Kemandirian Peserta Didik Kunci Sukses Hadapi Era Global

Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional

Pentingnya kemandirian dari peserta didik sejak dini hendaknya perlu ditanamkan agar mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang bertangungjawab. Kompleksnya kehidupan di masa mendatang menuntut peserta didik siap menghadapi era global dengan tingkat persaingan kompetitif. Namu adakalanya sistim didikan keluarga dan lingkungan sedikit banyaknya membawa pengaruh buruk terhadap peserta didik. Misalnya tawuran, narkoba, alkohol serta perilaku negatif lainnya merupakan bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh peserta didik. Efek jangka panjang bisa mengakibatkan kerusakan moral, munculnya budaya mencontek, kurang sensitive terhadap lingkungan serta memiliki ketergantungan tinggi terhadap orang tua.

Dalam menanamkan kemandirian terhadap peserta didik mereka harus banyak belajar, berlatih dalam merencanakan masa depan mereka ke arah yang lebih baik. Di masa depan insan-insan mandiri serta yang bertanggungjawablah yang selalu dibutuhkan oleh dunia kerja.

Kemandirian

Menurut Chaplin (2002), menyatakan bahwa otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan menurut Erikson (dalam Monks,dkk,1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, dan lain lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana peserta didik secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain.

Dengan otonomi, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian kemandirian mengandung pengertian yaitu suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Dalam Bimbingan Konseling (BK) misalnya tugas perkembangan peserta didik (konseli) yang telah teridentifikasi sebelumnya perlu dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk standar kompetensi. Dalam layanan BK standar kompetensi tersebut dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD). SKKPD terdiri dari 10 komponen yakni pertama memiliki kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ke dua, landasan hidup religius yakni mengembangkan kata hati, moral, dan dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku. Ke tiga, landasan perilaku etis, yakni membangun hidup yang sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan. Ke empat kematangan emosi yaitu mengembangkan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Ke lima, kematangan intelektual yakni memilih sikap hidup terhadap kelompok dan lembaga- lembaga sosial.Ke enam, kesadaran tanggung jawab sosial yakni belajar menjalani peran sosial sesuai dengan jenis kelamin. Ke tujuh, kesadaran gender yakni mempelajari keterampilan fisik sederhana. Ke delapan, pengembangan pribadi yakni belajar menjadi pribadi yang mandiri. Ke sembiIan, perilaku kewirausahaan kemandirian perilaku ekonomis yakni mengembangkan konsep-konsep hidup yang perlu dalam kehidupan. Ke sepuluh, wawasan dan kesiapan karir yakni belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya .
Aspek-aspek perkembangan dalam SKKPD selanjutnya menjadi rumusan kompetensi yang dirujuk oleh guru BK atau konselor dalam mempersiapkan rancangan pelaksanaan dari berbagai kegiatan layanan BK. Rumusan kompetensi tersebut dikembangkan lebih rinci menjadi tugas-tugas perkembangan dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling “Pola 17 Plus” harus dicapai oleh peserta didik/konseli dalam berbagai tataran internalisasi tujuan, yaitu pengenalan, akomodasi, dan tindakan. BK sesungguhnya merupakan kegiatan layanan kemanusiaan yang bertujuan membantu individu dalam mencapai kemandirian dan perkembangan secara utuh dan optimal. BK bertujuan membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Bab II, Pasal 3, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas).

Dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah, tujuan umum BK adalah membantu peserta didik/konseli agar dapat mencapai kematangan dan kemandirian dalam kehidupannya serta menjalankan tugas-tugas perkembangannya yang mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karir secara utuh dan optimal (Permendikbud No 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah/BK PDPM).

Globalisasi dan Perubahan

Globalisasi akan membawa perubahan terhadap semua aspek kehidupan baik itu bidang teknologi, sosial, dan pendidikan. Globalisasi dunia dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berlangsung sangat cepat. Perkembangan yang cepat di bidang teknologi, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak kalah cepatnya akan berakibat terhadap aspek kultural dan nilai-nilai suatu bangsa. Tekanan, kompetisi yang tajam di berbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.

Disisi lain, kompetisi yang ketat pada era globalisasi juga akan melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental “instant”. Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat, yakni munculnya beragam sumber belajar dan merebaknya media massa, khususnya internet dan media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru.

Tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot. Pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan rasa keberagamaan yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Anthony Giddens (2005:84) menyatakan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi relasi sosial sedua yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah peristiwa sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil-mil.

tentang Pandangan berbedalobalisasi yang dikemukakan oleh Ulrich Beck, pemikir filsafat sosial Jerman sebagaimana dikutip Sindhunata, (2003) bahwa dalam globalisasi ada tiga pengertian kunci. Pertama, deteritorialisasi yang berarti batas–batas geografi ditiadakan atau tidak lagi berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangan antarnegara. Ke dua, transnasionalisme ialah mentiadakan batas- batas geografis seperti blok-blok. Ke tiga, multilokal dan translokal, dimana globalisasi memberikan kesempatan bagi manusia di berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya seluas dunia, tanpa kehilangan kelokalannya. Mengutip Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah sistem yang netral yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa memperkuat atau melemahkan sendi-sendi kehidupan, menyeragamkan atau mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru sebaliknya.

Itu semua tergantung bagaimana kita meresponnya. Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak dan batasan antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok lain, serta antara negara satu dengan negara lain. Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan.

