Pembelajaran, Iklim Akademik yang Baik Di Sekolah Dukung Indikator AKM

Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional

Selama ini telah banyak program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam meningkatkan mutu maupun kualitas pendidikam. Sebut saja “Guru Berprestasi, Kepala Sekolah Berprestasi, Pengawas Berprestasi. Tidak ketinggalan kegiatan “Best Practice” mewarnai kegiatan-kegiatan rutin setiap tahunnya. Kini pemerintah kembali menerapkan “Merdeka Belajar”, “Guru Penggerak” hingga selekasi guru dengan Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja. Teknologi dan inovasi pembelajaranpun terus berkembang dengan berbagai ragam bentuk. Seiring dengan itu Kemendikbud juga telah memutuskan akan melaksanakan Asesmen Kompetensi Minum (AKM) dalam melakukan penilaian terhadap pendidikan meski berkembang rumor akan ditunda pelaksanaannya pada Sepstember 2021. Banyak kalangan menyatakan bahwa metode pengajaran yang baik diterapkan di kelas serta didukung dengan iklim akademik sekolah yang baik memiliki relevansi terhadap tingginya nilai AKM sekolah. Guru yang menguasai strategi pembelajaran dibuktikan dengan menguasai teknik-teknik penyajian atau metode pembalajaran. Apabila akan melakukan bimbingan terhadap siswa dalam belajar, maka perlu mengenal dan menguasai teknik penyajian. Selain itu, kita perlu memahami karakteristik setiap teknik penyajiannya. Pembelajaran akan berlangsung dengan efektif dan efisien apabila didukung dengan kemahiran guru mengatur metode pembalajaran. Cara guru mengatur metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap cara speserta didik belajar.

Metode Pembelajaran yang Baik

Adapun ciri dan metode pembelajaran yang baik banyak dikemukakan oleh para ahli dan pakar-pakar pendidikan. Umumnya ditunjukkan dengan beberapa ciri yakni mengundang, rasa ingin tahu siswa, menantang siswa untuk belajar, mengaktifkan mental, fisik, dan psikis siswa, memudahkan guru, mengembangkan kreatifitas siswa serta mengembangkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
Dari sisi profesionalisme, guru dituntut mampu mendukung lembaganya melalui pengembangan suasana sekolah yang nyaman, menyenangkan, dan kondusif.
Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang hendak dicapai, semakin tepat metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik.
Mengutip Sanjaya, (2010) menyatakan, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”.
Menurut Uno Hamzah B. (2011:17) menyatakan variabel metode pembelajaran diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (a) strategi pengorganisasian pembelajaran (b) strategi penyampaian pembelajaran (c) strategi pengelolaan pembelajaran. Strategi pengorganisasian pembelajaran adalah metode untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. Strategi penyampaian pembelajaran adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa. Strategi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dan variabel metode pembelajaran lainya. Perlu dicermati bahwa antara kurikulum dan metode pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat berbeda. Kurikulum merupakan perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan, berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan. Sementara metode pembelajaran adalah strategi atau cara yang dilakukan oleh para pendidik sehingga proses belajar-mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Banyak kalangan pakar pendidikan menyatakan sebelum guru harus memahami beberapa hal dasar dalam pembelajaran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Yakni crective teaching, critical thinking, reflective dan constructive. Beberapa jenis strategi pembelajaran yang bisa diterapkan diantaranya adalah model pembelajaran konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Kemudian model Contextual Teaching and Learning (CTL) CTL adalah merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari mereka. Selamnjutnya adalah model pembelajaran tematik.Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik (Shaleh, 2005: 12). Ada PAIKEM yaigtu model Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan serta berbagai model-model pembelajaran lainnya.

