan yaitu Penilaian USBN Komprehensif, UN diganti dengan assessment penilaian, RPP dipersingkat dan zonasi PPDB lebih fleksibel. Untuk mengimplementasikan program “Merdeka Belajar” perlu tranformasi kurikulum sekolah dan pembelajaran; transformasi manajemen pendidikan nasional dan transformasi manajemen pendidikan daerah dan otonomi sekolah. Gladden, (2019), menyatakan bahwa Society 5.0 merupakan masyarakat berpusat pada manusia dengan dukungan sistem yang mengintegrasikan dunia maya dengan dunia nyata untuk menghapus kesenjangan antar manusia, dan penyelesaian masalah sosial.
Gladden,et,al, menjelaskan bahwa pada intinya society 5.0 mengambil teknologi yang berkembang pesat yang digunakan revolusi industri 4.0 dan untuk mengintegrasikannya lebih mendalam ke dalam kehidupan sehari-hari. Pada society 5.0, teknologi merupakan sarana yang dapat membantu, memudahkan, dan meningkatkan aktivitas atau pekerjaan manusia. Manusia moderen paham jika teknologi merupakan alat vital dan diperlukan. Pemenuhan teknologi untuk implementasi society 5.0 sangat diperlukan.
Menurut Fitria & Husaini, (2019) menyatakan bahwa kebutuhan global cenderung menggiring produk pendidikan untuk mampu bersaing dalam dunia kerja secara global.
Keteladanan Mumpuni di Sekolah
Semangat dan tradisi keteladanan memnang sangat sulit diterapkan dan diimplenetasikan. Karakter generasi terbaik implikasinya adalah semangat menularkan kebaikan kepada sebanyak mungkin orang. Keteladanan tidak bisa ditularkan lewat lisan, tetapi dengan perbuatan. Teladan satu kata yang mudah untuk diucapkan namun sangat sulit untuk dilaksanakan apalagi keteladanan adalah suatu perbuatan berkesinambungan dalam berbagai aspek kehidupan.
Seorang guru harus menjadi sosok teladan untuk dirinya dan untuk orang lain termasuk untuk peserta didiknya. Pekerja profesi guru utamanya mendidik tidak hanya sekadar mengajar, namun menjuga transfer of values. Mendidik diartikan secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh menjadi manusia yang berkepribadian.
Keteladan seorang guru di sekolah terhadap perkembangan karakter peserta didik syogianya memiliki relevansi terhadap pembentukan kepribadian yang kuat terhadap peserta didik di masa mendatang.
Begitu juga dengan Guru Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak maupuan Pengawas Sekolah Penggeraj seharusnya menjadi dalam berbagai kebiasaan di sekolahnya. Tidak hanya kebiasaan menulis karya ilmiah, kebiasaan berkarya, kebiasaan membimbing siswa untuk tetap kreatif dalam situasi apapun. Misalnya guru membimbingan siswa dalam menulis. Dengan menulis, siswa akan terbiasa membangun sebuah gagasan sekaligus mengomunikasikannya dengan runtut. Karena yang ditulis merupakan suatu ide atau gagasan, maka aktivitas menulis dapat diaplikasikan di semua mata pelajaran.
Wajar apabila ada pepatah mengatakan Guru sebelum mengajak siswanya terbiasa menulis, guru sudah harus terbiasa menulis terlebih dahulu. Intinya, guru harus bisa menjadi role model untuk siswa dalam menulis. Guru masa kini harus bisa memanfaatkan blog untuk mempublikasikan tulisannya.
Siswa harus mempelajari cara menulis sebagaimana gurunya menulis. Karena itu Guru Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak dan Pengawas Sekolah Penggerak dituntut untuk menciptakan inovasi-inovasi model pembelajaran baru. Keteladana Guru Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak dan Pengawas Sekolah Penggerak harus tercermin dari sikap perilaku serta tindakannya dalam menjalankan tugas-tugas profesionalismenya. Keteladanan yang mumpuni di sekolah harus senantiasa menjadi budaya dan perilaku hidup para guru.
Sangat disayangkan apabila sampai terjadi sebaliknya nilai-nilai Pancasila tidak dijalankan dengan baik dan benar dilapangan oleh oknum-oknum Guru Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak serta Pengawas Sekolah Penggerak.
