Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional
Merujuk terhadap sumber dari Pusat Asesmen dan Pembelajaran Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud (2020) dijelaskan bahwa Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Sebagaimana diketahui bahwa mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar peserta didik yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Asesmen Nasional dilakukan melalui tiga cara, yaikni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) untuk mengukur literasi (membaca) dan numerasi. Survei Karakter untuk mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter peserta didik. Survei Lingkungan Belajar untuk mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar baik di kelas maupun di sekolah. Diprediksikan pada tahun 2021 penilaian yang dilakukan akan mengadaptasi soal-soal standar Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Soal-soal dalam AKM tersebut akan membuat peserta didik melahirkan daya analisis berdasarkan suatu informasi, bukan membuat peserta didik menghapal atau mengingat-ingat materi. Sedangkan sSurvei karakter bertujuan untuk mengukur hasil belajar emosional yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila dimana pelajar Indonesia memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, bernalar kritis, mandiri, dan kreatif. Dengan kata lain, survei karakter lebih fokus untuk mendapatkan informasi pada aspek afektif atau nonkognitif peserta didik. Sedangkan survei lingkungan belajar bertujuan menggali informasi mengenai kualitas proses pembelajaran, iklim sekolah yang mendukung pembelajaran. Survei ini berkaitan erat dengan tata kelola lingkungan satuan pendidikan dan lebih khusus tata kelola pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Berbagai data dan sumber mengungkapkan bahwa Asesmen Nasional merupakan upaya untuk memotret secara komprehensif mutu proses dan hasil belajar satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh Indonesia. Informasi yang diperoleh dari asesmen nasional diharapkan digunakan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di satuan pendidikan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua peserta didik untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, yaitu literasi membaca dan literasi matematika (numerasi. Pada literasi membaca maupun numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari serta keterampilan memilah atau mengolah informasi. AKM menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh murid menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi yang dimilikinya.
Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia serta untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia. Umumnya dalam pembelajaran terdapat tiga komponen penting. Yakni kurikulum artinya apa yang diharapkan akan dicapai? Pembelajaran, bagaimana dilakukan untuk mencapainya? Asesmen, hasil apa yang sudah dicapai?. Dari pertanyaan diatas maka AKM dirancang untuk menghasilkan informasi serta dilakukan perbaikan kualitas belajar-mengajar sehingga bisa meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dengan demikian soal AKM diharapkan tidak hanya mengukur topik atau konten tertentu namun berbagai konten, berbagai konteks serta pada beberapa tingkat proses kognitif. Intinya komponen AKM terdiri atas tiga yakni Konten, Konteks serta Proses Kognitifnya.
AKM juga merupakan salah satu alat indicator pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah dan program kesetaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam AKM mutu diukur dengan tiga instrument yakni mengukur literasi membaca dan numerasi. Survey karakter (SK) mengukur sikap, kebiasaan, nilai-nilai sbg hasil belajar non kognitif. Sedangkan survey lingkungan belajar (SLB) mengukur kualitas pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran. Literasi membaca dan numerasi merupakan dua kompetensi minimum yang diperlukan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat serta berkontribusi kepada masyarakat. Pendidikan bertujuan mengembangkan potensi siswa secara utuh maka asesmen nasional mendorong mengembangkan sikap, values, dan perilaku yang mencerminkan Pancasila. Sudah barang tentu AKM ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan kegiatan UN sebelumnya. Bahwa AKM tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum. Tidak membedakan peminatan, peserta didik mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama. Keunikan konteks beragam materi kurikulum lintas mapel dan peminatan (ragam stimulus). Terdapat penguasaan terhadap 2 kompetensi yakni literasi dan numerasi. AKM diberlakukan agar mutu pendidikan sesuai dengan standar internasional PISA. AKM dilaksanakan secara adaptif, tidak ada kisi-kisi serta keberhasilan AKM tidak melalui proses drilling soal-soal. Sisi positif dari pemberlakuan AKM yakni diharapkan mampu memperbaiki budaya belajar. Tidak ada dikotomi antara mata pelajaran Ujian Nasional (UN) dan mata pelajaran non Ujian Nasional ( non-UN). Tidak ada mata pelajaran utama dan mata pelajaran pelengkap. Tidak ada percepatan materi atau bimbingan intensif serta meningkatkan proses pembelajaran.
