Oleh: Nelson Sihaloho
Guru SMP Negeri 11 Kota Jambi
ABSTRAK:
Sebagaimana kita ketahui bahwa Mahkamah Agung (MA) telah memenangkan gugatan para guru yang memperjuangkan pencabutan pasal 6 huruf d Peraturan menteri pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Mendikbudristek) Nomor 26 tahun 2022 tentang pendidikan guru penggerak. (sumber melintas id, selasa 6 Februari 2024). Selanjutnya hakim menyatakan bahwa pasal 6 huruf d Peraturan Mendikbudristek Nomor 26 tahun 2022 tentang pendidikan guru penggerak dinyatakan telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatul sipil negara dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Begitu juga dengan kinerja guru. Kini guru semakin bertambah tugasnya dengan penerapan pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah melalui PMM. Selanjutnya Dirjen GTK menyampaikan regulasi teknis berupa Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 7607/B.B1/HK.03/2023 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah. Mengacu pada hal tersebut diatas sudah selayaknya penilaian e-kinerja guru harus reliable dan berkeadilan sesuai dengan tugas dan pokok fungsinya di sekolah. Sebab selama ini banyak sasaran kinerja pegawai (SKP) khususnya kadang tidak sinkron dengan hasil kerjanya. Bepijak pencabutan pasal 6 huruf d Peraturan menteri pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Mendikbudristek) Nomor 26 tahun 2022 tentang pendidikan guru penggerak perlu dicari solusi yang ideal untuk peningkatan kinerja guru dalam bentuk e-kinerja. Termasuk Penilaian Kinerja guru (PKG) dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang selama ini telah dijalankan harus disinkronkan dengan kondisi terkini dan masa depan karir guru. Selain itu sangat penting untuk dilakukan perubahan yang benar-benar reliable dan berkeadilan untuk menunjang tugas profesionalisme guru.
Kata kunci: kinerja guru, reliable, berkeadilan
Kinerja Guru
Sebagaimana kita ketahui bahwa program yang digencarkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Pendidikan Guru Penggerak dinilai belum mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru. Seringkali di lapangan, keberadaan guru penggerak menimbulkan kecemburuan dan potensi konflik di antara sesama guru. Bahkan program satu juta pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang digaungkan Kemendikbudristek juga dinilai kurang sukses. Seleksi PPPK guru 2023 hasilnya jauh dari harapan. Terungkap guru yang lolos seleksi sebanyak 250.432 orang. Padahal, tahun sebelumnya 2021-2022 berhasil merekrut 544.292 guru. Artinya guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang. Begitu juga dengan kinerja guru, dimasa era digital sekarang ini penilaian kinerja guru seharusnya berbasis bukti. Soal e-kinerja dimasukkan dalam sistem e-kinerja tidak menjadi soal. Yang utama penilaian kinerja guru (PKG) dan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) harus diperkuat dengan aksi serta kegiatan yang lebih sinergis. Guru bekerja sesuai dengan rambu-rambu dalam lingkup sekolah terutama tugas dan pokok fungsinya (tupoksi) harus linier. Sekolah sebagai salah satu lingkup pendidikan tentunya tidak terlepas dari kepemimpinan Kepala Sekolah. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru yakni penciptaan iklim sekolah yang dapat memacu atau menghambat efektifitas kerja guru. Kepala sekolah sebagai pemimpin, harus menjadi motor penggerak bagi berjalannya proses pendidikan. Kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin terutama kepala sekolah mampu menjadi teladan terhadap lingkungan sekolah, kemampuan memotivasi, pengambilan keputusan, komunikasi dan pendelegasian wewenang dengan baik. Khusus guru penilaian kinerja memiliki peranan penting. Yakni sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, serta potensi yang bermanfaat menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Kinerja san gat penting untuk diteliti, sebab ukuran terakhir keberhasilan suatu organisasi/sekolah adalah kinerja maupun pelaksanaan pekerjaannya, sehingga kemajuan sekolah banyak dipengaruhi oleh kinerja guru. Banyak kalangan menyatakan bahwa kinerja guru bisa dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemiminan tersebut yakni kepemimpinan transformasional yang diharapkan mampu mengelola sekolah dengan baik, mewujudkan sekolah sebagai wadah pembelajaran efektif dan efisien. Penting untuk dipahami bahwa kinerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam bentuk karya nyata. Adapun kinerja yang berkaitan dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu. Kinerja guru (teacher performance) berkaitan dengan kompetensi guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung oleh kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak mungkin dapat memiliki kinerja yang baik (Madjid, 2016). Adapun Kelvin (2016) mengemukakan bahwa performance is the act or process of carrying in a satisfactory manner. In the case of teachers, performance can be seen in punctuality, positive relationship with the students and the like.
