Urgensi Melibatkan Siswa Berpikir Reflektif Dalam Pembelajaran

Oleh: Nelson Sihaloho

Rasional:

Revolusi industri 4.0 saat ini selain menjadi babak baru dalam kehidupan umat manusia, juga dibutuhkan perubahan pola pikir. Perubahan pola pikir untuk menghadapi perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang terus berkembang serta dinamis. Dalam pembelajaran yang mengacu pada pola berpikir tingkat tinggi guru syogianya dituntut untuk rutin melibatkan siswanya berpikir reflektif. Sebagaimana umumnya, belajar dinyatakan akan bermakna apabila terjadi aktifitas baik mental maupun fisik yang dilakukan siswa. Untuk memunculkan aktivitas belajar bermakna tentunya guru harus membuat pengalaman belajar yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Berpikir reflektif seringkali diidentikkan sebagai kemampuan berpikir yang bermakna didasarkan pada alasan dan tujuan. Jenis berpikir reflektif melibatkan pemecahan masalah, perumusan kesimpulan, memperhitungkan apa saja yang akan dilakukan, dan membuat keputusan-keputusan pada saat seseorang menggunakan ketrampilan yang bermakna dan efektif untuk konteks tertentu dan jenis dari tugas berpikir. Berpikir reflektif dapat mengembangkan ketrampilan-ketrampilan berpikir tingkat tinggi melalui dorongan untuk menghubungkan pengetahuan baru pada pemahaman mereka yang terdahulu, berpikir dalam terminologi abstrak dan konkrit, menerapkan strategi spesifik untuk tugas-tugas baru, dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan belajar strategi. Umumnya kalangan para ahli mengemukakan empat tahap berpikir reflektif perspektif teoritis yaitu tindakan kebiasaan, pemahaman, refleksi dan kritis. Urgensi berpikir reflektif oleh guru dengan melibatkan siswa akan meminimalisir masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran. Berpikir reflektif merupakan berpikir tingkat tinggi yang mengharuskan individu aktif, dan hati-hati dalam memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan yang telah diperolehnya serta mempertimbangkan dengan seksama dalam menyelesaikan permasalahannya. Implementasi berpikir reflektif dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran dengan signifikan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dialaminya.

Berpikir Reflektif

Berpikir artinya manusia menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. Atau seringkali kata berpikir diartikan sebagai proses yang mengahasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan informasi yang kompleks antara berbagai proses mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Berpikir juga dipandang sebagai pemrosesan informasi dari stimulus yang ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position) atau goal state. Intinya, berpikir itu merupakan suatu proses kognitif yang berlangsung antara stimulus dan respon. Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya. Proses berpikir juga dapat diartikan sebagai peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan pengalaman sebelumnya. Eby & Kujawa (Lee, 2005) memaparkan tentang model berpikir reflektif yang meliputi: mengamati (observing), berefleksi (reflecting), mengumpulkan data (gathering data), mempertimbangkan prinsip-prinsip moral, membuat penilaian (making a judgement), mempertimbangkan strategi-strategi (considering strategis), tindakan (action). Kemampuan berpikir reflektif sering kali dikaitkan dengan aktivitas pemecahan masalah. Menurut Krulik dan Rudnik (dalam Dindyal, 2005) menggambarkan suatu masalah sebagai suatu situasi yang memerlukan pemecahan dimana seseorang tidak melihat suatu alat atau metode yang jelas dalam memperoleh pemecahan dari masalah yang bersangkutan.
Adapun Dewey (dalam Song: 2005) menyatakan bahwa berpikir reflektif adalah “Active, persitent, and careful consideration of abelief or suposed form of knowledge on the grounds that reflective thinking suports the belief or knowledge and the further conclusions one can draw about it”. Dengan kata lain berpikir reflektif adalah aktif terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format yang diharapkan tentang pengetahuan apabila dipandang dari sudut pandang yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan. Pakar lainnya, Zehavi dan Mann. (2006) merinci kemampuan berpikir reflektif meliputi kegiatan: menganalisis penyelesaian masalah, menyeleksi teknik, memonitor proses solusi, insight, dan pembentukan konsep. Moss (2010) bahwa kegiatan berpikir reflektif sering tidak dilakukan secara efektif dan sulit dibiasakan pada siswa. Jozua (2010) juga menyatakan bahwa berpikir reflektif masih jarang dibiasakan oleh guru dan dikembangkan pada siswa sekolah menengah. Pemecahan masalah itu sendiri menurut Santrock (2010) merupakan suatu proses kognitif dalam mencari solusi atau cara penyelesaian yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan Gurol (2011) menyatakan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah dan tepat dimana individu dapat menyadari, menganalisis, mengevaluasi, dan memotivasi dalam proses belajarnya sendiri. Dengan demikian, berpikir reflektif guru bertujuan untuk mencapai target belajar dan menghasilkan pendekatan pembelajaran baru yang berdampak langsung pada proses belajar. Proses pemikiran reflektif dapat mengurangi faktor kesalahan saat siswa memecahkan masalah yang dihadapi.
Sezer (dalam Choy dan Oo, 2012) berpikir reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan dibutuhkan, hal ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan situasi belajar. Selain itu, berpikir reflektif berperan sebagai sarana untuk mendorong pemikiran selama situasi pemecahan masalah, karena memberikan kesempatan untuk belajar dan memikirkan strategi terbaik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Seorang guru perlu mengetahui karakteristik proses berpikir reflektif siswa. Hal ini dapat membantu guru dalam melacak kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Kesalahan yang teramati dapat dijadikan sumber informasi dalam perbaikan kualitas pembelajaran. Selain itu, juga dapat membantu guru dalam melatih proses berpikir siswa supaya lebih terarah dan berkembang sesuai struktur kognitif dan afektifnya.