Merdeka Belajar dan Terus Belajar
Pelaksanaan AKM, Survey Karakter dan survey lingkungan belajar (SLB) merupakan kebijakan merdeka belajar dalam rangka mewujudkan transformasi pengelolaan pendidikan di Indonesia. Diterapkannya kebijakan ini merupakan penanda perubahan paradigma evaluasi pendidikan dan peningkatan sistem evaluasi pendidikan. Dengan begitu kita harus menyadari bahwa saat ini bukan zamannya lagi kita menunjukkan sekolah kita paling hebat, tapi bagaimana sekolah yang hebat itu bisa menginspirasi agar semua sekolah menjadi hebat. Merdeka belajar adalah kebijakan besar Nadiem Anwar Makarim dalam rangka mewujudkan transformasi pengelolaan pendidikan di Indonesia. Merujuk pada pendapat Popham (2009), menyatakan bahwa di sejumlah negara, literasi penilaian semakin dipandang sebagai fokus yang tepat dalam program pengembangan profesional guru. Jenis literasi penilaian yang direkomendasikan biasanya mengacu pada keakraban guru dengan dasar-dasar pengukuran yang terkait langsung dengan apa yang terjadi di kelas. Nadiem Anwar Makarim (2020) menyatakan merdeka belajar merupakan prinsip keberlanjutan untuk mencapai critical mass (batas minimum) sekitar 20 persen sehingga memastikan kondisi yang baik bagi sistem pendidikan agar dapat beroperasi secara mandiri dan tidak dapat diputarbalikkan. (sumber: telekonferensi Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Kamis, 02/07/2020). Nadiem Anwar Makarim, et.al, menyatakan terdapat 11 target yang menjadi fokus utama Merdeka Belajar Tahun 2030-2035. Sebanyak enam target berada pada kategori pendidikan dasar dan menengah, dua target pada kategori tata kelola, dan tiga target pada kategori pendidikan vokasi dan pendidikan tinggi. Sesungguhnya upaya untuk menghadirkan kemerdekaan dalam pembelajaran, harus didukung oleh berbagai pihak dan kalangan serta menjadi tanggung jawab bersama.
Kemendikbud juga tengah membangun target ( Road map) dalam lima belas tahun ke depan, dalam konteks transformasi pendidikan kita. Road map ini kelak menjadi ruang akselerasi untuk menjemput Indonesia Emas pada momentum Satu Abad kemerdekaan, yakni pada 2045 yang akan datang. nanti. Pemerintah Indonesia juga telah menyiapkan berbagai langkah dalam konteks penyiapan Indonesia Emas, di antaranya dengan program-program beasiswa perguruan tinggi dan pendidikan lanjutan, sekaligus pelbagai macam proyek infrastruktur untuk memangkas kesenjangan ekonomi di kawasan Jawa dan luar Jawa. Dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan dan kompetensi sumber daya, Kemendikbud juga menargetkan peningkatan skor PISA dengan capaian rasional. Pada 2035, Indonesia ditargetkan mendapatkan peningkatkan skor, yakni literasi (451), numerasi (407), sains (414). Road map ini sudah barang tentu membutuhkan kerja keras dan komitmen dari pelbagai pihak. Upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 membutuhkan dukungan dan kerjasama dari berbegai pihak serta seluruhbelemen bangsa ini. Kolaborasi, komitmen, kerja keras dan kebersamaan visi merupakan kunci untuk mensukseskan merdeka belajar, untuk mewujudkan Indonesia Emas. Merdeka belajar dan terus belajar diharapkan menjadi sebuah upaya berkelanjutan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di negeri ini.
