Oleh: Nelson Sihaloho
Penulis: Guru SMP Negeri 11 Kota Jambi
ABSTRAK:
Sebagaimana kita ketahui bahwa Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dalam Asesmen Nasional (AN) dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif tersebut yakni literasi dan numerasi. Salah satu yang ingin diukur dalam AKM adalah kemampuan bernalar dan daya analitis peserta didik. Kemampuan bernalar dan menganalisis siswa bukan dilihat dari materi pelajaran, melainkan bagaimana metode guru dalam mengajar sehingga berkontribusi terhadap kemampuan siswa dalam bernalar dan menganalisis. Yang penting dan ditekankan dalam AKM adalah literasi dan numerasi sehingga kurang terkait dengan kurikulum. Padahal dalam praktik serta implementasi beban kurikulum cukup berat. Semua guru mata pelajaran memiliki kontribusi, sebab kemampuan literasi dan numerasi melekat di semua mata pelajaran.
Metode mengajar guru menjadi salah satu faktor penentu dalam mengembangkan kemampuan bernalar siswa. Begitu pula dengan kemampuan mendasar dan kemampuan bernalar sangat penting dikembangkan. Akankah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dalam Asesmen Nasional (AN) mengubah paradigm guru dalam mengajar. Selain itu AN akan menjadi data dan informasi untuk sekolah agar bisa melakukan perbaikan-perbaikan untuk sekolahnya. Termasuk pelaksanaan asesmen akan tetap menjadi momok jika guru dan sekolah masih menjalankan budaya tes.
Bila pihak sekolah dan guru mengubah paradigm metode mengajar di ruang kelasnya akan memberikan efek domino yang signifikan pada terutama kemampuan siswa dalam mengembangkan literasi dan numerasi.
Kata kunci: efek domino, AKM, Guru
Kemampuan Literasi Abad 21
Dunia saat ini memasuki pendidikan era digitalisasi, kemampuan literasi abad 21 dalam mendukung pembelajaran harus dimiliki oleh para generasi penerus bangsa. Kemampuan literasi abad 21 dibutuhkan untuk menunjang kesuksesan dari sebuah proses pendidikan. Sesungguhnya program dan gerakan literasi di sekolah dimulai pada tahun 2015 bahkan hingga saat ini masih terus berlanjut. Hal itu diatur melalui Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Termasuk dalam program terbaru yakni AKM yang didalamnya mengecek tingkat literasi dan numerasi disekolah yang ada di Indonesia mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Budiningsih dalam penelitiannya menyatakan bahwa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain yang berada di Asia Tenggara yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand (Lubis, 2018:152). Menurut Fenanlampir, Batlonona, & Imelda, (2019:394) menyatakan bahwa negara Indonesia masih memiliki minat baca yang masih dibawah rata-rata diantara negara Asia Tenggara lainnya. Terbukti dari hasil PISA dan TIMMS yang dilakukan selama ini Indonesia masih selalu dibawah Singapura sebagai yang tertinggi dibawah Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Jika merujuk pada hasil PISA (2018) minat baca menunjukan pada angka 371 menurun dari tahun 2015 menunjukan pada angka 397 (sumber: OECD, 2019:3). Di era digitalisasi informasi dan arus literasi digital akan memudahkan siswa dalam mengakses segala bentuk informasi yang mereka peroleh. Kemampuan berpikir kritis menjadi sesuatu hal yang sangat mendasar untuk dimiliki oleh seorang siswa. Adanya literasi digital harus dibarengi dengan kemampuan mencari, menganalisis, menafsirkan, dan