Meningkatkan Kecerdasan Emosionil Siswa Dengan Pembelajaran Dialogis, Kreatif dan Inovatif

Oleh: Nelson Sihaloho

*).Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi

Email:sihaloho11@yahoo.com, nelsonsihaloho06@gmail.com

Abstrak:

 

Banyak permasalahan dan tema yang diangkat serta mencuat tentang pendidikan diantaranya era industry 4.0, era digital hingga era society 5.0. Pada kegiatan seminar, workshop dengan protokol kesehatan maupun dalam bentuk webinar tantangan dunia pendidikan di era industry, era digital maupun era society 5.0 menjadi topik paling tren. Aktifitas pembelajaran dimasa pendemi Covid-19 umumnya dilakukan dengan belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Model pembelajaran dialogis, kreatif dan inovatif dengan pembelajaran tatap muka (luring) terasa menjadi sesuatu yang langka. Beruntung setahap demi setahap pendemi Covid-19 semakin melandai dan berkurang. Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang dirancang untuk generasi abad 21 agar mereka mampu mengikuti arus perkembangan teknologi terbaru.  Terutama pada ranah komunikasi yang telah masuk ke berbagai sendi kehidupan. Peserta diharuskan menguasai empat keterampilan belajar (4C), yakni: creativity and innovationcritical thinking and problem solvingcommunication dan collaboration. Banyak model-model pembelajaran yang diyakini mampu memberikan bekal terhadap generasi muda di masa depan. Sebut saja enam model pembelajaran yang bisa mendkung kapasitas siswa dalam menghadapi abad 21 ini termasuk era Society 5.0. Model pebelajaran itu diantaranya adalah, Problem Based Learning (PBL), Discovery Learning, Production Based Training, Inquiry Learning, Project Based Learning serta Teaching Factory. Di Era society 5.0 siswa  dibiasakan untuk mampu berpikir kritis dan konstruktif.Abad ke-21 merupakan abad digitalisasi dan menuntut implikasi transformasi pembelajaran. Model pembelajaran dialogis, kreatif dan inovatif diyakini signifikan akan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menghadapi era digital.

Kata kunci: kecerdasan emosionil, pembelajaran, dialogis, kreatif dan inovatif

 

Kondisi dan Pembelajaran Dialogis

Sejak dulu sistem pendidikan kita diarahkan untuk membangun budaya patuh dan diam. Apabila ada perbedaan pendapat antara siswa dengan guru maka siswa akan mendapatkan nilai kurang. Di era digital sekarang ini banyak siswa bisa mendapatkan materi pelajaran dengan melakukan browsing di internet. Karena itu sangat penting dilakukan dan guru menerapkan pola pembelajaran dialogis, kreatif dan inovatif.  Pembelajaran dialogis memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari tahu berbagai pengetahuan dengan dasar berpikir kritis.  Merujuk pendapat Freire (1984:9) menjelaskan bahwa pembelajaran dialogis merupakan model pembelajaran yang menganggap bahwa pendidikan merupakan proses membebaskan dan humanis. Model pembelajaran dialogis adalah konsep pembelajaran yang mempertegas posisi peran pendidik dan warga belajar tidak berada dalam posisi bawah, melainkan setara atau sederajat dalam proses saling belajar. Dialog diarahkan pada pemecahan masalah tertentu, dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai masalah teoritis dan empiris dengan yang praktis. Dalam dialog tidak saling menyisihkan namun saling mengisi dan melengkapi. Unsur hakiki yang selalu terulang dalam dialog sifatnya adalah sama-sama diperlakukan sebagai subyek. Menurut Freire (2004:176), beberapa karakteristik pembelajaran dialog perlu dipahami oleh pendidik. Pertama, pendidikan dialogis adalah pendidikan yang senantiasa berorientasi pada penyelesaian masalah yang terjadi sesuai dengan konteks zaman. Kedua, pendidikan dialogis berpandangan bahwa akal dan kesadaran warga belajar tidak hanya sebagai wadah kosong yang diam dan siap dituangkan pengetahuan, nilai dan norma sebagaimana dalam banking system of education. Melainkan akal dan kesadaran warga belajar muncul untuk aktif dan kritis dalam menghadapi kenyataan sosial untuk mendorong lahirnya proses transformasi sosial. Ketiga, dalam pendidikan dialogis berawal untuk menolak kesenjangan pembatas antara guru dan warga belajar. Adanya komunikasi maka menciptakan kesadaran kritis warga belajar untuk mengungkap kebenaran.