Pengembangan Mutu
Revolusi industri 4.0 yang kita hadapi bersama menuntut kita untuk merubah cara pandang kita terhadap konsep pendidikan yang akan berpengaruh pada praktik- praktik pengajaran. Era ini menuntut adanya persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif serta menyesuaikannya dengan perkembangan teknologi. Kualitas pebelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah guru. Guru dapat dipandang sebagai faktor utama dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas. Banyak hasil hasil penelitian yang menguatkan dan menunjukkan bahwa terdapat tiga komponen penting sangat berpengaruh dalam proses mengajar yang berhasil, yakni kepribadian guru, profesionalitas guru dan latar belakang keahlian yang dikuasainya berdasarkan pendidikan sebelumnya (Danim, 2010). Begitu juga dengan program pembinaan guru harus dilaksanakan dilaksanakan dengan serius dan berkelanjutan. Contohnya adalah program Guru Penggerak harus didukung oleh semua pihak apabila benar-benar programnya bagus. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan, seperti perubahan kurikulum, pengembangan metode-metode mengajar, penyediaan sarana dan prasarana akan sangat berarti apabila melibatkan guru. Pemberdayaan guru menjadi bagian dari proses pembinaan guru itu sendiri agar terus meningkatkan mutu dan kualitasnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni dengan melaksanakan perbaikan melalui pembinaan kompetensi guru. Kurangnya pelatihan terhadap guru serta rendahnya kemauan guru untuk meningkatkan kualitas diri juga menjadi dilemma dalam peningkatan mutu pendidikan. Banyak guru bekerja tanpa pelatihan memadai, sedangkan peningkatan kompetensi secara mandiri juga tidak mudah dikondisikan. Pemerataan dan kualitas guru menjadi problematika yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi persaingan di era revolusi industry 4.0.
Seluruh rakyat memiliki hak menikmati pendidikan yang layak serta adil dan merata sebagai landasan proses terciptanya sumberdaya manusia (SDM) yang unggul. Pendidikan berkualitas, harus didukung oleh sarana, prasarana, pendidik atau guru yang berkualitas. Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas serta mutu bidang pendidikan seperti pelatihan-pelatihan untuk para guru dan akreditasi lembaga pendidikan wajib dilakukan. Perlu kita sadari bahwa kemajuan dalam berbagai bidang maupun kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dilatarbelakangi oleh kemajuan pendidikan. Semua ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif dan efisien dapat menghasilkan output peserta didik yang berkualitas. Pembelajaran yang kondusif dan dinamis juga merupakan faktor terwujudnya mutu pendidikan. Selain itu guru dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan knowledge, values, dan skill, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral terhadap peserta didik. Banyak kalangan menyatakan bahwa profesionalisme guru dapat dilakukan; pertama; dengan memahami tuntutan standar profesi yang ada. Ke dua; mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan. Ke tiga; membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi. Ke empat; mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen.Ke lima; mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemamfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasi tidak ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pelajaran. (sumber: Muhson dalam Yusutria, 2017: 5).
Karena itu, guru harus membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga dia mampu menjadi pencetus ”teori-teori” baru dalam konteks pembelajarannya untuk peningkatan mutu pendidikan. Guru harus membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga kelak mampu mempertahankan kompetensi dan profesionalitas yang dimilikinya.
Menghadapi tantangan di masa depan, maka sector pendidikan dituntut untuk berubah dalam menghadapi abad 21. Sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu pembelajaran yang bercirikan learning skill dan sarat dengan literasi. Sistem pembelajaran pada abad 21 merupakan penerapan sistem pembelajaran dengan kurikulum yang dikembangkan menuntut sekolah mengubah pendekatan pembelajaran yakni yang berpusat pada pendidik (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan, peserta didik harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Pemanfaatan teknologi dalam peningkatan layanan pendidikan terutama pemerataan akses dan mutu pembelajaran harus didukung dengan minat yang tinggi baik dari para guru maupun peserta didik untuk belajar teknologi.
Dengan demikian bahwa Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) sebagai bentuk penilaian baru dalam pendidikan kita hendaknya menjadi titik awal dalam pengembangan mutu pendidikan di negeri ini. Berinovasi merupakan hal mutlak yang harus dilakukan seiring dengan perkembangan Iptek termasuk dalam mengembangkan mutu pendidikan. Peningkatan kapasitas guru juga harus dilakukan secara rutin dalam menyikapi perkembangan serta dinamisasi arus perubahan dunia global. Banyak kalangan berkeyakinan bahwa e-learning atau pembelajaran elektronik di masa depan akan terus berkembang termasuk dalam penilaian mutu pendidikan. Semoga Bermanfaat. (Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).
Rujukan:
1. Danim, S, 2010, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
2. Deseler, G, 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Indeks.
3. Hatten, K.& Rosenthal,S,2001.Reaching for the Knowledge Edge. New York: Amrican Management Association.
4. http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/tahun-2021-ujian-nasional-diganti asesmen-kompetensi-dan-survei-karakter
5. https://www.adminbawean.com/2020/10/mempersiapkan-akm-menuju-sekolah. html
Komentar