AKM dan Publikasi Ilmiah Guru
Oleh: Nelson Sihaloho
ABSTRAK:
Ujian Nasional (UN) dihapus dan penilaiannya diganti Asesmen Kompetensi. Asesmen nasional terdiri dari tiga bagian yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Penerapan AKM merupakan perubahan paradigma evaluasi pendidikan dan peningkatan sistem evaluasi pendidikan. Selama ini UN dianggap “momok” bahkan setiap sekolah sibuk mempersiapkan anak didik untuk meningkatkan nilai UN. Selain itu mata pelajaran UN dianggap mata pelajaran paling penting dibandingkan dengan mata pelajaran yang tidak di UN-kan. Tujuan awal diberlakukannya AKM adalah mendorong perbaikan mutu pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Materi AKM terdiri dari dua yakni literasi baca tulis, serta literasi numerasi. AKM juga dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi.
Keterampilan dalam memilah dan memproses informasi, berpikir logis-sistematis, dan penalaran dengan konsep dan pengetahuan yang dipelajari merupakan kompetensi dasar dalam AKM. AKM juga menghadirkan masalah di berbagai situasi. Menguasai literasi sains sangat penting bagi peserta didik. Selain membantu mereka memahami masalah seperti ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, dan masalah lain yang terlihat oleh masyarakat saat ini yang sangat bergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi maupun profesionalisme, guru pada era digital sekarang ini dituntut untuk lebih professional. Salah satunya adalah guru untuk melakukan publikasi ilmiah sesuai dengan tugas dan pokok fungsinya (Tupoksi). Di era modern sekarang ini guru sudah selayaknya rutin menulis dalam bentuk publikasi ilmiah.
Publikasi ilmiah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan maupun pengembangan profesinya kearah yang lebih baik. Namun kenyataan menunjukkan tidak menutup kemungkinan guru minim dalam melakukan publikasi ilmiah. Tentunya sebagai guru apabila minim dalam melaksanakan publikasi berpengaruh terhadap Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Publikasi ilmiah sebagai bentuk karya pemikiran guru baik dalam ulasan ilmiah, laporan penelitian berupa penelitian tindakan kelas (PTK), buku atau makalah sesuatu hal yang wajib dipenuhi guru dalam memenuhi kompetensi profesionaismenya.
Kata kunci: AKM, publikasi ilmiah, guru
Perwujudan Profesinalisme Guru
Publikasi ilmiah yang dilaksanakan oleh guru sejatinya merupakan wujud dari profesionalisme guru. Menurut Oemar Hamalik (2003) bahwa salah satu peran guru adalah sebagai ilmuwan, yang berkewajiban tidak hanya menyampaikan pengetahuan yang dimiliki kepada muridnya, akan tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus memupuk pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain, guru berkewajiban untuk membangun tradisi dan budaya ilmiah. Kegiatan publikasi ilmiah guru semakin diperkuat dengan hadirnya Permenpan dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Semula kewajiban publikasi ilmiah hanya dikenakan kepada guru yang akan naik pangkat dari Golongan IV.a ke atas.
Namun berdasarkan Permenpan dan RB ini, kegiatan publikasi ilmiah guru harus dilakukan oleh guru yang akan naik ke golongan III.c. Mengutip Steven R.Covey, (BPSDM-Kemendikbud, 2012) menyebutkan bahwa kegiatan publikasi ilmiah adalah salah satu bentuk upaya untuk memperbaharui mental. Permenpan dan RB No. 16, et,al ada beberapa bentuk kegiatan publikasi ilmiah yang dapat dilakukan guru dalam rangka pengembangan keprofesian berkelanjutan. Diantaranya Presentasi pada forum ilmiah, melaksanakan publikasi Ilmiah hasil penelitian atau gagasan ilmu pada bidang pendidikan formal.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk buku ber ISBN dan diedarkan secara nasional atau telah lulus dari penilaian BNSP. Selanjutnya membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat nasional yang terakreditasi. Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah tingkat provinsi.
Selanjutnya membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah ilmiah tingkat kabupaten/ kota. Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diseminarkan di sekolahnya, disimpan di perpustakaan. Membuat makalah berupa tinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya, tidak diterbitkan, disimpan di perpustakaan. Membuat Tulisan Ilmiah Populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya: Membuat Artikel Ilmiah Populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dimuat di media masa tingkat nasional.
Membuat Artikel Ilmiah Populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dimuat di media masa tingkat provinsi (koran daerah).
Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya. Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat nasional yang terakreditasi Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat nasional yang tidak terakreditasi/tingkat provinsi. Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat lokal (kabupaten/kota/ sekolah/madrasah dst.nya). Hal lainnya yakni melaksanakan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru.
Umumnya pengukuran kinerja guru dilakukan bertujuan untuk menentukan kompetensi, menilai kekuatan, memberikan dukungan, dan mentoring, menjamin pertumbuhan yang terus menerus melalui berbagai pengalaman, dan memonitor keputusan karyawan organisasi. Filosofi penilaian guru membentuk pengembangan kriteria, instrumen dan prosedur. Mengutip Janicifejic, N. (2013)12 menemukan bahwa budaya organisasi mempengaruhi desain dan implementasi struktur organisasi, selanjutnya struktur organisasi melestarikan budaya organisasi, yaitu menggambarkan nilai-nilai, norma-norma dan sikap. Profesionalisme guru merupakan sebuah kondisi arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pengajaran dan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu guru professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Guru yang professional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dalam bidangnya. Pemegang profesi memilki otonomi dalam menjalankan profesinya.