Septiawan, dkk. (2020) menjelaskan kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang ditetapkan sebelumnya. Kinerja diartikan sebagai keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu itu baik atau sebaliknya. Mukhtar dan Md (2020) mengemukakan beberapa pengertian tentang kinerja yaitu: 1) kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta, 2) kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja,3) kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan kerja atau tugas yang diberikan, 4) kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, 5) kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dan pencapaian tugas-tugas baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, maupun organisasi. Kinerja adalah tindakan atau proses membawa dengan cara yang memuaskan. Dalam kasus guru, kinerja dapat dilihat dalam ketepatan waktu, hubungan positif dengan siswa dan sejenisnya. Rorimpandey (2020) menjelaskan bahwa kinerja atau penampilan kerja adalah kulminasi tiga elemen yang saling berkaitan, yakni kecakapan, upaya, dan sikap keadaan-keadaan eksternal. Menuurt Gunawan, dkk. (2018) mengemukakan bahwa guru yang memiliki kinerja baik dan professional dalam implementasi kurikulum memiliki ciri-ciri yaitu: mendesain program pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar peserta didik. Adapun Asterina dan Sukoco (2019) menyatakan kinerja guru adalah kemampuan seorang guru untuk melakukan perbuatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup aspek perencanaan program belajar mengajar, pelaksanaan proses belajar mengajar, penciptaan dan pemeliharaan kelas yang optimal, pengendalian kondisi belajar yang optimal, serta penilaian hasil belajar. Kinerja sangat penting dalam menentukan kualitas kerja sesorang, termasuk seorang guru. Kinerja guru menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen per sekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Tanpa memperbaiki kinerja guru, semua upaya untuk membenahi pendidikan dapat kandas. Karena tinggi rendahnya kinerja guru tersebut dapat dijadikan tolok ukur berhasilnya sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Rorimpandey, 2020). Devitha, dkk. (2021) mengemukakan bahwa guru yang mempunyai rata-rata kinerja baik, memperoleh mutu atau kualitas belajar dan kualitas yang optimal pada peserta didik. Idealnya guru harus memiliki kinerja yang optimal dan berkualitas sehingga dapat memberi kontribusi yang positif dan signifikan pada peningkatan mutu pembelajaran serta meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Reliabelitas Kinerja Guru
Reliabilitas lazim disebut dengan keandalan. Yakni konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subyektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip. Ciri pengukuran yang memiliki reliabilitas adalah pengukuran yang dapat memberikan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu, meskipun belum tentu mengukur dimensi yang sebenarnya diinginkan. Dalam ranah penelitian, reliabilitas adalah hal yang menggambarkan sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten ketika diaplikasikan secara berulang kepada subjek yang sama dan dalam kondisi yang tak berubah. Menurut Sumadi Suryabrata (2004), menyatakan reliabilitas menggambarkan sejauh mana hasil pengukuran yang diperoleh dari suatu alat atau instrumen dapat dipercaya. Hasil pengukuran yang reliabel memiliki tingkat konsistensi dan stabilitas yang baik. Adapun Sugiharto dan Sitinjak (2006) menyatakan reliabilitas mengacu pada kemampuan instrumen untuk menghasilkan data yang dapat dipercaya dan menggambarkan informasi yang sesuai dengan kondisi lapangan. Sedangkan Ghozali (2009) mengungkapkan reliabilitas merujuk pada kehandalan alat ukur dalam mengukur suatu konstruk atau variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban yang diberikan oleh individu konsisten dari waktu ke waktu. Demikian juga dengan prinsip evaluasi kinerja guru pada prinsipnya instrument evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja guru harus valid, reliabel, dan fleksibel. Fleksibel dalam konteks ini adalah menyesuaikan dengan kondisi guru yang bertugas di perkotaan dengan kawasan pedesaan. Termasuk perbedaan mata pelajaran yang diampu oleh guru. Maka untuk mendapatkan hasil penilaian yang akurat tentang kinerja guru penilaiannya harus memenuhi sejumlah prinsip. Prinsip penilaian dilaksanakan untuk mendapatkan hasil penilaian yang akurat tentang proses dan hasil kinerja guru yang sedang dinilai maupun yang akan berlangsung dinilai. Karena itu penilaian harus memenuhi sejumlah prinsip, baik dalam hal instrumen yang digunakan maupun proses pelaksanaan pengukuran dan/atau penilaiannya. Beberapa prinsip penilaian kinerja guru yang bisa dilakukan yakni harus valid. Valid adalah penilaian yang akurat serta memerlukan data-data akurat. Data akurat diperoleh dari pengukuran menggunakan instrumen yang valid, yang mampu mengukur kompetensi atau kinerja guru yang hendak diukur.
Termasuk penilaiannya harus reliable dan ajek. Dinyatakan penilaian bersifat ajek bahwa dilakukan oleh siapa pun, kapan pun, dimana pun akan memperoleh hasil yang konsisten dan relatif tidak berubah walaupun dilaksanakan pada situasi yang berbeda. Penilaian kinerja guru juga harus dilakukan dengan objektif. Penilaian dilakukan apa adanya; tidak dipengaruhi oleh faktor subjektivitas penilai, sehingga hasil penilaian menggambarkan secara tepat penguasaan kompetensi oleh mahasiswa. Untuk itu, apabila penilaian dilakukan dengan menggunakan jenis instrumen esai dan/atau nontes, harus disertai dengan kunci jawaban atau rubrik penilaian. Demikian juga apabila penilaian dilakukan oleh lebih dari satu orang, harus dijaga konsistensi (reliabilitas) antarpenilainya. Penilaian kinerja guru juga harus adil. Penilaian tidak menguntungkan atau merugikan mahasiswa tertentu karena dipengaruhi oleh latar belakang mahasiswa, seperti latar belakang status sosial, ekonomi, agama, suku, dan lain-lain. Kendatipun pun ada perbedaan hasil penilaian pada mahasiswa, itu benarbenar menunjukkan perbedaan penguasaan kompetensi pada masing-masing mahasiswa yang dinilai. Selama ini penilaian kinerja guru tidak dilakukan dengan sistematis. Akibatnya banyak penyimpangan-penyimpangan penilaiankinerja di lingkungan pendidikan. Sistematis adalah penilaian dilakukan secara terstruktur, terencana, dan mengikuti prosedur baku. Oleh karena itu, sebelum melakukan penilaian harus dibuat perencanaan secara rinci tentang langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menilai penguasaan kompetensi, mulai dari penyusunan kisi-kisi sampai proses penentuan hasil penilaian. Selain itu harus akuntabel. Penilaian harus menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan dari sisi proses, instrumen, dan personel yang melaksanakan penilaian. Penilaian juga dilakukan sepanjang proses kegiatan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian kinerja guru juga harus berorientasi pada tujuan. Penilaian dilaksanakan secara terintegrasi dan komprehensif untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dan kinerja guru sebagai tolok ukur ketercapaian tujuan. Selain itu penilaian juga harus dilakukan terpadu. Penilaian merupakan salah satu komponen dari sistem pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran terhadap kinerja guru. Termasuk penilaian juga harus dilakukan secara terbuka, artinya proses penilaian yang akan dilaksanakan dan kriteria penilaian yang akan digunakan dapat diakses oleh stakeholder, sebagai acuan dalam mengikuti proses penilaian.
