PENGETAHUAN REMAJA TENTANG OBAT HERBAL PERLU DI TINGKATKAN

Oleh: Nelson Sihaloho

Abstrak:
Dunia kini sedang diguncang oleh Virus Corona (Covid-19) dan menimbulkan efek krisis multi dimensi dan global. Masyarakat bangsa dan negara kini ditantang untuk menjawab berbagai permasalahan yang muncul akibat dari Vicod-19 itu. Berbagai permasalahan seperti munculnya fenomena bahwa penularan Covid-19 membawa efek pemulihan yang cukup lama.

Fenomena yang terjadi saat ini menyadarkan kita bahwa sehat memang merupakan barang mahal. Sering kita mendengar bahwa keberhasilan suatu bangsa ditentukan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, bukan hanya kekayaan alam berlimpah. Sumber daya alam (SDA) baru dapat dikatakan bermanfaat apabila dapat dikelola oleh SDM yang berkualitas tinggi. Indonesia memiliki kawasan hutan sangat luas diyakini menyimpan sejumlah potensi tanaman obat berkualitas tinggi. Mestinya kawasan hutan tersebut wajib dikelola secara berkelanjutan agar bahan baku tanam obat herbal tetap lestari sepanjang masa.

Potensi obat herbal di Indonesia memang sangat besar dan memiliki poensi strategis untuk bisa dikembangkan menjadi obat virus. Virus Covid-19 yang diduga awalnya dari manusia itu ditularkan lewat virus khususnya orang-orang yang dekat. Untuk itu potensi tanaman obat herbal yang terdapat di Indonesia mengingatkan kita untuk terus melakukan inovasi pengembangan tanaman obat berkhasiat menyehatkan.
Kata kunci: pemahaman, obat herbal dan remaja

Potensi Besar
Berbagai produk jamu olahan Indonesia misalnya sudah lama dikenal bahkan telah mendunia khususnya bentuk herbal. Dari provinsi Kalimantan Selatan misalnya terkenal dengan jamu Srigading, Pasak Bumi hingga Jamu Tabat Barito. Obat herbal yang dikembangkan  melalui produk jamu tradisional itu berasal dari SDA lokal sebagai pengobatan alternatif. Provinsi Kalsel merupakan daerah yang sangat kaya sumber daya alam berupa tumbuhan obat-obatan, bahkan salah satu kekayaan alam  yakni pasak bumi dan tabat barito kini banyak di ekspor ke berbagai negara.

Etnobotani banyak diterapkan yaitu suatu bidang ilmu mempelajari hubungan timbal-balik menyeluruh masyarakat lokal dan alam lingkungannya tentang sistem pengetahuan sumber daya alam tumbuhan.
Nama ilmiah tumbuh-tumbuhan yang diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit tersebut biasanya  diberikan nama setelah melalui kajian kandungan “fitokimia” dari berbagai macam jenis tumbuhan berkhasiat untuk obat. Data Kementerian Kehutanan (2010) menyatakan hutan di Indonesia adalah habitat bagi kurang lebih 38.000 jenis tumbuhan. Termasuk 27.500 spesies tumbuhan berbunga (10% dari tumbuhan berbunga di dunia, yang separuhnya merupakan jenis endemic Indonesia). Termasuk 515 spesies mamalia (12% jenis mamalia dunia), 511 spesies reptilia (7,3% dari jenis reptilia dunia), 270 spesies amphibia, 1.531 jenis burung (17% spesies burung dunia).

Kemudian sebanyak 2.827 jenis binatang tak bertulang, kupu-kupu sebanyak 121 spesies (44% jenis endemik), serta lebih dari 25% spesies ikan air laut dan air tawar di dunia. Kemenhut, et.al, disamping itu, Indonesia memiliki tumbuhan palma sebanyak 477 spesies (47% endemik) dan kurang lebih 3.000 jenis spesies tumbuhan penghasil bahan berkhasiat obat. Diantara berbagai jenis tumbuhan dan satwa di atas beberapa diantaranya merupakan jenis-jenis yang baru ditemukan, terutama di kawasan-kawasan hutan di kawasan Papua.
Untuk melindungi spesies tumbuhan dan satwa liar dari ancaman kepunahan yang merupakan bagian dari konservasi SDA. Pemerintah telah menetapkan 58 jenis tumbuhan dan 236 jenis satwa yang terancam punah dan harus dilakukan perlindungan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis dan Tumbuhan dan Satwa. Kemenhut,et.al, dalam upaya menangani perdagangan tumbuhan dan satwa yang mendekati kepunahan, Indonesia telah menandatangani konvensi CITES dan mendaftarkan sebanyak 1.053 jenis tumbuhan dan 1.384 jenis satwa.