Karena itu tugas guru sebagai teladan untuk peserta didik dalam upaya membentuk kompetensi spiritual dan kompetensi sosial pada diri siswa merupakan tugas terberat seorang guru. Dibandingkan dengan tugas untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi pengetahuan dan kompetensi ketrampilan yang dapat dipelajari dan diasah.
Tugas menjadi teladan adalah karakter seorang guru yang sangat sulit diubah sebab sudah tertanam sebelum guru tersebut menjadi guru. Seorang guru mungkin masih bisa menjadi teladan yang baik ketika berada di sekolah, tetapi tuntutan menjadi teladan tidak hanya belaku di sekolah, melainkan berlaku dalam kesehariannya ditengah-tengah masyarakat.
Guru harus mampu bertindak obyektif terhadap semua perbedaan. Tidak diskriminatif terhadap siswa dan masyarakat karena perbadaan suku, agama, ras, jenis kelamin, latar belakang keluarga, maupun status sosial ekonomi. Sangat tidak ada gunanya generasi yang cerdas jika tidak dibarengi dengan karakter yang terpuji.
Tantangan Era Digital
Profesi Guru ditandai dengan ciri-ciri yakni melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat tidak berganti-ganti pekerjaan.
Teknologi digital telah menawarkan beragam komunikasi, yakni selain dalam komunikasi dengan voice dan sms, juga bisa melalui face book, wash up, yo tobe, astagram, youtube. Selain dapat mengirim data, teknologi digital juga dapat menyimpan data hampir tanpa batas, menyediakan data melalui Google; bisa mendengarkan music dan lain sebagainya.
Teknologi adalah aplikasi atau cara-cara penerapan sains dalam realitas kehidupan melalui eksperimen dan kegiatan piloting selama bertahun-tahun. Teknologi memiliki sifat, karakter, kepribadian, jati diri atau akhlaknya sendiri. Teknologi juga memiliki karakter dan budayanya sendiri. Teknologi digital kendati merupakan buatan manusia, ia memiliki logikanya sendiri. Adapun logika teknologi digital yakni sistemik. Sebagai suatu sistem, teknologi digital tak ubahnya seperti anggota tubuh manusia yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.
Teknologi digital bersifat netral, teknologi digital tidak baik atau tidak buruk oleh dirinya sendiri, melainkan sangat bergantung pada manusia yang merancang dan menggunakannya.
Apabila orang yang merancangnya memasukan sistem, program atau menu yang tidak baik, maka teknologi tersebut menjadi tidak baik. Teknologi ditital adalah terbatas, bahwa meskipun teknologi digital sudah semakin canggih dan telah dapat melayani kebutuhan manusia terutama dalam membangun komunikasi dan melakukan tukar menukar informasi, namun ia tetap saja terbatas.
Sehebat apapun kemampuan teknologi digital, ia tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia. Teknologi sehebat apapun tidak akan dimintakan pertanggung jawaban; yang dimintakan tanggung jawab adalah orang yang menggunakannya. Karena itu penggunaan teknologi digital oleh guru semakin penting. Teknologi digital memiliki berbagai fungsi yang relevan untuk diintegrasikan ke dalam kegiatan belajar mengajar. Mengutip Sudarno Sudirdjo dan Eveline Siregar dalam Mozaik Teknologi Pendidikan (2004:9-12), misalnya menyebutkan ada 8 fungsi dari teknologi pembelajaran termasuk digital yaitu (1)memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar; (2)memotivasi siswa; (3)menyajikan informasi; (4)merangsang diskusi, (5)mengarahkan kegiatan siswa; (6)melaksanakan latihan dan ulangan, (7)menguatkan belajar, dan (8)memberikan pengalaman simulasi.