Bahruddin (2007: 8-9) menjelaskan bahwa dialogis sebagai sebuah model pembelajaran memiliki tujuh prinsip yang melandasi pelaksanaan pembelajaran. Ketujuh prinsip tersebut adalah: (a) Membebaskan, berarti keluar dari belenggu legal keformalistikan yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis. (b) Keberpihakan, berarti memperoleh pengetahuan yang ingin diketahui merupakan hak bagi seluruh warga belajar. (c) Partisipatif, antara pengelola, warga belajar, keluarga, serta masyarakat dalam merancang bangun sistem pendidikan harus sesuai kebutuhan (memahami kebutuhan nyata masyarakat). (d) Berbasis kebutuhan, adalah bagaimana materi belajar menjawab kebutuhan akan pengelolaan sekaligus penguatan daya dukung sumberdaya yang tersedia untuk menjaga kelestarian serta memperbaiki kehidupan. (e) Kerjasama, yaitu tidak ada lagi pembatas antara pendidik dan warga belajar saat melakukan proses pembelajaran. Kedua sama-sama memiliki keinginan untuk mau belajar. (f) Sistem evaluasi berpusat pada subjek didik, yaitu berkemampuan mengevaluasi diri sehingga tahu persis potensi yang dimilikinya, dan berikut mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi yang lain. (g) Percaya diri, yaitu pengakuan dalam bentuk apapun atas keberhasilan 48 bergantung pada subjek pembelajar itu sendiri.

 

Pembelajaran Kreatif

 

Mas’ud (2009) menjelaskan bahwa kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Sedangkan Indrawati (2009) menyatakan bahwa pembelajaran kreatif yaitu pembelajaran yang menstimulasi siswa untuk mengembangkan gagasannya dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada. Pembelajaran kreatif merupakan pembelajaran yang dapat memacu siswa agar dapat mengembangkan idenya dengan menerapkan berbagai strategi dan memanfaatkan sumber belajar untuk memenuhi berbagai kemampuan siswa. Adapun langkah -langkah mengajar untuk mengembangkan kreatifitas siswa adalah: (1) Memberi kebebasan pada siswa untuk mengembangkan gagasan dan pengetahuan baru; (2) Bersikap respek dan menghargai ide-ide siswa; (3) Penghargaan pada inisiatif dan kesadaran din siswa; (4) Penekanan pada proses bukan penilaian hasil akhir karya siswa pengalamannya; (5) Memberikan waktu yang cukup untuk siswa berpikir dan menghasilkan karya; dan (6) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggugah kreatifitas seperti : “mengapa”, “bagaimana”, “apa yang terjadi apabila ….” dan bukan pertanyaan “apa”, “kapan”. Adapun langkah-langkah mengajar yang dapat mengembangkan kreatifitas siswa sehingga mampu menghasilkan siswa-siswa yang kreatif dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu memotivasi diri; (2) Berfikir kritis; (3) Daya imaginasi tinggi (imaginative); (4) Berpikir orisinil/bukan kutipan dari guru (original); (5) Memiliki tujuan untuk ingin berprestasi; dan (6) Menyampaikan pemikiran dengan bahasa sendiri. Setyono, (2012:3) mengungkapkan bahwa oembelajaran kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, mengimajinasikan, melakukan inovasi, dan melakukan hal-hal yang artistik lainnya. Sedangkan Rusman, (2014:324) menjelaskan bahwa pembelajaran kreatif menuntut guru merangsang kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan Menurut Prastowo (2013:137) kreatif dalam pembelajaran, siswa melakukan serangkaian proses pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan. Yang meliputi,(a) Memahami masalah melalui tiga kegiatan, yaitu: (1) menemukan ide yang terkait; (2) mempresentasikan dalam bentuk lain yang lebih mudah diterima; dan (3) menemukan gap yang harus diisi untuk memecahkan masalah. (b). Merencanakan pemecahan masalah melalui tiga kegiatan, yaitu: (1) memikirkan macam-macam strategi yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah; (2) memilih strategi atau gabungan strategi yang paling efektif, efisien; dan (3) merancang tahap-tahap eksekusi. (c). Melaksanakan rencana pemecahan masalah melalui dua kegiatan, yaitu: (1) menentukan titik awal kegiatan pemecahan masalah; dan (2) menggunakan penalaran untuk memperoleh solusi yang dapat dipertanggungjawabkan. (d). Memeriksa ulang pelaksanaan pemecahan masalah. dalam langkah terakhir ini, kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa ketepatan jawaban dan langkah-langkahnya.