Kemenhut, et.al, hingga tahun 2004, lahan kritis di seluruh wilayah Indonesia tercatat seluas 30,19 juta hektar, meliputi kategori kritis seluas 23,31 juta hektar dan sangat kritis seluas 6,89 juta hektar. Sedangkan dalam 3 tahun terakhir laju degradasi hutan, yang meliputi deforestrasi dan degradasi fungsi tercatat rata-rata seluas 1,08 juta hektar per tahun, menurun dari kurang lebih rata-rata 2,8 juta hektar per tahun pada priode akhir tahun 1990-an dan memasuki era tahun 2000-an. Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan konservasi sumberdaya alam, sampai saat ini terdapat kawasan hutan konservasi seluas 27,2 juta hektar atau kurang lebih 20% dari luas kawasan hutan di Indonesia. Pemanfaatan Kawasan konservasi lebih banyak diarahkan pada pemanfaatan “produk” jasa dari ekosistem hutan,. Secara garis besar berupa produk jasa
penyediaan untuk menghasilkan berbagai komoditas kebutuhan manusia termasuk obat-obatan, sumber genetik, air, dan sebagainya.

Jasa pengaturan untuk menjaga kualitas iklim, udara, air, erosi dan mengontrol berbagai aspek biologis di muka bumi, Jasa kultural dalam membentuk identitas budaya, hubungan sosial, peninggalan pusaka, wisata.  Jasa pendukung dalam membentuk formasi tanah, produk oksigen, habitat, dan siklus mineral.
Kaya Tanaman Obat
Hutan tropis yang sangat luas beserta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya merupakan SDA yang tak ternilai harganya. Saat ini sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, namun baru sekitar 200 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional dan dari jumlah tersebut baru sekitar 4% yang dibudidayakan.

Penggunaan bahan alam sebagai obat (biofarmaka) cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat dari bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan.

Salah satu upaya pemerintah melalui Ditjen POM dalam rangka mendukung pengembangan agroindustri tanaman obat Indonesia adalah dengan menetapkan 13 komoditi unggulan tumbuhan obat. Ditjen POM (2012) menetapkan komoditi unggulan yakni  temulawak, jati belanda, sambiloto, mengkudu, pegagan, daun ungu, sanrego, pasak bumi, daun jinten, kencur, pala, jambu mete dan tempuyung. Dengan pertimbangan bahwa komoditi tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar dan potensi produksi yang tinggi serta berpeluang dalam pengembangan teknologi. Peluang pengembangan obat tradisional Indonesia masih terbuka lebar karena permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi dan menyadari mahalnya obat sintetik saat ini.

Hasil-hasil industri agromedisin asli Indonesia berupa bahan baku dalam bentuk simplisia dan minyak atsiri telah banyak dimanfaatkan oleh banyak negara maju sebagai bahan baku untuk berbagai tujuan penggunaan seperti herbal medicine, food supplement, kosmetik dan parfum. Ditjen POM,et.al, potensi tumbuhan obat asli Indonesia dapat terlihat dari kontribusinya pada produksi obat dunia.

Contoh dari 45 macam obat penting yang diproduksi oleh Amerika Serikat yang berasal dari tumbuhan obat tropika, 14 spesies di antaranya berasal dari Indonesia di antaranya tapak dara penghasil senyawa vinblastin yang berkhasiat sebagai obat anti kanker dan pule pandak penghasil senyawa reserpin yang berkhasiat sebagai obat hipertensi.Obat bahan alami atau biofarmaka Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal terstandar yaitu obat tradisional yang sudah melewati tahap uji pra klinis dengan hewan uji, dan fitofarmaka yaitu obat tradisional yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (diterapkan pada manusia).

Tanaman obat atau biofarmaka didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.

Tanaman obat pada umumnya memiliki bagian-bagian tertentu yang digunakan sebagai obat yakni  akar (radix) misalnya pacar air dan cempaka. Kemudian rimpang (rhizome) misalnya kunyit, jahe, temulawak, umbi (tuber) misalnya bawang merah, bawang putih, teki. Selanjutnya bunga (flos) misalnya jagung, piretri dan cengkih, buah (fruktus) misalnya delima, kapulaga dan mahkota dewa. Sedangkan biji (semen) seperti saga, pinang, jamblang dan pala, kayu (lignum) tanaman secang, bidara laut dan cendana jenggi.