Berkeadilan
Suatu penilaian dikatakan berkeadilan jika mengacu pada beberapa sistem penilaian. Adakalanya dilakukan dengan menggunakan sistem acuan patokan (PAP). PAP ditujukan untuk memperoleh gambaran taraf penguasaan capaian kinerja guru termasuk dalam pembelajaran (mastery level). Merujuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 yang diperbarui Nomor 19 tahun 2017 tentang Guru Pasal 15 ayat (4) yang menyatakan bahwa tunjangan profesi guru diberikan kepada guru yang memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memiliki nilai hasil penilaian kinerja minimal baik. Jadi intinya bahwa evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian atau pengukuran. Mengutip Dunn (2003: 30) mengemukakan bahwa istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian. Adapun menurut Mangkunegara (2009: 12), evaluasi/penilaian kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Parsons (2011: 546) mengemukakan bahwa evaluasi mengandung dua aspek yang saling terkait, yaitu: pertama, evaluasi kebijakan dan kandungan programnya serta evaluasi terhadap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan dan program. Dari kedua aspek yang terkandung dalam evaluasi tersebut, fokus peneliti dalam penelitian ini lebih kepada aspek yang kedua yaitu evaluasi terhadap orang-orang di mana orang-orang di sini merupakan para guru yang telah sertifikasi. Pada hakikatnya, penilaian kinerja guru merupakan suatu kegiatan untuk membina dan mengembangkan guru profesional yang dilakukan dari guru, oleh guru, dan untuk guru.
Menurut Payong (2011: 115) tujuan penilaian kinerja dalam penelitian ini khususnya guru dilakukan untuk memastikan layanan pendidikan yang diberikan oleh para guru tetap profesional dan berkualitas serta menjadi dasar untuk peningkatan dan pengembangan karir guru. Mulyasa (2013: 88) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja guru dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang ditunjukkan dalam penampilan, perbuatan, dan prestasi kerjanya. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPANRB) Nomor 16 Tahun 2009 dalam Mulyasa (2013: 88) menegaskan bahwa penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier, kepangkatan, dan jabatannya. Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan para ahli mengenai evaluasi kinerja guru tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja guru merupakan suatu penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil kerja guru. Dengan adanya penilaian terhadap hasil kerja guru maka diharapkan pegawai atau guru tersebut dapat lebih meningkatkan dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara lebih baik.
Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi/penilaian kinerja guru sebagaimana yang dikemukakan oleh Mulyasa (2013: 91-92) antara lain (a) untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan yang diberikan oleh para anggotanya. (b). Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya yang akan memberikan kontribusi secara langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan. (c). Memberikan jaminan bahwa guru dapat bekerja atau melaksanakan pekerjaannya secara profesional dan mampu memberikan layanan yang berkualitas terhadap masyarakat khususnya peserta didik. (d). Sebagai bahan evaluasi diri bagi guru sehingga guru tersebut dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dimilikinya. €. Sebagai dasar untuk melakukan perbaikan, pembinaan dan pengembangan, serta memberikan nilai prestasi kerja dan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan karirnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. (f). Sebagai bahan untuk mengembangkan potensi, karier, dan profil kinerjanya yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Dengan demikian maka penilaian kinerja guru harus reliable dan selalu mengedepankan prinsip keadilan. Begitu juga dengan e-kinerja harus berkeadilan, sebab pekerjaan guru memiliki ciri khusus, spesifik, khas serta mengukurnya juga harus betul-betul sesuai dengan tugas dan pokok fungsi guru. Semoga bermanfaat. (*****)
Rujukan:
1.;Djafri, N. (2017). Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah (Pengetahuan Manajemen, Efektivitas, Kemandirian Keunggulan Bersaing dan Kecerdasan Emosi). Yogyakarta: Deepublish.
2. Hafitriani, S. (2021). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi terhadap Kompetensi Pedagogik Guru serta Implikasinya Terhadap Kinerja Guru. Indonesian Journal of Digital Business, 1(1), 11–29.
3. Hartanto, S., dan Purwanto, S. (2019). Supervisi dan Penilaian Kinerja Guru. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Komentar