Oleh: Nelson Sihaloho
Abstrak
Penerapan soft skill dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan banyak hal, diantaranya dalam pekerjaan dimana penerapannya dalam pekerjaan terdapat 2 keterampilan penting. Pertama, keterampilan mengelola manusia dan ke dua, keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan. Keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus mengkombinasikan beberapa keahliannya.
Sedangkan keterampilan mengelola manusia lebih berdimensi secara psikologis, dimana seseorang harus mampu mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum dapat mengelola manusia yang lain. Mengutip penelitian yang dilakukan Daniel Golleman (1995) menyatakan bahwa kebanyakan CEO di dunia memiliki emotional intelligence yang tinggi. Kemampuan mereka dalam mengelola pekerjaan dan orang lain menjadi kombinasi unik yang luar biasa. Kemampuan emosional mereka lebih banyak mengambil peran kesuksesannya dibandingkan dengan kemampuan intelektualnya.
Bagaimana dengan sekolah dan Lembaga Pendidikan yang ditugasi untuk meningkatkan mutu dan kualitas Pendidikan utamanya soft skill dalam menghadapi era industry 4.0 dan era society 5.0.? Apakah soft skill dan pembelajaran karakter dengan indikator enam, pilar yakni Respect, Responsibility, Fairness, Caring dan Citizenship akan mampu meningkatkan mutu dan kualitas Pendidikan di era society 5.0
Kata kunci: soft skills, urgensi dan society 5.0
Soft Skills
Kita sering mendengar,membaca termasuk tulisan-tulisan yang berkaitan dengan soft skills. Dalam konteks pembelajaran dikenal ada beragam jenis ketrampilan khusunya dalam kurikulum disebut hard skills, soft skills, dan life skills. Hard skill antara lain berbentuk ilmu pengetahuan umum, khusus, teknologi, dan model rancangan. Sementara soft skills berupa ketrampilan yang berkaitan dengan komunikasi, kerjasama, kreatifitas, prakarsa, dan ketrampilan emosional. Sedangkan science skills meliputi keahlian dalam berfikir ilmiah dan ketrampilan dalam proses sebagai unsur pokok yang dibutuhkan dalam penelitian ilmiah. Sedangkan life skills merupakan kemampuan yang dapat dipelajari untuk mengerjakan sesuatu dengan baik.
Dalam perkembangannya sistem pendidikan kita salah satu indikator penilaian paling penting adalah nilai Ujian Nasional (UN)-khusus mata pelajaran yang di UN-kan dari Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) ke Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Selama berpuluh tahun mata pelajaran yang di UN kan selalu mendapatkan predikat “istimewa” dan berakibat pada mata pelajaran lainnya sebagai mata pelajaran predikat nomor dua. Kabar paling gress saat ini UN pada tahun 2021 akan ditiadakan diganti dengan Assesment Kompetensi Minimal (AKM) dan Survey Karakter. Soft skill mencakup sekelompok karakter kepribadian, kemampuan bahasa, kebiasaan pribadi termasuk nilai-nilai dan sikap. Konsep tentang soft skills sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Secara garis besar soft skills bisa digolongkan ke dalam dua kategori yakni intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup self awareness (self confident, self assessment, trait, dan preference, emotional awareness) dan self skill (improvement, self control, trust, worthiness, time/source management, proactivity, conscience).
Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness, devoleping others, levereging diversity, service orientation, empathy, dan social skill (leadership, influence, communication, confict management, cooperation, team work, synergy), (sumber: Daniel, 995).
Peserta didik yang ingin menjadi orang sukses ketrampilan sotf skill, hard skill dan life skill harus berjalan seiring. Kunci sukses didominasi oleh soft skill sedangkan hard skills merupakan faktor pelengkap dan apabila keduanya dioptimalkan, maka peserta didik cenderung akan sukses dalam kehidupannya. Mengutip Berthhall (Diknas: 2008) menyatakan bahwa soft skil merupakan tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, pengambilan keputusan.