Kulit kayu (cortex) seperti pule, kayu manis dan pulosari,  batang (cauli) misalnya kayu putih, turi, brotowali. Sedangkan  daun (folia) misalnya saga, landep, miana, ketepeng, pegagan dan sembung termasuk seluruh tanaman (herba) misalnya sambiloto, patikan kebo dan meniran. Obat tradisional umumnya berasal dari bagian tanaman obat yang diiris, dikeringkan, dan dihancurkan. Jika ingin mendapatkan senyawa yang dapat digunakan secara aman, tanaman obat harus melalui proses ekstraksi, kemudian dipisahkan, dimurnikan secara fisik dan kimiawi (di-fraksinasi).
Pemberdayaan Remaja Indonesia
Pada tahun 2007 telah dicanangkan oleh pemerintah bahwa Jamu adalah Brand Indonesia, walau pada kenyataannya masih dianggap strata paling bawah dalam pengobatan karena belum teruji secara ilmiah.

Dunia Kedokteran Indonesia sendiri secara perlahan mulai membuka diri menerima herbal sabagai pilihan untuk pengobatan, bukan sekadar sebagai pengobatan alternatif saja, ini terbukti dengan berdirinya beberapa organisasi  seperti Badan Kajian Kedokteran Tradisional dan Komplementer Ikatan Dokter Indonesia pada Muktamar IDI XXVII tahun 2009, Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI), Persatuan Dokter Pengembangan Kesehatan Timur (PDPKT) dan beberapa organisasi sejenis lainnya.

Ketergantungan masyarakat terhadap obat konvensional kedokteran diharapkan bisa secara pasti diganti dengan masuknya obat herbal. Saat ini ternyata 95% bahan baku obat konvensional masih di import, berapa banyak devisa yang bisa dihemat bila peralihan ini berjalan mulus. Memasuki tahun 2010, Badan Litbang Depkes mempelopori suatu usaha yang sangat terpuji dan patut didukung penuh yaitu dengan membuat model “Rumah Sehat” atau “Klinik Jamu”. Model ini akan menerapkan penggunaan jamu sebagai obat yang diberikan dokter untuk pasiennya, suatu terobosan yang didukung oleh kebijakan pemerintah dan telah diuji coba didaerah Jawa Tengah pada awal tahun 2010. Indonesia yang kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara megabiodiversity terbesar di dunia. Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia, itupun tidak dihitung dengan kekayaan lautnya. Indonesia juga dikenal sebagai gudangnya tumbuhan obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory.

Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan obat perlu diwariskan kepada para remaja sebagai generasi penerus bangsa. Tanaman obat herbal sebagai warisan budaya bangsa harus terus digelorakan agar pengetahuan dan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun hingga ke generasi sekarang berjalan dengan baik. Selain memiliki kekayaan hayati yang besar, pengetahuan masyarakat lokal tentang pemanfaatan sumber daya hayati tersebut cukup tinggi perlu ditransfer kepada para generasi muda. Pemanfaatan herbal untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan dan harga obat-obatan. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam membawa perubahan pada pola konsumsi obat ke obat-obatan yang terbuat dari bahan alami.

Berdasarkan data WHO, sekitar 80% penduduk dunia dalam perawatan kesehatannya memanfaatkan obat tradisional yang berasal dari ekstrak tumbuhan. Meningkatnya kebutuhan akan obat herbal tersebut merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan budidaya dan agribisnis tumbuhan obat, maupun industri pengolahannya dengan skala cukup besar. Dalam pengembangan obat-obat herbal asli Indonesia diperlukan peran serta berbagai pihak, harus ada kerjasama yang baik pemerintah, pihak industri obat tradisional dan farmasi, peneliti dan institusi pendidikan. Upaya atau langkah-langkah dalam pengembangan tumbuhan obat meliputi, sosialisasi pemanfaatan herbal sehingga potensi kekayaan alam Indonesia dapat tergali baik dari segi budidaya maupun pemanfaatannya sebagai sumber pengobatan. Mendekatkan tumbuhan obat pada pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatkan penghasilan masyarakat dengan usaha budidaya tanaman obat dan produk pengolahan.

Upaya konservasi/pelestarian sumber bahan alam, pengembangan teknologi budidaya, hasil, dan pengolahan/proses produksi sehingga dihasilkan simplisia dan produk dengan mutu yang terjamin. Penelitian tumbuhan obat dan aplikasinya untuk menghasilkan obat herbal yang memenuhi syarat mutu/kualitas, aman dan khasiat/kemanfaatan. Kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industri obat tradisional dan farmasi, peneliti, peguruan tinggi, peraturan perundang-undangan yang jelas untuk perlindungan terhadap sumber daya alam hayati, khususnya tumbuhan obat. Karena itu pengetahuan para remaja terhadap manfaat obat herbal perlu ditingkatkan agar merekan sebagai generasi mampu menjadi kader-kader penggerak obat hebal bermutu tinggi. Semoga.

(dihimpun dari berbagai sumber: penulis adaah guru SMPN 11 Kota Jambi).

Komentar