mengevaluasi dari informasi yang mereka dapatkan. Menurut Hussein, dkk, (2019: 96) berpikir kritis adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi yang melibatkan pendekatan sistematis menggunakan tingkat pemahaman yang intens mengenai sebuah permasalahan, mengkaji informasi yang relevan, mengambil simpulan, dan memberikan sebuah solusi untuk dianalisis dan dievaluasi. Pemilihan model pembelajaran pada abad 21 harus memperhatikan model pembelajaran yang berfokus pada siswa (student centered) hal ini bertujuan agar dapat mengembangkan pengetahuannya secara mandiri. Dengan demikian maka guru sebagai fasilitator dan mediator dalam rangka mengarahkan dan membantu siswa supaya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Keefektifan pembelajaran dapat didukung melalui berbagai cara. Salah satunya melalui bahan ajar dan media pembelajaran yang sesuai. Banyak penelitian-penelitian yang membuktikan hal itu. Menuurt Febriyanti, & Mustadi, (2020:180) menyatakan bahwa mbahwa media pembelajaran menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan penyampaian pembelajaran. Perubahan standar kelulusan dari Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional (AN) diharapkan bisa mendorong perbaikan mutu pembelajaran dan hasil belajar peserta didik di Indonesia. Bahkan AKM literasi dan numerasi dilihat sebagai instrumen strategis dalam menggenjot mutu pendidikan itu. Sebagaimana kita ketahui pada akhirnya AKM bukan meruoakan ujian kecerdasan pada ,mata pelajaran tertentu. AKM tidak berurusan langsung dengan satu mata pelajaran, tetapi bersifat integratif dan lintas mata pelajaran. Kemampuan membaca dan berpikir logis-matematis merupakan kompetensi minimal yang ‘harus dikuasai oleh semua peserta didik. Jika dikaji lebih mendalam AN merupakan program penilaian terhadap mutu setiap sekolah dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Pada prinsipnya , AKM tidak berbasis mata pelajaran. Pada akhrnya literasi tidak menjadi kompetensi yang dimonopoli oleh mata pelajaran Bahasa Indonesia. Demikian juga dengan numerasi, bukan bidang kompetensi eksklusif mata pelajaran Matematika.
Efek Domino AKM Pada Guru
Efek domino lazim diartikan sebagai suatu peristiwa yang dapat memicu peristiwa lainnya. Efek domino adalah reaksi berantai atau sebuah efek kumulatif yang dihasilkan saat satu peristiwa menimbulkan serangkaian peristiwa lainnya. Satu contoh tentang efek domino yang bisa kita amati dalam pendidikan adalah kegiatan tang tergabung “Guru Penggerak” dan AKM. Transformasi teknologi pendidikan misalnya juga memberikan efek domino terhadap langkah strategis pendidikan menuju gerbang kemajuan. Langkah transformasi menjadi relevan dalam menjawab beragam tantangan serta tuntutan terhadap dunia pendidikan di era digital. Transformasi teknologi pendidikan juga mengharuskan kepala sekolah dan guru lebih memahami 280 indikator Asesmen Nasional. Kondisi ini mendorong para penggiat pendidikan untuk terus melakukan refleksi dan perbaikan berdasarkan nilai Rapor Pendidikan yang dicapai pada tahun sebelumnya. Literasi dan numerasi merupakan indikator dalam penilaian AKM. Literasi dan numerasi merupakan kemampuan atau kompetensi yang mendasar dan dibutuhkan oleh semua murid, terlepas dari apa profesi dan cita-citanya di masa depan. Kendati AKM tidak dijadikan indikator tunggal soal kemampuan kognitif anak, namun