Agar siswa memiliki out come yang handal, maka sekolah harus mengajarkan soft skill (kompetensi untuk mengembangkan dan memaksimalkan kinerja) terhadap peserta didik.
Bahkan dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia (SDM) yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja namun piawai dalam aspek soft skillnya. Penelitian di Harvard University Amerika Serikat serikat mengungkapkan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengolah diri dan orang lain (soft skill).
Data penelitian juga mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20%oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Peserta didik yang memiliki soft skill, dia tidak hanya mampu berfikir secara kreatif (creative thinking) namun juga berfikir kritis critical thinhking) bahkan memiliki sikap percaya diri, konsep berfikir dan ambisi untuk sukses. Ada tiga tahap dalam pengembangan soft skill. Pertama, hard work (kerja keras), ke dua, kemandirian serta ke tiga, kerja sama tim. Mengutip Howard, (1985) secara garis besar soft skill bisa digongkan ke dalam dua kategori yakni intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup self awareness (kesadaran diri) terdiri dari self confident (percaya diri), self assessment (penilaian diri), trait and preference ( berkarakter dan preferensi ) serta emotional awareness ( kesadaran emosional ).
Kemudian self skill (keterampilan diri) yakni improvement (kemajuan atau perbaikan), self control (kontrol diri), trust (percaya), worthiness (bernilai), time/source management (manajemen waktu/sumber), proactivity (proaktif), conscience (hati nurani).
Adapun interpersonal skill mencakup social awareness (kesadaran sosial), political awareness (kesadaran politik), developing others (mengembangkan orang lain), leveraging diversity (pengaruh yang berbeda), service orientation (berorientasi pada pelayanan), emphaty (empati). Sedangkan social skill (keterampilan sosial ) terdiri dari leadership (kepemimpinan), influence ( pengaruh), communication (komunikasi), conflict management (manajemen konflik), cooperation (kooperatif), team work and synergy.
Character Building
Pembelajaran soft skill yang bersifat abstrak lebih berada pada ranah efektif (olah rasa) dan psikomotorik (olah laku). Kondisi ini mengakibatkan kita tidak bisa mendapatkan pelajaran soft skill dari sekolah formal. Soft skill dipelajari dalam kehidupan sosial melalui interaksi social dan bisa kita pelajari melalui proses pengasahan soft skill baik dari observasi maupun melakukan sesuatu. Soft skill yang perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori yakni komunikasi lisan dan tulisan (communication skill), keterampilan berorganisasi (organizational skill), kepemimpinan (leadership), kemampuan berfikir kreatif dan logis (logic dan creative), ketahanan menghadapi tekanan (effort), kerja sama tim dan interpersonal (group skill) dan etika kerja (ethics). Salah satu cara mengasah soft skill pada siswa adalah melalui pembelajaran character building di sekolah. Pembentukan karakter menjadi sebuah jalan setapak yang dapat digunakan untuk membentuk insan yang prima sehingga diharapkan dapat memiliki soft skill yang prima pula.
Penerapan character building dalam dunia pendidikan memberikan nuansa lain dalam pendidikan karena indikator evaluasi tidak hanya berbasis pada nilai kognitif melainkan juga pada segi efektif dan bahkan juga psikomotorik siswa. Proses pembelajaran melalui character building pertama kali adalah pengenalan atas good character didalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian setelah siswa mengenal dan memahami good character tersebut maka siswa mengkorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari baik disekolah maupun dirumah atau lingkungan diluar sekolah.