AKM dan Profesionalisme Guru
Banyak kalangan menyatakan bahwa Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan survey karakter akan membuat program peningkatan kompetensi guru menjadi lebih terarah. AKM memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kompetensi guru. AKM juga akan memberikan refleksi terhadap guru agar tahu kekurangannya. Dengan mengetahui kekurangannya guru mampu meningkatkan kompetensinya untuk melakukan perbaikan kompetensi baik oleh dirinya sendiri maupun membantu guru lainnya dalam peningkatan profesionalitasnya. Hasil AKM umumnya akan digunakan untuk perbaikan proses belajar mengajar di sekolah.Selain itu asesmen juga akan mengarahkan guru pada penguasaan kompetensi bernalar yang sesuai dengan kaidah dalam pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa AKM dalam pendidikan merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan guru untuk memiliki kontrol penuh atas pembelajaran mereka. Dengan demikian guru dituntut untuk terus belajar termasuk Guru Belajar AKM.
Guru belajar AKM melibatkan kegiatan seperti membaca buku, menghadiri pelatihan atau seminar, melakukan riset, bergabung dengan kelompok studi, atau mengikuti program pengembangan profesionalisme. Dengan cara tersebut pula guru akan terus mampu meningkatkan pemahamannya tentang perkembangan terbaru dalam bidang pendidikan dan menerapkan pengetahuan baru tersebut dalam praktik pembelajaran mereka. Guru harus menyadari bahwa mereka adalah agen perubahan dalam pendidikan dan memiliki tanggung jawab untuk terus berkembang sebagai pendidik yang profesional.
Guru yang aktif dalam belajar AKM mampu mengadopsi praktik pengajaran yang inovatif dan efektif. Mereka memiliki kesempatan untuk belajar tentang strategi pembelajaran terbaru, penggunaan teknologi dalam pendidikan, dan metode evaluasi yang lebih baik. Dengan begitu maka guru akan dapat menyampaikan pembelajaran yang lebih menarik, bermakna, dan relevan terhadap siswa mereka. Dalam dunia Iptek yang terus berkembang, guru perlu terus mengikuti tren terbaru serta beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Selain itu, belajar AKM juga memfasilitasi pengembangan keterampilan guru.
Guru dapat memperoleh keterampilan baru dalam manajemen kelas, teknologi pendidikan, atau pembelajaran berbasis proyek, problem solving, discopvery maupun kolaboratif. Dengan belajar AKM akan memberikan kesempatan terhadap guru untuk melakukan refleksi profesional. Misalnya mempertimbangkan umpan balik dari siswa, kolaborasi dengan rekan guru, atau melalui refleksi individu, guru dapat terus meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru bahwa ada empat standar kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Karena itu Guru dituntut untuk bisa menghasilkan sebuah karya, seperti karya tulis ilmiah.
Melalui karya tulis ilmiah tersebut diharapkan mampu menunjukkan hingga meningkatkan kompetensinya. Karena itu guru harus meningkatkan intensitas pelaksanaan kegiatan pengembangan profesionalismenya ke arah yang lebih baik. Profesi sebagai pekerjaan yang memberikan pelayanan intelektual spesialis yang sangat tinggi dengan sifat utamanya yang terkandung didalamn ya. Diantaranya penguasaan ilmu dan keahlian menerapkan, standar keberhasilan yang diukur oleh kesempurnaan melayani, bukan diukur oleh keuntungan pribadi serta keterpanggilan untuk menjalankan praktek. Pengalaman dilapangan umumnya ada beberapa masalah yang dihadapi oleh guru di kelas.
Diantaranya, siswa susah diatur, tidak patuh dan tidak mau bekerjasama dengan guru, daya serap siswa terhadap apa yang disampaikan guru tergolong rendah. Selanjutnya siswa terlalu pasif sehingga guru tidak dapat mengetahui apakah siswa sudah memahami pelajaran, guru sering disepelekan dan siswa tidak menaruh kepercayaan pada guru. Kemudian kurangnya referensi dalam mengolah metode pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan sehingga proses belajar mengajar terasa begitu jenuh. Guru masih terikat dengan gaya mengajar konvensional yaitu ceramah yang sangat membosankan bagi siswa.
Sering kesulitan menciptakan komunikasi yang harmonis dengan siswa. Ada kalanya guru kesulitan mencari media pembelajaran yang tepat supaya proses belajar mengajar bisa berlangsung lebih efektif. Karena itu untuk dapat menjadi guru profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru yang professional. Seiring dengan era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini bukan hanya sekadar mengajar melainkan harus menjadi manajer belajar.
