Implikasi Pembelajaran Abad 21 Terhadap Pembinaan Kesiswaan

Oleh: Nelson Sihaloho

SMP Negeri 11 Kota Jambi

Abstrak:

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan proses pendidikan dalam bentuk kegiatan kurikuler, kokurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan kurikuler berlangsung dalam waktu yang sudah dialokasikan dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Dua kegiatan yakni kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler biasanya dilaksanakan di luar pelajaran tatap muka. Pembinaan terhadap siswa dilakukan secara terstruktur dan terpadu. Para pembina yang mendapatkan tugas sebagai pembina perlu memahami tujuan dan materi tentang pembinaan siswa melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Pembinaan kesiswaan mengacu pada Permendikbud Nomor 39 Tahun 2008. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) model-model pembelajaran terus berkembang dengan dinamis. Termasuk pembelajaran Abad 21 yang ditandai dengan persaingan kompetitif. Kompetensi global penting sangat penting diperhatikan dalam pendidikan sekarang ini termasuk dalam pembinaan kesiswaan. Ada tiga hal menonjol yang mendorong terjadinya arus globalisasi kompetensi tersebut terjadi. Yakni globalisasi ekonomi dan perubahan tuntutan kerja. Migrasi dan imigrasi menciptakan masyarakat yang lebih beragam secara kultural dan bahasa serta ketidakstabilan iklim dan meningkatnya kebutuhan akan pengelolaan lingkungan global. Abad 21 merupakan era dimana teknologi menjadi basis kehidupan manusia. Semua kegiatan manusia dilakukan secara online, dengan kata lain segala sesuatu dilakukan menggunakan jaringan internet.Termasuk penerapan model pembelajaran Abad ke-21 harus memberikan implikasi positif terhadap peningkatan pembinaan kesiswaan.
Kata kunci: pebelajaran Abad ke-21 dan pembinaan kesiswaan

Pembelajaran Abad ke-21

Jika merujuk pada pengembangan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengacu pada tiga konsep pendidikan abad ke-21. Yakni keterampilan abad ke-21 (21st century skills), pendekatan saintifik (scientific approach), dan penilaian autentik (authentic assesment). Implikasi terhadap guru dan sekolah, pembelajaran harus merujuk pada empat karakter belajar abad 21. Berpikir kriris dan pemecahan masalah, kreatif dan inovasi, kolaborasi, dan komunikasi. Model ini dikenal dengan 4C yaitu critical thinking dan problem solving, creative and innovation, collaboration, and communication, (sumber: Suwandi, 2018). Arnold (2019) yang merupakan seorang guru pendidikan khusus dan pelatih STEM di New York mengelaborasi kebutuhan pembelajaran abad 21 menjadi 7C, 3R, dan 3M. Untuk mengatasi pembelajaran pada masa mendatang muncullah eksplorasi keterampilan global yang diperlukan di semua bidang, yakni pengakuan 4 C (critical thinking, creative, communication, and collaboration). Selanjutnya berkembang dengan menambahkan tiga hal yakni belajar karier, teknologi komputasi, pemahaman lintas budaya dan menjadi 7 C (critical thinking, creative, communication, and collaboration career learning, computing technology, crosscultural understanding). Mengacu pada hal tersebut maka dalam pembelajaran siswa dihadapkan pada sejumlah permasalahan riil yang menuntut mereka untuk memecahkannya. Keterampilan abad 21 merupakan keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa guna mempersiapkan lulusan yang mampu untuk bekerja di masa depan. Selain itu mampu menghadapi pengaruh globalisasi, kemajuan teknologi, kompetisi internasional, perubahan pasar global, lingkungan transnasional maupun perubahan politik. Mengutip Wagner (2014) dalam bukunya yang berjudul “The Global Achievement Gap” mengatakan bahwa untuk mendukung paradigma baru pembelajaran abad 21, guru perlu mengembangkan 4C kepada siswa, agar nantinya siswa dapat berkembang lebih maju. Warner (2016) menyatakan bahwa pada fase critical thinking, guru harus mampu menilai sejauh mana kemampian siswa dapat berfikir secara fundamental. Intinya, apakah siswa tersebut sudah mampu berfikir secara mendasar, kritis, dan logis. Fase collaboration, guru harus mengetahui sejauh mana kemampuan siswa untuk bisa berkolaborasi bersama teman sejawat dalam suatu team work. Fase communication, guru harus mampu mengetahui sejauh mana siswa tersebut dapat memfilter informasi yang diperolehnya melalui jejaring sosial media, karena munculnya berita hoax akan dewasa ini akan memicu komunikasi anatara siswa dan lingkungan sekitar dapat terganggu. Fase creativity, diharapkan guru mampu mengukur tingkat kreatifitas siswa di dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilannya pada penggunaan media berbasis online. Pendidikan di era global saat ini memang diarahkan pada beberapa aspek pembelajaran. Diantaranya, aspek instruction should be student-centered yakni pengembangan pembelajaran menggunakan pendekatan bimbingan yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang dengan aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa juga tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru namun berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya. Kondisi tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berpikirnya, diajak berkontribusi memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat. Aspek lainnya adalah, education should be communicative and collaborative. Siswa harus diedukasi untuk dapat berkomunikasi dan berkolaborasi dengan orang lain. Elemen komunikasi menargetkan siswa dapat menguasai, manajemen atau mengatur dan membuat hubungan komunikasi yang baik dan benar secara tulisan, lisan maupun multimedia. Aspek lainnya adalah. learning should have contex yaitu pembelajaran tidak akan berarti apabila tidak memberi implikasi positif terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Itulah sebabnya materi pelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru juga wajib membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya. Selanjutnya adalah, schools should be integrated with society yaitu upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah seharusnya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya.

