Prilaku nakal oknum perbankan di kabupaten Bungo dengan berbagai modus terus berlangsung ,ketidaktahuan dan keawaman nasbah /debitur tetang hukum perbankan dan prosedur serta mekanisme penyelesaian masalah pinjaman di bank dimanfaatkan oleh oknum untuk membodoh-bodohi ,menipu ,mengintimidasi dan memaksa debitur pun tidak bisa dihindari lagi , kendatpun demikian tidak ada tindak lanjut dari lembaga terkait ,begitu juga halnya dengan pemerintah daerah seolah -olah tidak ingin tahu dengan masalah tersebut
Belum genap dua bual kasus menimpa M.Amin ASN warga Koto Jayo Kecamatan pelepat yang mendapat pinjaman kriedit di bank Mandiri Taspen sebesar Rp.110 juta namun yang ia terima hanya Rp.25 juta sedangkan sisa nya di blokir untuk angsuran pinjaman ,dalam kurun waktu beberapa bulan M.Amin pun diminta menanda tangani perjanjian kredit di bank Jambi cabang Muara Bungo atas permohonan nya sebesar Rp.200.juta namun tetap mengalami nasib yang sama dana pinjaman di blokir sedangkan angsuran kredit tetap di ptong dari gaji PNS nya setiap bulan
Singkat cerita kasus pemblokiran dana pinjaman kredit atas nama M.Amin pada dua bank pun berhasil di kembalikan setelah surat kuasa di berikan kepada Bungo news
Ulah nakal oknum perbankan ini pun kembali terjadi dan di alami oleh Nurhuda warga komplek perumahan BTN Lintas Asri Kelurahan Sungai Kerjan kecamatan Bungo dani kabupaten Bungo- Jambi adalah debitur salah satu Bank swasta cabang Muara Bungo yang mendapatkan fasilitas pinjaman kredit modal kerja sebesar Rp.100 juta rupiah pada tahun 2015 dengan di buktikan surat persetujuan prinsip kredit (SPPK) pada tanggal 17 Juni 2015 dengan kontrak kredit selama 48 bulan dengan angsuran sebesar Rp.3.333.333 setiap bulan nya
Seiring berjalannya waktu Nurhuda dinilai oleh petugas bank tidak mampu lagi untuk mencicil angsuran kredit nya padahal ia tidak pernah menanda tangani pernyataan ketidak mampuan yang di maksud , pada angsuran ke 21bulan ia ditawarkan oleh petugas bank agar mengalih pinjaman nya ke kredit bunga ringan ( KUR )
” Nurhuda isteri saya tidak pernah menanda tangani pernyatan ketidak sanggupan mengangsur kredit tapi oleh petugas bank disuruh untuk mengalih pinjaman dari kreidt konpensioanal ke redit KUR ,di saat itu angsuran sudah berjalan angsuran ke 21 tepat nya tanggal 17 maret 2017 dengan sisa pokok utang sebesar Rp.68.juta ” Tutur Abdul Rahman yang di benarkan oleh Nurhuda
Tepat pada tanggal 02 Maret 2017 fasilitas kreidt KUR sebesar Rp.80 juta pengalihan dari poduk sebelumnya di setujui dan di suruh menanda tangani SPPK namun selisih antara pinjaman KUR dengan pokok utang sebelumnya tidak pernah di kembalikan kepada kami , alasan petugas Bank waktu itu selsih nya untuk biaya adminitrasi ,notaris dan fee atau jasa untuk nasabah lainnya yang tidak pernah kami kenal dana pinjaman kredit nya di pinjam untuk menutup pokok utang kami tersebut ” Tutur Nurhuda ( 7/03 )
selain tidak kenal kami pun tidak pernah di pertemukan dengan nasabah yang kata nya dana pinjaman kreditnya di pakai untuk menutup pokok utang pinjaman pertama kami tersebut , ini sangat janggal dan kami merasa di bodoh-bodohi ” imbuhnya
Kredit KUR sebesar Rp.80 juta pun harus kami angsuran selama 60 bulan ( 5 tahun ) hingga tahun 2022 mendatang ,pada angsuran ke 22 bulan kami dusuruh melunasinya jika tidak maka rumah kami akan di lellang dan disita oleh bank .pada angsuran ke 22 sisa utang kredit kur saya sebesar Rp. 54 juta ” Ujarnya Abdul Rahman
Pokok Utang sebesar Rp. 54 juta tersebut menurut pengakuan petugas bank sudah di bayar oelh asuransi sebesar Rp. 38 juta sehingga sisa hutang yang harus di bayarkan adalah 16 juta. dikarenmakan di saat itu tidak ada uang untuk melunasinya kami bersedia mengangsur nya sampai kontrak berakhir namun oleh pihak Bank tetap memaksa dan akhir nya memasang spanduk dirumah kami bahwa rumah tersebut sudah di lelang tahap pertama kalau mau di lunasi harus membayar sebesar Rp.60 jutaan dengan batas tempo sampai bulan pebruari 2021 “tutur nya kepada Bungo news .
Hingga berita ini publish belum ada jawaban atas konfirmasi yang samaikan oleh Bungo news
( BN.R.001/002)
Komentar