Pamsimas di Bungo Jangan Hanya Fisik, Pemberdayaan Masyarakat Kunci Keberlanjutan

oleh : Azwari Pemred Bungonews

BUNGO403 Dilihat

Bungonews.net, Bungo – Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Kabupaten Bungo dinilai rawan kehilangan esensi jika hanya dipandang sebatas proyek pembangunan fisik. Padahal, tujuan utama Pamsimas adalah pemberdayaan masyarakat agar warga desa mampu mandiri dalam mengelola air bersih secara berkelanjutan.

Pipa, bak penampung, dan jaringan air bersih hanyalah sarana. Namun, tanpa keterlibatan dan rasa memiliki dari masyarakat, sarana itu akan cepat rusak, terbengkalai, bahkan menjadi “proyek mubazir”.

“Kalau masyarakat tidak merasa memiliki, fasilitas Pamsimas bisa mangkrak. Sebaliknya, jika sejak awal warga terlibat aktif, mereka akan menjaga, merawat, dan mengembangkan manfaatnya,” tegas salah seorang tokoh masyarakat di Bungo,  (1/10/2025).

Fakta Lapangan: Ada yang Berhasil, Ada yang Mangkrak

Hasil pantauan Bungonews.net menemukan kondisi berbeda di sejumlah desa penerima Pamsimas. Ada desa yang sukses mempertahankan sarana air bersih karena KSM rutin bermusyawarah dan transparan dalam pengelolaan iuran. Namun, tidak sedikit lokasi Pamsimas yang justru mangkrak akibat minimnya pemberdayaan serta lemahnya rasa memiliki dari masyarakat.

“Yo bang, tahun ini ada beberapa KSM di desa yang menerima bantuan fisik sarana Pamsimas,” ujar Syafri, staf teknis PUPR Bungo. Ia menyebutkan, pada tahun 2025 ada proyek Pamsimas dengan anggaran lebih dari Rp1 miliar di beberapa desa, antara lain satu desa di Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, dua desa di Jujuhan Ilir, dua desa di Pelepat, dan satu desa di Pelepat Ilir.

Masalah Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat

Ironisnya, dalam praktik di lapangan, pelaksanaan fisik Pamsimas sering tidak sesuai semangat pemberdayaan. Banyak proyek menggunakan tenaga kerja dari luar desa dengan alasan upah lokal terlalu kecil. Bahkan, ada ketua KSM yang seolah merasa memiliki “otoritas penuh” sehingga pemerintah desa tidak dilibatkan, padahal SK pembentukan KSM justru dikeluarkan oleh pemerintah desa (Datuk Rio).

Hal ini menimbulkan kesan bahwa Pamsimas dijalankan hanya sebagai proyek fisik bernilai miliaran, bukan sebagai program pemberdayaan. Transparansi juga dipertanyakan karena sebagian besar KSM tidak memasang papan proyek sebagaimana mestinya.

Tuntutan Masyarakat

Masyarakat mendesak agar pengerjaan fisik Pamsimas dilakukan secara transparan, terbuka, dan melibatkan warga desa. Selain itu, peran pemerintah desa harus diperkuat dalam fungsi pengawasan dan pertanggungjawaban.

“Kalau KSM jalan sendiri tanpa pengawasan, yang rugi ya masyarakat. Harus ada transparansi dari anggaran sampai hasilnya,” ungkap salah seorang warga di Kecamatan Pelepat.

Pemerintah daerah dan pendamping Pamsimas diingatkan untuk tidak hanya mengejar realisasi fisik. Edukasi, partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat harus menjadi prioritas. Jika tidak, Pamsimas di Bungo hanya akan menjadi proyek sesaat—gagah di atas kertas, tapi rapuh di lapangan.

( Redaksi )

 

 

Komentar