Pembinaan Kesiswaan

Era Globalisasi yang terus bergerak dengan dinamis mendorong  kita untuk melakukan spirit dan langkah maju untuk siap nerkompetisi dengan Negara lain. Pembinaan kesiswaan menghadapi tantangan yang cukup berat di era globalisasi maupun pembelajaran Abad 21.Setiap bangsa dituntut dan mengharuskan semua manusia bersaing secara ketat dalam berbagai lapangan kehidupan. Belajar sepanjang hayat dan terus  memperbaiki diri menjadi kunci utama dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Sekolah merupakan lembaga pendidikan bertujuan mengembangkan kepribadian atau kemampuan siswa. Sekolah juga merupakan salah satu wadah untuk mewujudkan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kegiatan diluar mata pelajaran dilakukan dengan melakukan kegiatan pembinaan kesiswaan dengan kegiatan pengembangan diri. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian siswa atau peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan layanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Adapun kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah yang disediakan oleh satuan pendidikan atau sekolah yang menyalurkan, mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, minat, hobi, kepribadian dan kreativitas peserta didik yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi talenta peserta didik. Pembinaan kesiswaan merupakan suatu usaha lembaga pendidikan dalam mengembangkan minat, bakat dan kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Soetjipto dan Raffli Kosasi (2009:166) menyatakan pembinaan kesiswaan adalah pemberian layanan kepada siswa disuatu lembaga pendidikan, dengan menciptakan kondisi atau membina siswa sadar akan tugas-tugasnya baik didalam maupun luar jam pelajarannya dikelas. Adanya pembinaan kesiswaan, dapat mengembangkan potensi peserta didik tidak hanya dalam mengoptimalkan bakat, minat dan kreatifitasnya namun juga dalam membentuk watak serta akhlak siswa. Zainal Aqib & Sujak (2011:68), mengemukakan, ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan diluar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam dan/atau diluar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas wawasan, meningkatkan, keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial, baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna. Peran pemimpin terutama Kepala Sekolah sangat penting didalam kegiatan pembinaan ekstrakurikuler. Menurut John R. Schermerhorn (2010:18) mengemukakan bahwa : Leading is the process of arousing people’s enthusiasm to work hard and inspiring their efforts to fulfill plans and accomplish objective. Tugas memimpin dilakukan oleh Kepala Sekolah yaitu dengan memberikan motivasi kepada guru dan personal sekolah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam kepemimpinan diperlukan kontribusi dari seluruh guru, pembina, staf sekolah, dan peserta didik. John R. Schermerhorn, et,al, memyatakan “Controlling is the process of measuring work performance, comparing results to objectives, and taking corrective action as needed. through controlling, managers maintain active contact with people inthe course of their work, gather and interpret report on performance, and use this information to make constructive change”. Bahwa proses pembinaan selanjutnya yaitu pengendalian di dalam proses kegiatan ekstrakurikuler. Pengendalian setiap proses kegiatan yang dijalankan dapat dilihat kekurangan serta kendala-kendala yang dihadapi. Pengendalian dalam kegiatan ekstrakurikuler dilakukan proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan. Dalam pengembangan kegiatan ektrakurikuler adanya faktor yang dapat mendukung kegiatan ekstrakurikuler tersebut bisa sukses. Diantaranya, faktor kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kegiatan ekstrakurikuler. Hoach lander, Alt, dan Beltranena sebagaimana dikutip oleh William (2003:111) menyatakan bahwa: An effective leader of school improvement (1) understands the elements that contribute to atudent learning; (2) can assemble these element into workable, coherent instructional programs; and  (3) can work with faculty and other stakeholders to implement these instructional programs in a fashion appropriately tailored to particular students and local circumstances. Kegitan ekstrakurikuler harus didukung sepenuhnya oleh kepala sekolah sebagai penanggungjawab dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah. Menurut Wahjosumidjo (2007:191), selain tugas mengajar,guru juga bertugas mendidik dan melatih para peserta didik. Apabila mendidik lebih menekankan pada perkembangan kemampuan berfikir dan kemampuan intelektual. Sedangkan melatih diarahkan kepada pembinaan minat dan bakat serta keterampilan yang mengacu pada lahirnya manusia yang mandiri. Perlu diperhatikan oleh sekolah dalam menunjuk pembina ekstrakurikuler adalah kemampuan serta keterampilan di masing-masing jenis ekstrakurikuler, kemauan yang tinggi dan kesanggupan dalam melatih ekstrakurikuler sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Faktor yang mempengaruhi kegiatan ekstrakurikuler berikutnya adalah siswa. Termasuk minat, dukungan orang tua, tugas sekolah, jarak rumah ke sekolah dan pembelajaran intrakurikuler sekolah. William dan Susan Berber (2003:111) mengemukakan bahwa jumlah partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler juga berhubungan positif dengan prestasi akademik. Karena itu, upaya peningkatan SDM melalui kegiatan pembinaan kesiswaan harus diprogramkan secara terstruktur, berkesinambungan dan dievaluasi dengan cara berkala. Hal ini semakin penting dilakukan sebab perubahan-perubahan akibat perkembangan Iptek serta komunkasi menjadi semakin tidak kentara. Kompetensi penyelenggaraan pendidikan mengacu pada kompetensi siswa yang diarahkan pada kompetensi multiple intelegensi sangat diharapkan. Karena itu, upaya pengembangan potensi diri peserta didik sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan pendidikan khusunya di era industry 4.0.