AKM Berbasis Digital
AKM menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh peserta didik dengan menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi. AKM juga dimaksudkan untuk mengukur kompetensi secara mendalam, bukan hanya penguasaan konten. Bahwa dalam AKM, kompetensi terkait literasi dan numerasi akan dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu konten, proses kognitif, dan konteks. Bentuk soal AKM terdiri dari pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, menjodohkan, isian singkat, dan uraian. AKM disusun berdasarkan indikator-indikator kompetensi yang membentuk lintasan kompetensi hasil belajar yang bersifat kontinum.
Sebagai alat ukur pengganti UN, AKM diikhtiarkan menjadi pengukur kompetensi literasi dan numerasi merujuk pada survei-survei internasional yang lazim diikuti banyak negara, di antaranya PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Sebagaimana kita ketahui bahwa penyelenggaraan AKM 2021 hanya mengukur kemampuan/kompetensi literasi dan numerasi, yang akan dilengkapi dengan survei karakter dan survei lingkungan belajar. Sementara untuk kompetensi sains, sebagaimana dilakukan di PISA dan TIMSS, bukan termasuk domain yang akan diukur tingkat kompetensinya.
Dengan demikian hal tersebut menjadi salah satu justifikasi mengapa asesmen kompetensi tersebut menggunakan label minimum. Penyebutan kata minimum juga merujuk pada jenis dan jumlah kompetensi yang akan diukur. Penyelenggaraan AKM berbasis komputer merupakan salah satu solusi untuk menghilangkan permasalahan kebocoran soal-soal dan praktik-praktik kecurangan yang selama ini masih sering terjadi pada asesmen nasional. Dalam praktiknya, penyelenggaraan asesmen berbasis komputer peserta didik akan lebih senang karena tidak disibukkan dengan menghitamkan lingkaran di lembar jawaban yang cenderung membosankan. Kendati begitu asesmen berbasis komputer selama ini masih menyisakan beberapa permasalahan baik kendala teknis yang perlu dicari solusi penyelesainnya. Dianatarnya belum meratanya pelaksanaan karena infrastuktur belum memadai hingga kecepatan koneksi internet yang berbeda-beda antar sekolah maupun antar daerah. Seain itu masih sering terjadi permasalahan-permasalahan yang bersifat teknis.
Yakni komputer server dan komputer klien yang tiba-tiba log off serta melambat, munculnya virus dan pop up browser yang sering tampil. Kondisi tersebut umumnya sering dimaknai sebagai digital divide (kesenjangan digital). Menurut Ariyanti (2013) mendefinisikan digital divide sebagai perbedaan infostate suatu provinsi. Berdasarkan hasil perhitungan infostate, diperoleh nilai indeks digital divide tiap provinsi. Mengutip Lumakto,(2019) menyatakan wacana digital divide secara historis dimulai dari isu ketimpangan jaringan kabel antar daerah urban dan rural di Amerika Serikat.
Lalu berkembang menjadi kepemilikan personal computer (PC) baik di rumah tangga, instansi pemerintah publik/swasta, dan sekolah. Sejak penemuan PC yang diikuti perkembangan jaringan internet yang spektakuler, maka digital divide terjadi secara global. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pelaksanaan AKM, kesenjangan ini bisa merupakan gap kemampuan digital antar peserta didik atau bisa juga dimaknasi sebagai gap area geografis yaitu antar sekolah atau antar daerah. AKM yang kini diterapkan sudah terkoneksi ke hamper seluruh sekolah di Indonesia yang mendukung tentang Program Sekiolah Berbasis Digital.
Suatu lompatan yang perlu kita apresiasi dalam memajukan pendidikan kearah yang lebih maju serta bermartabat. Guru dengan implemntasi AKM yang dilakukan di sekolahnya bisa melakukan pubikasii ilmiah berkaitan dengan pengembangan profesionalisme berkelanjutan. Setidaknya guru bisa menulis karya ilmiahnya di surat kjabar atau Koran minimal 2 karya dalam satu tahun. Hal itu penting sehingga pengembangan karya berkelanjutan bukti otentik benar-benar nyata. Semoga bermanfaat. (*******).
Rujukan:
- Kusumaryono, R. S. (2020). Merdeka Belajar. Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga KependidikanKementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.https://gtk.kemdikbud.go.id/ read-news/merdeka-belajar.
- Lestari, F. L., & Ratnaningsih, N. (2022). Analisis Problematika dan Pencapaian Siswa Dalam Pelaksanaan AKM Pada PTM Terbatas. Jurnal Pendidikan Guru, 3(1), 1–7.
- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan T. R. I. (2021). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Asesmen Nasional (pp. 1–10).
- Sinyanyuri, S., Utomo, E., Sumantri, M. S., & Iasha, V. (2022). Literasi Sains dan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM): Integrasi Bahasa dalam Pendidikan Pendidikan Sains. JURNAL BASICEDU, 6(1), 1331–1341. https://doi.org/https://doi.org/ 10.31004/basicedu.v6i1.2286
- Warsihna, J. (2016). Meningkatkan Literasi Membaca dan Menulis Dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kwangsan: Jurnal Teknologi Pendidikan, 4(2), 67–80. https://doi.org/https://doi.org/10.31800/jtp.kw.v4n2.p67–80
Komentar