Kemampuan Berpikir Reflektif

Adapun pemecahan masalah menurut Polya (Erman Suherman, 2003: 91) yakni ketika siswa memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan memeriksa kembali. Selain perlu mengetahui karakteristik proses berpikir reflektif, seorang guru juga perlu memperhatikan kemampuan awal matematika siswa dalam pembelajaran. Hal itu memungkinkan terjadinya perbedaan penerimaan materi masing-masing siswa yang pada dasarnya memiliki kemampuan awal berbeda satu sama lain. Menurut Bruning, (dalam Jiuan, 2007) menyatakan bahwa kemampuan berpikir reflektif meliputi: menafsirkan masalah, membuat kesimpulan, menilai, menganalisis, kreatif dan aktivitas metakognitifnya. Sedangkan Eby dan Kujawa (dalam Nindiasari, 2007) merinci berpikir reflektif yang meliputi kegiatan: mengamati, melakukan refleksi, mengumpulkan data, mempertimbangkan prinsip-prinsip moral, membuat perkiraan, mempertimbangkan strategi dan tindakan.
Hal itu sejalan dengan pendapat Pentatito (2008: 28) yang menyatakan bahwa kemampuan awal merupakan kemampuan yang telah melekat pada seseorang dan yang terkait dengan hal baru yang akan dipelajari selanjutnya. Kemampuan awal merupakan pondasi dan dasar pijakan untuk pembentukan konsep baru dalam pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan bermakna jika seorang siswa telah dapat mengaitkan konsep-konsep yang ada dalam benaknya dengan baik.
Kember (dalam Mahasneh, 2013:52) mengungkapkan bahwa berpikir reflektif dapat digolongkan ke dalam 4 tahap yaitu: (a) tindakan biasa (habitual action), (b) pemahaman (understanding), (c) refleksi (reflection), dan (d) berpikir kritis (critical thinking). Jozua Sabandar (dalam Muhammad Irfan, 2013) mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan kemampuan berpikir reflektif siswa, maka siswa harus dilibatkan dalam suatu pemecahan masalah. Intinya berpikir reflektif merupakan berpikir tingkat tinggi yang mengharuskan individu aktif, dan hati-hati dalam memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan yang telah diperolehnya serta mempertimbangkan dengan seksama dalam menyelesaikan permasalahannya. Indikator berpikir Reflektif Menurut Hamilton (2005), Boody (2008) dalam Schon (2012) karakteristik dari berpikir reflektif sebagai berikut: 1) Refleksi sebagai analisis retrospektif atau mengingat kembali. Dimana pendekatan ini siswa maupun guru merefleksikan pemikirannya untuk menggabungkan dari pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari pengalaman tersebut berpengaruh dalam prakteknya. 2) Refleksi sebagai proses pemecahan masalah. Diperlukannya mengambil langkah-langkah untuk menganalisis dan menjelaskan masalah sebelum mengambil tindakan. 3) Refleksi kritis pada diri. Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan. 4) Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif dibandingkan dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas maupun masalah. Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat penting dalam menentukan praktik dari kemampuan berpikir reflektif.
Mengutip Mezirow mengemukakan empat tahap berpikir reflektif prespektif teoritis yaitu tindakan kebiasaan, pemahaman, refleksi dan kritis.Tindakan kebiasaan adalah kegiatan otomatis yang dilakukan dengan pikiran. Pemahaman adalah belajar dan membaca tanpa terkait dengan situasi lain. Refleksi menyangkut pertimbangan aktif, gigih dan hati-hati dari setiap asumsi atau keyakinan didasarkan pada keadaan seseorang. Refleksi kritis dianggap sebagai tingkat yang lebih tinggi dari pemikiran reflektif yang menyebabkan seseorang menjadi lebih sadar bagaimana melihat suatu masalah, cara merasakan suatu masalah, bertindak dan penyelesaian suatu masalah.