Orientasi ke Masa Depan

Umumnya dalam perjalanan suatu negara dalam memajukan pendidikan tidak terlepas dari langkah politik, tuntutan perubahan kurikulum maupun perkembangan Iptek. Merujuk pada tuntutan pembelajaran Abad 21, revolusi industry 4.0 serta era society 5.0 maka pola pembinaan kesiswaam farus difokuskan pada pengembangan Sains, Teknologi, Enginering dan Matematics (STEM) berbasis penguatan karakter. Termasuk dalam memfungsikan kegiatan ekstra kurikuler difokuskan pada fungsi pengembangan, sosial, rekreatif serta persiapan karir. Prinsip-prinsip juga harus benar-benar dijalankan dengan baik yakni prinsip individual, pilihan, keterlibatan aktif, menyenangkan, etos kerja serta kemanfaatan sosial. Mengacu pada era TIK digital saat ini dibutuhkan sebuah orientasi baru dalam pendidikan yang menekankan pada konstruksi aktif siswa melalui pengembangan kesiswaan. Kefiatan pembinaan yang memfokuskan orientasi baru menuntut motivasi diri siswa (self-motivated) dan pengaturan diri sendiri (self-regulated). Model pembelajaran dan pembinaan kesiswaan yang dilakukan hendaknya bisa membawa keberhasilan siswa dalam menciptakan karya-karya inovatifnya. Mengutip Lim, Cher-Ping and Tay, Lee-Yong (2006) menyatakan pembelajaran yang bersifat interaktif dan kolaboratif diharapkan mampu memperkaya pengalaman belajar dengan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar melalui pemberian masalah yang nyata dengan beragam sudut pandang dari berbagai aspek, dan yang terpenting adalah pengalaman berbagi dan hidup bersama dalam masyarakat. Kita harus memahami bahwa paradigma dalam pendidikan saat ini telah beralih dari paradigma mengajar menuju paradigma belajar. IPendidikan bukan lagi mengenai bagaimana menyampaikan pengetahuan dan informasi kepada siswa, tetapi tentang bagaimana membantu siswa untuk mencari danmenemukan (search-discovery) informasi sendiri dan kemudian membantu siswa untuk mengkonstruksi dan menciptakan (construction-invention) pengetahuan yang bermanfaat untuk diri mereka. Era digital global saat ini, hendaknya menjadi visi yang jelas untuk para guru, bagaimana memperlakukan siswa dalam belajar termasuk dalam pembinaan kesiswaan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang pesat serta tingginya tingkat keambiguan dalam teknologi memberi peluang terjadinya berbagai masalah, Dalam pembinaan kesiswaan guru harus meningkatkan kreatifitas tentang bagaimana siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan. Menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa belajar secara aktif dan mandiri dari berbagai sumber pembelajaran, yang memungkinkan siswa membangun kompetensi mereka secara utuh, dari kompetensi dasar hingga kompetensi tingkat tinggi. Minimal ada tiga peran penting dalam pendidikan berbasis digital global yang bisa diterapkan dalam pembinaan kesiswaan di era pembelajaran