Iklim Akademik

Seiring dengan perkembangan zaman saat ini belajar dapat terjadi dimana saja, bisa di lingkungan keluarga, sekolah, maupun dalam lingkungan lainnya. Perbuatan belajar dapat terjadi karena adanya interaksi seseorang terhadap lingkungan, orang lain ataupun suatu benda sehingga dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, perubahan sikap, keterampilan maupun wawasan. Untuk mengukur apakah pembelajaran yang dilakukan di suatu sekolah dapat di terima atau di pahami oleh peserta didik, maka dilakukan sebuah pengukuran sehingga akan menghasilkan suatu hasil belajar ataupun prestasi belajar peserta didik. Dari hasil yang diperoleh peserta didik akan bisa disimpulkan apakah siswa berhasil atausebaliknya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu maupun kualitas pendidikan. Tidak hanya dari dalam diri peserta didik namun bisa terjadi dari pengaruh lingkungan belajar yang mereka rasakan sehari-hari. Keberhasilan belajar peserta didik tidak hanya ditentukan oleh hasil ujian saja. Namun dipengaruhi juga partisipasi peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran, pengerjaan tugas-tugas, keikutsertaan ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Prestasi akademik adalah hasil suatu kegiatan yang telah di kerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh peserta didik mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Prestasi akademik ditunjukkan dengan nilai yang diberikan oleh guru setelah melalui kegiatan belajar selama periode tertentu. Iklim belajar yang baik dan kondusif dalam suatu lingkungan sekolah akan mendukung keberhasilan peserta didik. Seringkali kita mendengar bahwa suasana akademik merupakan komponen evaluasi diri yang harus selalu diperbaiki dan ditingkatkan secara sistematis, berkelanjutan serta dipergunakan sebagai salah satu komponen penjamin mutu. Suasana akademik memang bukan sebuah komponen fisik yang memiliki dimensi yang bisa diukur dengan suatu tolok ukur yang jelas, namun suasana akademik yang berkualitas akan mampu dikenali dan dirasakan. Identifikasi serta daya upaya untuk melakukan perubahan dan perbaikan dari komponen pendukung terbentuknya suasana akademik yang kondusif akan menghasilkan proses pembelajaran (transformasi-produktif) yang berkualitas. Mengutip Litwin dan Stringer (dalam Gunbayi,2007:1) menjelaskan iklim sekolah didefinisikan secara bervariasi oleh para ahli sebagai hasil dari persepsi subjektif terhadap sistem formal, gaya informal kepala sekolah, dan faktor lingkungan penting lainnya yang memepengaruhi sikap, kepercayaan, nilai dan motivasi individu yang berada pada sekolah tersebut. Kendati demikian variasi definisi iklim sekolah apabila ditelaah lebih dalam, mengerucut kepada tiga pengertian. Pertama, iklim sekolah didefinisikan sebagai kepribadian suatu sekolah yang membedakan dengan sekolah lainnya. Kedua, iklim sekolah didefinisikan sebagai suasana di tempat kerja, mencakup berbagai norma yang kompleks, nilai, harapan, kebijakan, dan prosedur yang mempengaruhi pola perilaku individu dan kelompok. Ketiga iklim sekolah didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap kegiatan, praktik, dan prosedur serta persepsi tentang perilaku yang dihargai, didukung dan diharapkan dalam suatu organisasi. Adapun Halpin dan Croft (dalam Tubbs dan Garner, 2008:17) menjelaskan iklim sekolah sebagai sesuatu yang intangible tetapi penting untuk sebuah organisasi dan dianalogikan dengan kepribadian seorang individu. Hoy dan Miskel (dalam Pretorius dan Villiers, 2009:33) menjelaskan iklim sekolah merujuk kepada hati dan jiwa dari sebuah sekolah, psikologis dan atribut institusi yang menjadikan sekolah memiliki kepribadian, yang relatif bertahan dan dialami oleh seluruh anggota, yang menjelaskan persepsi kolektif dari perilaku rutin, dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku di sekolah. Menurut Hoy, Smith dan Sweetland (dalam dalam Milner dan Khoza, 2008:158), iklim sekolah difahami sebagai manifestasi dari kepribadian sekolah yang dapat dievaluasi dalam di sebuah kontinum dari iklim sekolah terbuka ke iklim sekolah tertutup. Iklim sekolah terbuka didasarkan pada rasa hormat, kepercayaan dan kejujuran, serta memberikan peluang kepada guru, manajemen sekolah dan peserta didik untuk terlibat secara konstruktif dan kooperatif dengan satu sama lain. Sorenson dan Goldsmith (2008:30) memandang iklim sekolah sebagai kepribadian kolektif dari sekolah. Iklim sekolah merupakan lingkungan belajar yang mendorong perilaku positif dan kepribadian siswa sehingga menciptakan proses pembelajaran yang optimal. Menurut Larsen dalam Moedjiarto (2002:28) bahwa ³iklim sekolah merupakan suatu norma, harapan, dan kepercayaan dari personilpersonil yang terlibat dala organisasi sekolah yang dapat memberikan dorongan untuk bertindak guna pencapaian prestasi yang tingi¥. Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian iklim pada cuaca, iklim di sekolah dapat dilihat dari faktor-faktor seperti kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, dan lingkungan pembelajaran di kelas.