model soal yang ditawarkan tidak bisa dianggap enteng. Model soal dalam AKM, membutuhkan persiapan serius agar anak bisa mengerjakan soal-soal itu dengan baik. Karena itu efek dominonya pada guru agar terus mendorong murid untuk gemar membaca. Literasi berhubungan erat dengan ‘kultur membaca’ yang dipupuk dengan cara intensif. Gemar membaca adalah poin kunci dalam mengasah potensi literasi. Hal lainnya yang perlu diperhatikan guru dalam AKM adalah sering mengerjakan latihan soal. Dalam membaca soal juga murid ditekankan untuk membaca soal dengan teliti dan hati-hati. Kebiasaan murid adalah tidak membaca soal dengan baik namun berambisi untuk melihat pilihan jawaban yang tersedia. Dalam mengerjakan soal AKM murid perlu ditekankan agar mengerjakan terlebih dulu soal yang dianggap paling mudah. Cari dan coret pilihan jawaban yang salah. Berikutnya perhitungkan jumlah soal dan target nilai. Hal penting lainnya perlu ditekankan pada murid agar tidak membiarkan ada jawaban kosong. Terakhir adalah agar murid memahami dengan baik perintah soal. Karena itu AKM akan menjadi peluang berubahnya semangat evaluasi pendidikan di semua sekolah yang selama ini membudayakan tes. Kehadiran AKM diharapkan menjadi budaya asesmen yang mendorong guru-guru untuk terus melakukan praktik baik di sekolah. Selain itu berkemungkinan besar diprediksikan pengganti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dengan model baru yakni Uji Kompetensi Guru (UKG) dengan Assesment Kompetensi Minimal Guru (AKMG) karena hasilnya juga hanya untuk pemetaan untuk pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan peningkatan kompetensi guru. Efek domino lainnya bahwa sudah tidak ada lagi dikotomi antara mapel UN dan non-UN, sudah tidak ada lagi mapel utama dan mapel pelengkap. Berdasarkan data capaian Asesmen Nasional tahun 2022, khususnya yang terkait dengan kompetensi literasi, diduga masih dijumpai sekolah dengan capaian di bawah kompetensi minimal. Untuk lebih jelasnya kita contohkan saja AKM pada Level Kognitif Numerasi yang terdiri dari 3 bagian. Yakni a). mengetahui (knowing), dimana level kognitif ini mencangkup kemampuan pengetahuan siswa tentang fakta, proses, konsep, dan prosedur. Kata kunci yang umum digunakan pada level ini adalah: mengingat, Mengidentifikasi, mengklasifikasikan, menghitung, mengambil/memperoleh, dan mengukur. Kemudian b) Penerapan (applying), level kognitif ini mencangkup kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan pemahaman matematika terkait fakta-fakta, relasi, proses, konsep, prosedur, dan metode pada konteks situasi nyata untuk menyelasikan masalah atau menjawab pertanyaan. Kata kunci yang biasa digunakan pada level ini adalah: memilih/menentukan, menyatakan/membuat model, dan menerapkan/melaksanakan. Terakhir c) adalah Penalaran (reasoning) yaitu level kognitif ini mencangkup kemampuan penalaran siswa dalam menganalisis data dan informasi, membuat simpulan, memperluas pemahaman mereka dalam situasi baru. Situasi baru tersebut mungkin merupakan situasi yang tidak diketahui sebelumnya atau konteks yang lebih kompleks. Kata kunci yang umum digunakan pada level ini adalah: mengalisis, memadukan (mensitensis), mengevaluasi, menyimpulkan, dan membuat justifikasi. Dari hal sebagaimana diuraikan diatas jelas memberikan efek pada guru untuk mengubah pola pembelajarannya sesuai dengan tuntutan AKM.