Sektor pendidikan diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut. Tantangan tersebut menuntut adanya SDM berkualitas, berdaya saing secara komprehensif dan komparatif berwawasan keunggulan, keahlian professional serta visioner. Dengan demikian praktik pembelajaran harus lebih diperbanyak membentuk karakter kemandirian sebagai modal menghadapi era global.

Aspek Penting

Menghadapi era globalisasi aspek kepribadian penting ditanamkan pada peserta didik terutama niai dasar (basic vakues). Diantaranya, memiliki integritas tinggi, terbuka, konsisten, berorientasi pada hasil, rajin, disiplin, memiliki control diri, memiliki keberanian. Selanjutnya memiliki kesederahaan, pendengar yang baik, bisa diercaya, mempunyai tujuan yang jelas, memikirkan oranglain, jujur. Memiliki prinsip, memanfaatkan peluang, mengakui kesalahan, kemandirian, kreatif, berani mengambil resiko, humor. Memi;ili daya tahan, rasa hormat, suka menolong, kerjasama, semangat belajar seumur hidup, kepemimpinan, komitmen, pemberdayaan, kebanggaan, kesabaran serta keadilan. Sebagaimana kita ketahui bahwa industri 4.0 memiliki 4 prinsip dalam membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengimplementasikan skenario-skenario Industri 4.0.

Pertama, Interoperabilitas (kesesuaian): Kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan satu sama lain lewat Internet untuk segala (IoT) atau Internet untuk khalayak (IoP). IoT akan mengotomatisasikan proses ini secara besar-besaran.

Ke dua, transparansi informasi: Kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data sensor. Prinsip ini membutuhkan pengumpulan data sensor mentah agar menghasilkan informasi konteks bernilai tinggi.

Ketiga, bantuan teknis: (1) kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia dengan mengumpulkan dan membuat visualisasi informasi secara menyeluruh agar bisa membuat keputusan bijak dan menyelesaikan masalah genting yang mendadak. (2) kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia secara fisik dengan melakukan serangkaian tugas yang tidak menyenangkan, terlalu berat, atau tidak aman bagi manusia.

Ke empat, keputusan mandiri: yakni kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan tugas semandiri mungkin. Bila terjadi pengecualian, gangguan, atau ada tujuan yang berseberangan, tugas didelegasikan ke atasan.

Dunia kerja di era revolusi industri 4.0 merupakan integrasi pemanfaatan internet dengan lini produksi di dunia industri yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan informasi. Karakteristik revolusi industri 4.0 ini meliputi digitalisasi, optimalisasi dan kustomisasi produksi, otomatisasi dan adaptasi, human machine interaction, value added services and businesses, automatic data exchange and communication, dan penggunaan teknologi internet.

Pentingnya kemandirian dari peserta didik ini dipengaruhi juga dengan semakin kompleksnya kehidupan yang berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Kemandirian peserta didik adalah bakat kecakapan yang dimiliki peserta didik, ini sangat berkaitan dengan pendidikan. Upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik dapar dilakukan dengan mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka.

Peneriman positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak. Mengutip Robert H avighurst (1972) membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian.

Pertama, aspek emosi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya sendiri.

Kedua, aspek ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.

Ke tiga, aspek Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

Keempat, aspek sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain. Adapun Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemadirian atas tiga bentuk, yakni kemandirian emosional, kemandirian tingkah laku ( behavioral autonomy) serta kemandirian nilai (value autonomy). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian yakni proses belajar mengajar yang demokratis dan memungkinkan anak merasa dihargai.

Dorongan untuk anak agar dia dapat mengambil keputusan sendiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah. Kebebasan anak untuk dapat mengeksplorasi lingkungan mereka agar dapat mendorong rasa ingin tahu mereka. Tidak adanya diskriminasi antara anak dalam perlakuannya, hubungan harmonis antara anak dan orangtua serta adanya motivasi yang kuat dari diri anak itu sendiri.. Upaya pengembangan kemandirian peserta didik dapat dilakukan dengan menciptakan proses belajar mengajar yang demokratis sehingga anak merasa dihargai. Menciptakan komunikasi yang saling terbuka antar anggota keluarga.

Membebaskan anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar agar meningkatkan rasa keingintahuannya. Menumbuhkan komunikasi yang hangat antar anak maupun orangtua. Adanya kepercayaan kepada anak untuk melakukan apapun yang ia mau,tapi dalam pengawasan orang dewasa. Menerima segala sesuatu yang ada pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian mandiri adalah tidak ketergantungan terhadap orang lain dan mampu melakukan hal yang bisa dilakukan sendiri dengan baik tanpa membebani atau tergantung dengan orang lain. Kemandirian itu tidakterjadi dengan begitu saja, namun sikap tersebut tertanam pada diri seorang anak secara bertahap seirama dengan perkembangan dan lingkungannya.

(PenulisL Guru SMPN 11 Kota Jambi)

Rujukan:

1. Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan, 2013
2. Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoretis Terhadap Fenomena. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
3. Kunandar, 2007, Guru Profesional, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
4. Nasution.S,Sosiologi Pendidikan,Jakarta: Bumi Aksara,2009
5. Trianto,Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta:Pustaka Publisher,2009.
6. file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Nasrulloh Julia Makalah Kemandirian dan Penyesuaian peserta Didik.htm

Komentar