Teknologi digital merupakan sebuah proses revolusi yang mau tidak mau harus dijalani.Penting untuk dicernmati bahwa konsep belajar mengajar pada masyarakat informasi tidak lagi dengan cara transfer of knowedge atau transfer of skill, melainkan lebih ditekankan pada menggerakan, memotivasi, menjembatani, memfasilitasi. Sehingga peserta didik tergerak melakukan berbagai kegiatan guna memperoleh pengetahuan yang dikehendakinya yang selanjutnya diberikan penguatan, pengayaan, atau perbaikan oleh guru. Teknologi digital selain dapat bekerja lebih cepat, juga dapat menjangkau wilayah yang lebih cepat. Dengan menggunakan teknologi digital, batas-batas teritorial sudah tidak menjadi penghalang lagi.
Sumber belajar saat ini semakin banyak dan varitif, baik dari segi materinya, jenis maupun bentuknya. Berbagai sumber belajar tersebut tidak mungkin lagi dapat dikuasai oleh seorang dengan waktu, tenaga, dan lainnya terbatas. Media sosial website semakin berkembang luas jangkauannya guna mendukung interaksi antara manusia, menciptakan, tukar menukar and sharing pendapat, penyusunan dan diskusi tentang keunggulan yang relatif pada sebuah masyarakat. Penggunaan teknologi digital dalam bentuk online misalnya sudah merambah ke dalam kegiatan sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan termasuk bidng lainnya.
Guru yang dibutuhkan di era digital adalah guru yang memiliki kemahiran dalam menilai penggunaan teknologi yang edukatif dan non eduktif.
Memang banyak kalangan menyatakan bahwa Guru memiliki karakter mumpuni sangat sulit ditemukan. Karakter mumpuni merupakan keseluruhan penampilan moralitas kepribadian secara paripurna menurut pertimbangan keutuhan nilai yang mencakup aspek emosional, intelektual, moral, dan spiritual. Saat ini guru banyak dihadapkan pada problematika kondisi anak-anak zaman sekarang yang mayoritas minim tata krama dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. Faktor utama kurangnya etika dalam diri anak-anak tentu datangnya dari keluarga, sebab keluarga adalah media belajar pertama dan utama sang anak.
Selain itu guru wajib menekankan proses penanaman karakter pada anak sejak dini. Ketidakcakapan guru dalam memberi nilai-nilai keteladanan menjadi salah satu faktor minimnya etika anak-anak masa kini. Karena itu Guru profesional adalah seseorang yang menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesinya.
Menurut Syarif Hidayat ( 2015) ada tiga syarat seorang dikatakan profesional yakni terus terus-menerus meningkatkan mutu profesionalismenya, berdasar penerapan keilmuan yang mendalam dan menguasai kemampuan khusus sesuai perkembangan jaman. Berkembangnya teknologi di abad 21 menjadikan tuntutan profesionalisme semakin komplek. Diantaranya, penguasaan teknologi digital dalam pembelajaran. Kemampuan berinovasi dengan melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran seiring dengan perubahan lingkungan dan teknologi.
Guru menjadi motivator dan kreator dalam memotivasi peserta didik untuk bersemangat dan disiplin dalam belajar Merdeka Belajar. Dengan demikian Guru sebagai pemimpin pembelajaran dituntut untuk memiliki keteladanan yang mumpuni seiring dengan tuntutan realita kehidupan. Teknologi di era digitan khususnya era Society 5.0 akan bisa diatasi apabila guru terus belajar dan belajar mengembangkan kompetensi profesionalismenya.
Keteladanan yang mumpuni hendaknya menjadi filosifi dan falsafah yang terus disempurnakan dalam meningkatkan kompetensi peserta didiknya. Semoga bermanfat. (*****).
Rujukan:
Manis, Hilda, Learning is Easy, Tip dan Prosedur Praktis agar Belajar jadi Asyik, Edukatif dan Menyenangkan, (Jakarta:Kompas Gramedia, 2010).
Miller, John P., dkk., Holistic Learning and Spirituality in Education, (New York: State University of New York Press, 2005).
Mulyoto, Strategi Pembelajaran di Era Kurikulum Tahun 2013, (Jakarat:Prestasi Pustaka, 2013), cet. I.
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozak Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media dan Universitas Negeri Jakarta, 2004), cet. I.
Ryan, Damian, Understanding Digital Marketing, Marketing Strategies for Engaging The Digita Generation, (London, Philadelphia New Delhi: Kogan Page, 2014), First Edition.
Undang-undang Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, (Jakarta:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2008), cet. I.