Implikasi dan Penerapannya

Banyak kalangan pakar ahli mengungkapkan bahwa untuk memberdayakan kemampuan berpikir reflektif adalah dengan memberikan tanggapan terhadap hasil jawaban siswa saat menyelesaikan soal. Sebab pada saat menyelesaikan soal-soal mereka sedang termotivasi dan senang dengan hasil yang dicapai. Para siswa merasa senang dan termotivasi serta harus tetap dipertahankan dengan memberikan tugas baru kepada mereka. Sejumlah asumsi atau alternative yang dapat diberikan diantaranya bagaimana jika menyelesaikan masalah dengan cara yang lain?. Mengajukan pertanyaan “bagaimana jika”?. Mengajukan pertanyaan “apa yang salah”? Mengajukan pertanyaan “apa yang kamu lakukan”?.
Sebab pembelajaran reflektif berkaitan dengan fungsi otak dan tubuh sebagaimana dalam pemikiran tingkat tinggi dan pemecahan masalah. Pada saat ini sistem reflektif dengan pola mental menghidupkan kembali masa lalu sambil memikirkan masa depan. Melalui sistem reflektif memungkinkan kita menjadi apapun yang kita mampu jika kecerdasan reflektif dipupuk dan dikembangkan dengan serius.
Praktek pembelajaran reflektif adalah bagian dari proses pembelajaran dan perkembangan: Sistem pembelajaran reflektif (reflective learning) adalah sistem pembelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan analisis atau pengalaman individual yang dialami dan memfasilitasi pembelajaran dari pengalaman tersebut. Pembelajaran reflektif mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif dan reflektif, mempertanyakan sikap dan mendorong kemandirian mereka. Pembelajaran reflektif melihat bahwa proses adalah produk dari berpikir dan berpikir adalah produk dari sebuah proses. Aspek tentang siapa diri kita yang bisa dipelajari dan diraih ini sebagai perangkat pikiran (mindware). Perangkat pikiran adalah semua hal yang bisa dipelajari manusia yang membantu mereka mengatasi berbagai masalah, membuat keputusan, memahami konsep yang sulit dan melaksanakan tugas intelektual lain yang membebani dengan lebih baik. Kecermatan berpikir dan pemikiran reflektif perlu dipupuk karena keduanya benar-benar merupakan kecerdasan yang bisa dipelajari. Mengutip Given (Dharma, 2007:304) menyatakan bahwa ”sistem pembelajaran reflektif berfungsi terbaik ketika diajarkan strategi reflektif ”. Dalam pembelajaran guru dituntut untuk mampu menjadi pribadi yang reflektif. Menjadi pribadi yang reflektif, akan membantu guru untuk memeriksa kelebihan dan kekurangannya dalam mengajar untuk memperbaiki kualitas layanan pengajaran yang diberikannya terhadap siswa. Pentingnya guru melakukan refleksi dengan berulangkal melalui proses berpikir reflektif dalam mata pelajaran yang diampunya. Melalui hasil proses refleksi kiranya dapat membantu guru untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam kelas. Se;ain itu guru harus lebih fokus mengobservasi karakteristik siswa dalam satu kelas. Sehingga melalui pengenalan akan setiap pribadi siswa, guru dapat mempersiapkan hal apa saja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswanya.