Sikap mental menentukan ketahanan mental dalam menghadapai tantangan dan ntuk mengembangkan soft skill, pembelajaran yang dikembangkan di sekolah semestinya authentic learning. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau keperibadian seseorang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai kebajikan (vietues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Era Society 5.0
Era Masyarakat (society) 5.0 merupakan era baru dalam kehidupan bermasyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi. Konsep ini lahir sebagai pengembangan lebih lanjut dari revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi mendegradasi peran manusia. Banyak kalangan menyatakan terdapat dua tantangan besar yang menjadi perhatian utama Indonesia saat ini. Pertama, masyarakat global tengah dihadapkan pada permasalahan krisis pangan, energi, dan lingkungan hidup, dan kedua adalah revolusi industri 4.0. Perkembangan teknologi 4.0 telah mengubah banyak tatanan lama yang telah mapan dan kehadirannya membuka perspektif baru mengenai pentingnya kolaborasi untuk menyelesaikan masalah kompleks. Adapun Society 5.0 ditandai dengan digitalisasi yang bukan hanya di sektor industri, tetapi masuk ke segala aspek kehidupan manusia.
Berbagai pakar ahli juga mengatakan bahwa beberapa kompetensi yang harus dikuasai dalam era society 5.0. Diantaranya leadership, language skills, IT Literacy and Writing skills. Begitu juga dengan metode pembelajaran Pendidikan dalam menghadapi era industry 4.0. Bahwa revolusi industri 4.0 merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh ekonom asal Jerman, Profesor Klaus Schwab. Dalam bukunya yang bertajuk “The Fourth Industrial Revolution”, Klaus mengungkap empat tahap revolusi industri yang setiap tahapannya dapat mengubah hidup dan cara kerja manusia. Revolusi industri 4.0 sendiri merupakan tahap terakhir dalam konsep ini setelah tahapan pada abad ke-18, ke-20, dan awal 1970.
Setelah melalui tiga tahap evolusi industri tersebut, tahun 2018 disebut sebagai awal zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Kini berbagai industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data yang lebih dikenal dengan nama Internet of Things (IoT). Untuk menghadapi revolusi industri 4.0, diperlukan berbagai persiapan, termasuk metode pembelajaran pendidikan yang tepat. Metode pembelajaran pendidikan Indonesia harus mulai beralih menjadi proses-proses pemikiran yang visioner, termasuk mengasah kemampuan cara berpikir kreatif dan inovatif. Pengembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) bergerak semakin cepat dan mengalami kemajuan pesat dalam setiap bidang kehidupan manusia. Mulai dari perawatan kesehatan, kontrol iklim dan hasil panen, hingga pendidikan. Penggabungan AI dengan kecerdasan alami mansusia membuat potensi individu bisa menjadi lebih maksimal dan memungkinkan pencapaian yang lebih besar. Untuk mengembangkan dan menyebarkan solusi yang didukung oleh AI, diperlukan penerapan 6 prinsip utama.
6 prinsip tersebut adalah, privasi dan keamanan, transparansi, keadilan, keandalan, inklusivitas, akuntabilitas. Salah satu solusi bagi lembaga pendidikan dalam menghadapi revolusi pendidikan 4.0 adalah dengan menggunakan Big Data. Big Data sendiri merupakan sistem teknologi yang diperkenalkan untuk menanggulangi “ledakan informasi” seiring dengan pertumbuhan ekosistem pengguna mobile dan data internet yang semakin tinggi. Big Data dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan karena dengan penggunaannya seorang pengajar dapat meneliti dan menganalisa kemampuan anak didik dengan mudah.
Tidak hanya per individu, namun juga salam satu kelas, tingkat sekolah, maupun tingkatan yang lebih tinggi. Masyarakat 5.0 adalah masa depan baru umat manusia dengan pemanfaatan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk sukses di masa depan harus dimulai dari bawah, kerja keras mengembangkan soft skills dengan berkelanjutan. Soft skills memiliki urgensi dengan keberhasilan siswa dalam menghadapi masa depan
Mungkin kita perlu merenungkan lebih dalam lagi tentang Buku Neff dan Citrin (1999) yang berjudul “Lesson From The Top” yang memuat sharing dan wawancara 50 orang tersukses di Amerika mengatakan bahwa mereka sepakat yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills).
(dihimpun dari berbagai sumber: Penulis adalah guru SMPN 11 Kota Jambi).
Komentar