Abad 21. Yakni sebagai pembawa perubahan, pembaharu pengetahuan, serta konsultan pembelajaran. Menjadi pembawa perubahan, perubahan merupakan suatu hal yang kekal dalam kehidupan. Manajemen perubahan tidak hanya berarti respon pasif pada perubahan tersebut tetapi juga bagaimana seseorang dapat secara aktif dan intensif merencanakan perubahan pembinaan kesiswaan. Makin pesatnya teknologi jaringan digital diikuti ‘prinsip keterbukaan informasi’ memungkinkan orang-orang untuk bertukar informasi dan berbagi banyak sumber/ berbagai sumber (information exchange and resource sharing). Geliat dunia virtual dewasa ini nampaknya lebih digandrungi oleh peserta didik, menjadikan guru harus berpikir ulang untuk menata sistem mengajar yang relevan, inovatif dan adaptif termasuk pembinaan kesiswaan. Strategi mengatasi tantangan; sistem pendidikan yang masih terjebak pada otoritas struktural-birokratis harus segera dibenahi. Guru di era digital tidak boleh mengikuti kurikulum yang baku dan kaku. Fakta dan kenyataan dari banyaknya sistem pembelajaran yang berlangsung, guru masih berkutat pada apa-apa yang tengah dicetuskan oleh pemerintah, di mana ketika guru mengajar hanya terpaku pada target kurikulum yang kaku dan mekanistis. Intinya dalam pembinaan kesiswaan guru sebagai pembimbing; agar dapat mengarahkan kepada siswa untuk menjadi sebagaimana yang diinginkannya. Sebagai motivator; proses pembinaan kesiswaan akan berhasil apabila siswa memiliki motivasi berprestasi dalam dirinya. Termasuk guru sebagai elevator; setelah melakukan proses pembinaan kesiswaan, guru Pembina wajib mengevaluasi semua hasil yang telah dilakukannya selama ini. Dengan demikian jelas bahwa implikasi pembelajaran Abad 21 terhadap pembinaan kesiswaam memiliki relevansi yang signifikan. Tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam mendukung Program Sekolah Penggerak, Calon Kepala Sekolah, Calon Guru Penggerak merupakan orang-orang pilihan dan merupakan orang-orang yamg dari awal memang terbukti berhasil dalam membina siswanya untuk berprestasi baik tingkat provinsi hingga ke tingkat nasional. Semoga Bermanfaat.
Rujukan:
Agboola, A. & Tsai, K. C. 2012. “Bring Character Education into Classroom” dalam European Journal of Educational Research, 1(2), 163-170.
Arnold, Sean. 2018. Educational Philosophy, Project-Based Learning, Technology. https://braveintheattempt.com/2018/04/19/ the-future-of-education-the-7cs-3-rs-3-msof-21st-century-learning/ 3.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan. 2008. Jakarta: Diperbanyak oleh Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Mendeti Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
Suwandi, S. 2019. Pendidikan Literasi: Membangun Budaya Belajar, Profesionalisme Pendidik, dan Budaya Kewirausahaan untuk Mewujudkan Marwah Bangsa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Komentar