Dalam melakukan penilaian efektifitas keberhasilan pembelajaran reflektif bisa dilakukan dengan tes awal (pre-test) dan tes akhir (post test). Aspek pengetahuan yang diukur adalah mencakup pemahaman terhadap materi pengetahuan yang diajarkan oleh masing-masing guru. Sebagai pembelajaran yang menyajikan proses belajar dengan mendalam dan bermakna, pembelajaran reflektif banyak memberikan kesempatan untuk siswa melakukan refleksi diri dari hal-hal yang terjadi di masa lalu, saat ini, dan akan datang. Proses belajar reflektif merefleksikan proses mental belajar yang akan memanipulasi pikiran guna mencari solusi dari permasalahan yang ada, sehingga memudahkan dalam mengolah pikiran dan informasi baru untuk dikaji dengan mendalam melalui pertimbangan analitis, dan evaluatif sebelum sesuatu diputuskan dengan yakin. Melalui proses berpikir reflektif, siswa belajar memposisikan diri, mengenali diri, dan mengenali orang lain maupun dlingkungan sekitar. Pembelajaran reflektif memungkinkan pengembangan pribadi yang efektif, mengembangkan masa depan dan mengaplikasikan tindakan dengan suatu rumusan bahwa belajar dipengaruhi oleh adanya interaksi dengan kelompok melalui dialog, percakapan, komunikasi guna memberi pemahaman dan pengalaman baru. Belajar reflektif memiliki lima ciri yang menunjukkan hierarki proses berpikir yakni reporting (pelaporan), responding (menanggapi), relating (terkait), reasoning (penalaran), dan reconstructing (rekonstruksi). Melalui pembelajaran reflektif siswa dikondisikan untuk mampu melakukan penilaian diri, penilaian kelompok, penilaian unjuk kerja, hingga penilaian terhadap hasil belajar. Salah satu potensi yang dimiliki siswa perlu dikaji dan dikembangkan adalah kemampuan pengajuan masalah dalam setiap pembelajaran.
Guru maupun siswa dapat merefleksikan pemikirannya untuk menggabungkan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Termasuk bagaimana pengalaman tersebut bisa berpengaruh dalam prakteknya. Dalam pebelajaran refleksi sebagai suatu proses pemecahan masalah. Berkaitan dengan hal ini adalah diperlukan suatu langkah-langkah untuk menganalisis dan menjelaskan masalah sebelum mengambil tindakan. Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan. Pwerlu dicermati bahwa keyakinan lebih efektif dibandingkan dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas maupun masalah. Keberhasilan merupakan peran yang sangat penting dalam menentukan praktik dari kemampuan berpikir reflektif. Dalam melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) seorang guru akan lebih mengetahui tentang refleksi diri. Melibatkan siswa berpikir reflektif dalam pembelajaran oleh guru kecenderungan siswa mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya juga akan semakin lebih baik. Menghadapkan siswa dengan berbagai bentuk masalah dengan mengajak mereka untuk melakukan metode berpikir reflektif dengan signifikan akan mampu memcerdaskan mereka dalam menghadapi berbagai masalah-masalah dalam kehidupan. Tidak hanya masalah sains, matematika termasuk mampu menyelesaikan masalah-masalah lainnya. Semoga bermanfaat. (Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan:

Choy, C.S & Oo, P.S. (2012). Reflective Thinking And Teaching Practices: A Precursor For Incorporating Critical Thinking Into The Classroom?. International Journal of Instruction, vol. 5, no. 1, hal. 1308-1470.

Dharma, Lala Herawati. 2007. Brain Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar Mengajar Yang Melibatkan Otak, Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetik dan Reflektif.  Bandung: Kaifa.

Gunawan, Adi W. 2007. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gurol, A. (2011). Determining the reflective thinking skills of pre-service teachers in learning and teaching process. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies 2011, vol. 3, no. 3, hal. 387-402.

Woolf, P. (2008). Intelligent Tutoring Systems. 9th International Conference. Motreal; Canada: ITS.

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *