Makin maraknya perngusaha batubara nakal di Jambi, sangat merugikan Negara dan Masyarakat.
Negara tidak mendapatkan pemasukan pajak dari terciptanya jalan khusus yang dibangun oleh swasta, juga negara berpotensi dirugikan menanggung biaya perbaikan jalan rusak disebabkan oleh angkutan batubata.
Carut marutnya angkutan batubara di Jambi tak hanya menjadi tugas berat Gubernur untuk menyelesaikannya.
Belum siapnya jalan khusus angkutan batubara yang dibangun pihak swasta berdampak langsung pada kenyamanan masayarakat penguna jalan raya.
Lambat dan tidak seriusnya pembuatan jalan khusus batu bara oleh pihak swasta salah satunya karena lemahnya aturan tentang hal ini.
Lalu muncul masalah jalan ditingkat Kabupaten/Kota terkait angkutan batubara yang melalui jalan umum.
Bila Gubernur tak juga berani mengeluarkan Pergub maka harapan besar kita pada bupati/walikota.
Bupati/Walikota dapat mengeluarkan Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/perwako) terkait angkutan batubara, terutama untuk memperkuat Peraturan Daerah (Perda) yang sudah ada.
Perbup/Perwako ini penting karena ada jalan-jalan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, dan Perda mungkin memerlukan peraturan turunan untuk implementasinya.
Bupati/Wako harus segera berhitung nilai ekonomis serta dampak sosial dengan mengizinkan angkutan batubara mengunakan jalan umum, mana lebih besar manfaat ketimbang kerusakan jalan yang biaya perbaikannya mengunakan APBD itu.
Perbup/Perwako dibuat oleh bupati/wako bersifat lebih spesifik dan teknis berfungsi untuk mengimplementasikan UU dan Perda dan UU yg bersifat umum.
Perbup/Perwako terkait angkutan batubara bisa dibuat untuk mengatur hal-hal teknis seperti rute angkutan, standar kendaraan, izin angkutan, dan sanksi pelanggaran.
Perbup/wako ini penting untuk memperkuat pengaturan angkutan batubara, karena banyak hal yang bisa diatur secara detail di tingkat kabupaten/kota.
Perbup memastikan UU dan Perda dapat diterapkan dengan baik di tingkat kabupaten/kota, karena UU dan Perda mungkin tidak bisa diterapkan secara langsung tanpa peraturan turunan.
Tentunya Perbup/wako ini menyesuaikan peraturan dengan kondisi spesifik di wilayahnya.
Kesimpulan:
Bupati/Walikota memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Perbup/wako terkait angkutan batubara, khususnya untuk mengimplementasikan dan memperkuat Perda yang sudah ada.
Contoh keluhan masyarakat Koto Boyo Kabupaten Batang Hari yang berkonsultasi dengan LBH Siginjai terkait kendaraan angkutan batubara yang meresahkan memakai jalan umum, sudah seharusnya Bupati Batang Hari menerbitkan Perbup dan memberikan sanksi mencabut IPJ perusahaan tersebut, sehingga dampak kerugian keuangan daerah dan sosial tak makin meluas.
Hal ini tentu tak menguntungkan pihak Pemda Batang Hari, karena bisa saja Bupati sebagai penyelenggara dapat dilaporkan ke penegak hukum melanggar Pasal 273 UU Lalu lintas nomor 22 tahun 2009.
Pasal 273 menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp12 juta.
Jadi Perbup/wako ini sangat penting untuk memastikan UU dan Perda dapat diterapkan dengan baik, Petugas Polantas dan Dishub akan memiliki payung hukum dalam penegakan hukum dengan memberikan sanksi pada pelanggar.
dan Bupati/Walikota dapat memberikan sanksi tegas pencabutan izin, tentu Perbup ini disesuaikan dengan kondisi spesifik di tingkat kabupaten/kota. ***















Komentar