AKM dan Kinerja Sekolah

Mendikbud Nadiem Makariem dengan resmi telah memutuskan untuk menghapus Ujian Nasional (UN) pada 2021. \Sebagai penggantinya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Asesmen yang dirancang khusus untuk fungsi pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara nasional dimana fokus utama AKM adalah kompetensi literasi dan numerasi sebagai kompetensi dasar yang akan diukur.
Asesmen nasional bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tidak heran guru mata pelajaranpun sudah mulai berlomba-lomba untuk menggarap bidang AKM ini. Meski ada rumor yang menyatakan akan ditunda hingga September 2021 tren animo guru-guru mengikuti pe;atihan AKM ini tetap tinggi.Berbagai kegiatan zoom meeting, Webiner dengan yang sarat dengan berbagai e-sertifikat itu menjadi rebutan para guru. Laris manisnya kegiatan ini meski tidak senyata-nyata kegiatan tatap muka kini banyak menghiasi media sosial dan dunia maya. Kita berharap semoga asesmen nasional yang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja satuan pendidikan, sekaligus menghasilkan informasi untuk perbaikan kualitas belajar-mengajar. Selain itu memiliki relevansi dan implikasin terhadap peningkatan karakter maupun kompetensi siswa. Perbaikan mutu pembelajaran nampaknya merupakan salah satu hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Kenyataan menunjukkan di masa pandemic Covid 19 yang masih belum menunjukkan kapan akan berakhir semakin membuktikan bahwa melakukan perunahan utamanya peningkatan mutu kualitas pendidikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apabila memang benar AKM dirancang untuk memotret mutu input, proses, dan hasil belajar yang mencerminkan  kinerja sekolah, sebagai umpan balik berkala yang objektif dan komprehensif terhadap manajemen sekolah, dinas pendidikan, dan Kemendikbud tentu semua pihak harus berbenah diri. Asesmen Nasional perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang dirancang untuk menghasilkan informasi akurat dengan maksud memperbaiki kualitas belajar-mengajar, yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Asesmen Nasional bertujuan untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi tujuan utama sekolah, yakni pengembangan kompetensi dan karakter siswa. Selain itu AKM merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua peserta didik untuk mampu mengembangkan kapasitas dirinya dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, yaitu literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Baik pada literasi membaca maupun numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah serta mengolah informasi. Peserta AKM adalah peserta seluruh satuan pendidikan yang dipilih secara acak dengan stratifikasi sosial ekonomi oleh Kemendikbud. Mulai dari jenjang SD/MI kelas V, jenjang SMP/MTS kelas VII, dan SMA/MA, SMK kelas XI. Kita tentu berharap dengan sistem penilaian yang baru ini pendidikan Indonesia semakin maju. Dengan demikian apabila budaya sekolah selama ini kurang bagus harus dikembangkan ke arah yang lebih baik. Budaya sekolah merupakan pola nilai-nilai, prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaan- kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. Sebagaimana lazimnya, di dalam budaya sekolah, guru mewakili budaya dalam masyarakat yang lebih luas dan grup dominan. Sedangkan siswa memiliki lingkungan pergaulan yang lebih kecil, hanya seputar kelompok teman sebaya, sekolah dan masyarakat lokal. Siswa membuat budaya mereka sendiri yang kemudian diturunkan kepada generasi yang berikutnya, seperti bahasa, pakaian, musik, dan lain sebagainya. Sedangkan Iklim akademik atau sering juga disebut sebagai academic atmosphere didefinisikan sebagai nuansa lingkungan yang berjiwa akademik, yaitu sikap ilmiah dan kreatif untuk membuat proses pembelajaran di sekolah berjalan sesuai dengan visi, misi, dan tujuannya.(Edi:2015). Iklim belajar mengarah kepada sikap yang normatif, dan pola perilaku di sekolah yang berdampak terhadap tingkat prestasi akademik dari siswa secara keseluruhan (Ballentine, 2004:200). Hubungan ini terjadi dengan sekolah dan kelas yang terlibat di dalamnya, dalam konteks untuk membentuk sistem pendidikan yang perlu di manipulasi di tingkat lokal, daerah, dan nasional untuk mengembangkan sekolah dan membuat mereka menjadi lebih efektif. Sedangkan iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan antara guru dan siswa atau hubungan antar siswa yang menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses belajar mengajar. Iklim belajar kelas ini menghendaki kesiapan siswa dalam belajar di kelas. Kelas pada umumnya dipandang sebagai sistem yang mandiri dan tertutup dari masyarakat. Rutinitas siswa di dalam kelas dilakukan untuk mengatur kontrol dan disiplin. Siswa biasanya memainkan perannya secara pasif, tidak terlibat aktif dalam berpikir atau kegiatan mengangkat tangan. (Bernadheta: 2014). Dengan demikian penerapan pembelajaran, iklim akademik yang baik di sekolah akan mendukung keberhasilan dalam penilaian AKM peserta didik maupun Asesmen Nasional. Semoga Bermafaat. (Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan:
Asep Jihad dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: CV. Alfabeta.
Zainal.Arifin. 2003. Upaya Guru Pembimbing Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Gunbayi, Ilhan. (2007). School Climate and Teachers’ Perceptions on Climate Factors: Research Into Nine Urban High Schools. The Turkish Online Journal of Educational Technology (TOJET). 6(3). 1-10. (Online).
Tubbs, J. Eric., Garner, Mary. (2008). Impact Of School Climate On School Outcomes. Journal of College Teaching & Learning. 5(9). 17-26. (Online).
Sorenson, Richard D., Goldsmith, Lloyd M. (2008). The Principal’s Guide to Managing School Personnel. Corwin Press. (Online).
Milner, Karen dan Khoza, Harriet. (2008). A Comparison of Teacher Stress and School Climate Across Schools with Different Matric Sucess Rates. South African Journal of Education. 28. 155-173.(Online)

Komentar