Penguatan Karakter dan Benteng Masa Depan
Tenaga pendidik terutama guru dituntut untuk memiliki kemampuan belajar yang kreatif dan inovatif dalam melaksakan pembelajaran. Perkembangan teknologi yang kini telah banyak dihasilkan dalam menunjang proses pembelajaran terus bertambah setiap tahunnya. Variasi model pembelajaran yang menuntut adaptif serta menyesuaikan perkembangan teknologi memberikan perubahan signifikan dalam kegiatan pembelajaran. Indonesia sebagai negara yang multicultural dalam memberlakukan kurikulum pendidikan sebaiknya mengimplementasikan relevan sesuai dengan kultur budayanya. Revolusi teknologi yang terus melanda dunia pendidikan saat ini hingga di masa depan ditandai dengan kehadiran teknologi artificial inteligensi (AI). Bahkan di internet banyak bermunculan. bimbingan belajar berbayar online. Dunia industry maupun teknologi pendidikan di masa depan juga akan berkembang seiring dnegan tuntutan di masa depan. Namun perlu dikaji lebih mendalam bagaimana generasi muda kita saat ini perlu dididik dan peduli akan budaya bangsa. Profil pelajar Pancasila sebagaimana dikemas dalam Kurikulum Merdeka perlu diperkuat lagi penguatan maupun penerapannya di lapangan. Murid maupun generasi muda harus memiliki karaktaer yang kuat dalam menghadapi era persaingan di masa depan. Seperti Asesmen Nasional (AN) jika diawal-awal sebelum dimulai, tetapi nampaknya sudah ada kegelisahan beberapa pihak menyoal persiapan AN sebelum dilaksanakan. Dari awal telah dijelaskan bahwa tujuan AN adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dirancang untuk menghasilkan informasi akurat guna memperbaiki kualitas belajar-mengajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar murid. Sehingga dengan AN akan teridentifikasi dan terukur pengembangan kompetensi dan karakter murid. Karena itu generasi muda saat ini menjadi tolok ukur keberhasilan dari negara. Masa depan negara ditentukan oleh kualitas dan kemajuan generasi mudanya. Selain itu kesuksesan negara tidak melulu hanya dilihat dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah, akan tetapi juga kualitas dari sumber daya manusianya (SDM). Di era digital, moral dan karakter generasi muda mengalami penurunan yang jauh dari kata baik. Banyak kalangan menyatakan generasi sekarang dinilai tidak memiliki rasa hormat kepada orang tua mereka sendiri termasuk tenaga pedidik. Untuk mewujudkan generasi muda yang maju, terdapat 3 aspek yang dapat memengaruhi karakter seseorang individu. Ketiga aspek tersebut yakni keluarga, sekolah dan pengalaman hidup.
Anak yang memiliki karakter kuat akan mampu menyelamatkan generasi milenial. Karakter yang ditanamkan lewat pendidikan dikenal dengan istilah pendidikan karakter menjadi solusi guna mengatasi persoalan pelik anak bangsa saat ini. Penanaman karakter yang kuat akan menjadi filter dalam menampung informasi lewat internet yang memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan generasi milenial dewasa ini. Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama. Yakni fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter membentuk dan mengembangkan potensi siswa agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku sesuai dengan falsafah Pancasila.
Kemudian fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Terakhir adalah, fungsi penyaring. Pendidikan karakter memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa dan karakter bangsa yang bermartabat. Karakter utama yang harus ditanamkan agar tak tergilas arus globalisasi seperti dampak penggunaan teknologi adalah religius. Karakter religius ini akan menjadi benteng pertahanan generasi bangsa dari hal-hal yang bersifat merusak dari penggunaan teknologi. Penguasaan ilmu dan teknologi tanpa karakter religius akan berbahaya dan tentunya berdampak pada masa depan bangsa.
Melalui pendidikan karakter, karakter nasionalis dapat ditanamkan sejak dini pada anak. Penguatan Karakter dan Benteng Masa Depan harus terintegrasi dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Mellaui pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai- nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian disimpulkan bahwa ada efek domino pelaksanaan AKM terhadap guru di sekolah tidak hanya mengikis budaya test juga memberikan perubahan paradigm terhadap guru dalam mengubah pola pembelajarannya di kelas. Ternasuk dalam meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan juga harus diubah dengan pola yang lebih baik. Semoga bermanfaat. (******).
Rujukan:
- Apri Damai Sagita Krissandi, Anang Sudigdo, Adhi Surya Nugraha, Model Pembelajaran Inovatif Dan Soal Berbasis AKM Jenjang SMA, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2021).
- Imas Kurniasih,Kumpas Tuntas Asesmen Nasional (AKM), (Yogyakarta: Kata Pena, 2021
- Indah Slamet Budiarti, Asesmen Kompetensi Minimum Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2020).
- Mirna Indrianti dan Annisa Trihidayati, Siap AKM, (Bogor: CV Pustaka Andromedia, 2020).
- Nur Hikmah, Isti Hidayah, Sri Kadarwati,“Persepsi dan Kesiapan Guru Dalam Menghadapi asesmen Kompetensi Minimum”, Cokroaminto Journal Of Primary Education vol. 4, no. 1, April 2021.
Komentar