 

Pembelajaran Inovatif

 

Pembelajaran inovatif pada hakikatnya guru dapat mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. “Learning is fun” merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Apabila siswa telah menanamkan hal demikian pada pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas (Amri, 2010:15). Pembelajaran inovatif yang dilakukan dengan cara mengitegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan (Jauhar, 2011: 158). Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan masif mengharuskan sektor pendidikan untuk dapat beradaptasi terhadap digitalisasi sistem pendidikan yang sedang berkembang. Pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang dikemas oleh guru atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar. Pembelajaran inovatif mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi pebelajar untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Inovasi pembelajaran muncul dari perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran berawal dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama yang mengalami anomali menuju paradigma baru yang dihipotesiskan mampu memecahkan masalah.

 

Mampu Tingkatkan Kecerdasan Emosionil

 

Industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh beberapa faktor. Diantaranya meningkatnya volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas, munculnya analisis, kemampuan dan kecerdasan bisnis. Selanjutnya munculnya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin, serta perbaikan instruksi digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Revolusi Industri 4.0 merupakan konsekuensi dari kemajuan dan teknologi yang pada akhirnya menciptakan peradaban manusia. Karena itu pembelajaran dialogis, kreatif dan inovatif memiliki relevansi yang signifikan terhadap peningkatan kecerdasan emosionil peserta didik. Dalam pembelajaran dialogis seperti dalam dunia kerja dapat dilakukan dialog dengan siswa bahwa pekerjaan yang dahulu tersedia telah banyak digantikan oleh mesin digital. Selain itu muncul banyak pekerjaan baru yang menuntut pengetahuan dan keterampilan yang sesuai. Menurut Yamnoon (2018) dalam Sarwiji Suwandi (2019: 5),terdapat 18 kemampuan yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan aktifitas pekerjaan di era Revolusi Industri 4.0. Adapun kemampuan tersebut yakni (1) kemampuan persepsi sensorik, (2) kemampuan mengambil informasi, (3) kemampuan mengenali pola-pola/kategori-kategori, (4) kemampuan membangkitkan pola/kategori baru, (5) kemampuan memecahkan masalah, 6) kemampuan memaksimalkan dan merencanakan, (7) kreativitas, (8) kemampuan mengartikulasikan/menampilkan output, (9) kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pihak, (10) kemampuan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan gagasan, (11) kemampuan menggunakan bahasa untuk memahami gagasan, (12) kemampuan penginderaan sosial dan emosional, (13) kemampuan membuat pertimbangan sosial dan emosional, (14) kemampuan menghasilkan output emosional dan sosial, (15) kemampuan motorik halus/ketangkasan, (16) kemampuan motorik kasar, (17) kemampuan navigasi, (18) kemampuan mobilitas. Karena itu dalam pembelajaran dialogis setiap peserta didik perlu didorong untuk mendapatkan kesempatan menggali potensinya masing-masing. Terutama  dalam konteks bidang ilmu dan pekerjaan yang akan digeluti di masa depan. Pembelajaran yang dilakukan  di sekolah harus mampu mengitegrasikan ke-18 kemampuan itu dalam kegiatan pembelajaran yang membangun daya sensorik siswa. Termasuk  kemampuan kognitif, kemampuan alami berbahasa, kemampuan sosial dan emosional serta kemampuan fisik. Untuk itu perlu dirancang skenario pembelajaran dialogis, kreatif dan inovatif  yang mampu menciptakan lingkungan dan situasi di mana seseorang dapat memunculkan potensi dan kemampuan mereka sendiri. Mengasah kemampuan yang mereka miliki untuk menciptakan pengetahuan mereka sendiri kaitannya dengan bidang ilmu yang mereka tekuni sekarang dan bidang pekerjaan yang akan digeluti di masa datang. Merujuk pendapat Jennifer Nichols dalam Abdur R.(2016:6-7) menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 dan sangat penting dikembangkan oleh guru. Yakni (a.) Instruction should be student centered. Pengembangan pembelajaran harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya. Siswa diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.

(b). Education should be collaborative. Siswa harus diajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu diajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka. (c).Learning should have context.  Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata. Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna, dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata.  (d). Schools should be integrated. Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggungjawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Semoga bermandaat. (****).

 

Rujukan:

  1. 2008. Learning to Teach. Edisi ketujuh. Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  2. Indrawati & Setiawan W. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. pdf, e-Book. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTKIPA)
  3. Mas’ud A. 2009. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan(PAIKEM), Jurnal Pendidikan (Online),
  4. Mustari, M., &Rahman, M. T. (2011). Nilai karakter:Refleksi untuk pendidikan karakter. Jakarta: Raja Grafika Persada.

 

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *