Guru Reflektif Realita di Era Digital

Oleh: Nelson Sihaloho

 

ABSTRAK:

Pengalaman dunia nyata dan aktifitas yang berpusat pada kehidupan peserta didik sangat relevan dengan belajar sambil melakukan atau “Learning by doing”.  Di era sekarang ini yang identik dengan era digital banyak murid yang tidak mau mendengarkan guru. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cenderung berkembang dengan dinamis membuat guru harus mengevaluasi kompetensinya. Termasuk untuk lebih kreartif dalam memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Penggunaan teknologi sebagai transfer of knowledge  sehingga memungkinkan murid memiliki kecakapan abad 21 yang fokus pada karakter, literasi dan keterampilan 4C (Critical Thinking, Communication, Collaborative, Creative). Derasnya arus informasi dan teknologi komunikasi digital menuntut guru untuk selalu melakukan praktik reflektif dalam melaksanakan tugas profesionalismenya.
Digitalisasi di berbagai sektor yang pada akhirnya menempatkan generasi muda saat ini sebagai digital learners yang memerlukan pendekatan pembelajaran berbeda dalam menghadapi era masa depan. Refleksi, sebagai keterampilan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) perlu berkelanjutan dilakukan. Diharapkan melalui refleksi, guru dan siswa mampu memaknai mendalam setiap kegiatan belajar sehingga memberikan implikasi positif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang lebih luas.
Kata kunci: guru, reflektif, realita, era digital.

Refleksi Positif

Guru yang baik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) adalah guru yang selalu melakukan refleksi terhadap tugas profesionalismenya. Guru harus tahu bahwa ilmu yang disampaikan ataupun ditransfernya mampe memberikan perubahan pada diri murid baik itu perilaku, pengetahuan maupun sikap. Perilaku, pengetahuan murid maupun sikap-sikap mereka hanya dapat diketahui dengan melakukan evaluasi dan refleksi. Mengutip Bruce (2015) menyebutkan tiga bidang profesi yang tidak terpengaruh secara signifikan oleh digitalisasi yaitu profesi bidang pendidikan (guru), bidang kesehatan (dokter, perawat) dan kesenian (seniman). Ditengah pesarnya perkembangan teknologi dan informasi mengakibatkan perubahan pada lapangan pekerjaan juga harus disiasati guru untuk memberikan metode pembelajaran bervariasi.
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas harus mengacu pada upaya untuk terus memperbaiki diri. Itulah sebabnya refleksi merupakan kata yang kerap didengar saat proses pembelajaran. Refleksi adalah istilah yang dikenal juga sebagai cerminan atau gambaran. Refleksi berkaitan dengan penilaian ataupun umpan balik setelah melakukan atau mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu. Refleksi dilakukan dalam proses pembelajaran untuk melihat kembali proses pembelajaran yang telah dilakukan secara lebih detail. Refleksi adalah kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kegiatan evaluasi yang berlanjut dan berjenjang.  Untuk murid kegiatan refleksi bisa berguna untuk menyalurkan ungkapan dari proses pembelajaran yang berlangsung dan dilakukan. Apakah proses pembelajarannya telah berlangsung baik atau malah sebaliknya. Bahkan Kepala Sekolahpun wajib melakukan refleksi suatu kegiatan ataupun pembelajaran di sekolahnya. Hal itu terkait dengan manajemenyang dilakukan disekolahnya. Refleksi  hendaknya dilakukan dengan cara jujur dan tanpa tekanan  sehingga dapat digunakan untuk mengekspresikan kesan konstruktif, pesan, harapan, dan kritik terhadap pembelajaran yang telah diterima peserta didik kepada guru. Refleksi diri dapat membantu guru untuk mengeskplorasi potensi-potensi yang ada dalam diri, memperbaiki kelemahan dan mencari solusi-solusi yang dibutuhkan untuk pengembangan profesi. Selain itu refleksi diri memberikan kontribusi tinggi terhadap guru dalam upaya pengembangan profesionalismenya. Refleksi bisa diterapkan dengan berbagai cara yakni refleksi dengan lisan, refleksi melalui jurnal, refleksi dengan video, refleksi menggunakan catatan bisa juga dengan memanfaatkan berbagai aplikasi yang lebih menarik. Mengutip Ernesta menjelaskan ada banyak model dalam melakukan refleksi, salah satu model refleksi yang dapat diterapkan yakni 4F yakni Fact, Feeling, Finding, Future. (1) Fact adalah menceritakan pengalaman contohnya selama mengikuti kegiatan pembekalan Guru Penggerak. Bisa menceritakan hambatan maupun kesulitan membimbing siswa dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN). (2) Feeling adalah perasaan seseorang atau individu selama kegiatan pembelajaran berlangsung?. Bisa menceritakan hal yang membuat seseorang atau individu memiliki perasaan tersebut?. (3) Finding: menceritakan apa yang dipelajari pada hari ini? Bisa dielaborasikan cerita guru dengan pembelajaran yang paling berkesan?; (4) Future: menceritakan manfaat pembelajaran pada hari  ini  untuk  peran seorang guru di sekolah. Dengan demikian semua guru  penggerak harus melaksanakan refleksi profesionalismenya dengan optimal. Karena itu refleksi dilakukan untuk tujuan yang baik yakni refleksi positif yang memberikan kontribusi dalam perbaikan kompetensi guru.

Merujuk Pada Realita

Guru sebuah profesi yang dikategorikan professional sebagaimana pada UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengakuan status professional ini dibuktikan dengan serifikat pendidik. Guru sebagai tenaga professional harus menjaga keprofesionalannya dalam menjalankan tugas yang diembannya. Namun,apabila melihat realitas yang ada tentang profesi guru ternyata tidak berbanding lurus dengan profesi-profesi lainnya yang lebih dulu didudukkan sebagai tenaga profesional. Merujuk pada databoks tahun 2019 jumlah persentase guru jenjang SMP yang sudah tersertifikasi ada 48,44%. Jenjang SD ada 45,77%, jenjang SMK ada 28,49%. Adapun jumlah total guru di Indonesia ada 3,3 juta. Sedangkan databoks tahun 2021 ada 2,65 juta guru yang bisa dikatakan layak mengajar dari total 3,3 juta jumlah guru di Indonesia. Data pusat statistik tahun 2020/2021 jumlah sekolah di Indonesia secara keseluruhan adalah 217.283. Jenjang SD negeri dan swasta total ada 148.743 sekolah, dimana 88,11% adalah sekolah negeri. Jenjang SMP ada 40.597 sekolah, dengan 58,30% adalah sekolah negeri. Pada jenjang SMA total sekolah ada 13.865 sekolah, dengan 50,24% adalah sekolah swasta. Dan pada jenjang SMK total sekolah ada 14.078 sekolah, dengan 74,22% adalah sekolah swasta. Berdasarkan dari data tersebut bisa kita lihat jumlah sekolah swasta di Indonesia sangat banyak. Teknologi Informasi  dan Informasi merupakan 2 hal yang sangat penting dalam era saat ini. Apa yang dibutuhkan manusia saat ini adalah kenyamanan dan efisensi. Sebagaian besar waktu guru berada di sekolah. Mengutip Permadi dan Arifin (2010) menyatakan bahwa kualitas profesi (profesionalitas) guru ditunjukkan oleh lima sikap utama yaitu: (1) keinginan untuk selalu menampilkan perilaku hasil kerja yang mendekati/sesuai dengan standar ideal, (2) senantiasa berusaha meningkatkan dan memelihara citra profesinya, (3) memiliki keinginan yang kuat untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional agar dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya, (4) senantiasa mengejar dan mengutamakan kualitas/mutu dan cita-cita dalam profesi, dan (5) memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Konsekuensinya bahwa guru harus bersedia untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dapat mendukung profesinya. Menurut Zamroni (2001:79-80) ada dua model penlngkatan mutu guru yang perlu dipertimbangkan adalah (1) memperkuat hidden curriculum dan (2) mengembangkan self-reflection (teknikrefleksidirl). Hidden curriculum adalah kurikulum tersembunyl, merupakan proses pembentukan nalar emoslonal dan afeksi yang menjadi baglan dari tugas sekolah yang prakslsnya termuat secara tersembunyi dl dalam kurikulum. Proses Ini dilaksanakan melalul perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar.

Kompetensi Digital

Kompetensi digital diartikan sebagai kompetensi yang melibatkan penggunaan teknologi digital dengan percaya diri, kritis dan bertanggung jawab, Kompetensi digital meliputi literasi informasi dan data, komunikasi dan kerjasama, merancang konten digital, pemahaman keamanan digital, isu kekayaan intelektual, pemecahan masalah dan pemikiran kritis (Shokaliuk, 2020). Shokaliuk,et,al, menyatakan bahwa kompetensi digital mencakup: 1) memahami bagaimana teknologi digital dapat digunakan untuk mendukung komunikasi, kreativitas dan inovasi; 2) kesadaran akan dampak dan risiko dari penggunaan teknologi digital; 3) memahami prinsip umum, mekanisme dan logika perkembangan digital serta pengetahuan tentang fungsi dasar dan penggunaan berbagai perangkat lunak dan jaringan; 4) kesadaran kritis terhadap validitas, reliabilitas, dan pentingnya informasi dan data yang disediakan melalui perangkat digital; 5) pengetahuan tentang prinsip-prinsip hukum dan etika yang terkait dengan penggunaan teknologi digital; 6) kemampuan menggunakan teknologi digital untuk mendukung integrasi masyarakat dan kehidupan sosial yang aktif, 7) kemampuan bekerjasama dengan orang lain, dan mengembangkan kreativitas untuk mencapai tujuan pribadi, sosial, atau komersial; 8) kemampuan untuk menggunakan, mengakses, memfilter, mengevaluasi, membuat, memprogram, dan mendistribusikan konten digital; 9) kemampuan untuk mengelola dan melindungi informasi, konten, data (termasuk pribadi) dan untuk mengenali dan berinteraksi secara efektif dengan perangkat lunak, perangkat, kecerdasan buatan atau robot; 10) kemampuan untuk berinteraksi dengan teknologi dan konten digital, 11) kemampuan memberikan sikap reflektif dan kritis, bahkan ingin tahu, terbuka dan melihat ke depan terhadap perkembangan teknologi digital. 12) Memiliki pendekatan moral, aman dan bertanggung jawab untuk menggunakan media digital. Seorang guru yang hidupnya selalu mengikuti perkembangan teknologi digital tidak akan pernah berhenti untuk menyediakan waktu, pikiran, dana untuk mencari ilmu pengetahuan. Terutama dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran. Penggunaan teknologi digital saat ini memang terasa penting dalam pembelajaran. Mengutip Sudarno Sudirdjo dan Eveline Siregar dalam  Mozaik Teknologi Pendidikan (2004:9-12) menyebutkan 8 fungsi dari teknologi pembelajaran termasuk digital. Yakni (1)memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar; (2)memotivasi siswa; (3)menyajikan informasi; (4)merangsang diskusi, (5)mengarahkan kegiatan siswa; (6)melaksanakan latihan dan ulangan, (7)menguatkan belajar, dan (8)memberikan pengalaman simulasi. Banyak kalangan pakar ahli menyatraakan bahwa teknologi digital merupakan sebuah proses revolusi yang mau tidak mau harus dijalani. Teknologi digital selain dapat bekerja lebih cepat, juga dapat menjangkau wilayah yang lebih cepat. Dengan menggunakan teknologi digital, batas-batas teritorial sudah tidak menjadi penghalang. Termasuk perkembangan sumber belajar telah merubah paradigma belajar murid.  Penggunaan teknologi digital saat ini tidak hanya dalam kegiatan belajar mengajar, melainkan juga dalam melaksanakan tugas-tugas lainnya. Dengan kondisi tersebut guru dituntut untuk terus mengevaluasi kemampuan siswa yang dibutuhkan di era persaingan ekonomi global. Kecakapan digital jsaat ini menjadi salah satu tuntutan kompetensi pedagogik seorang guru abad 21. Yakni adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat memanfaatkan teknologi dengan baik. Guru harus bisa memanfaatkan dan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional dan memasukkannya ke dalam pembelajaran. Transformasi digital di dunia pendidikan terus semakin berkembang seiring dengan tuntutan perkembangan IPTEK. Seiring berjalannya waktu, sekolah menyesuaikan sistem pembelajaran digital. Selain memberikan beberapa manfaat juga kemudahan dalam mengakses materi sumber belajar. Dengan menggunakan teknologi digital oleh guru dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran termasuk hasil belajar siswa. Pembelajaran digital juga dapat meningkatkan kreativitas dari para murid. Penggunaan teknologi digital dapat juga membantu guru untuk membuat lingkungan pembelajaran yang lebih menarik dan interaktif. Teknologi digital juga memungkinkan guru untuk menyediakan materi pembelajaran yang lebih variatif, relevan serta mudah diakses oleh siswa. Karena itu kompetensi digital sangat penting dimiliki oleh para pendidik termasuk penerapan pengajarannya di kelas. Dengan menggunakan teknologi digital guru dan siswa lebih mudah menyelesaikan masalah, melakukan tugas serta berkomunikasi efektif dengan murid. Di Era abad 21 perubahan zaman yang ditandai dengan semakin majunya ilmu IPTEK akan merubah kehidupan manusia menjadi semakin kompleks. Pada abad 21 ini diperlukan pengingkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di berbagai bidang. Tuntutan akan Kecakapan abad 21 pada dasarnya muncul karena realitas pendidikan belum sepenuhnya mampu mengimbangi dan mengakomodasi output pendidikan terhadap kompetensi yang dimiliki seiring dengan berkembangnya teknologi. Realitas yang terjadi sebagaimana yang kita alami saat ini membuat guru harus mampu menghadirkan konten pembelajaran berbasis kolaborasi agar secara efektif dapat membantu siswa dalam mencapai kompetensi abad 21. Tuntutan profesionalisme guru abad 21 bukan pada kemampuan guru dalam mengetahui berbagai hal, akan tetapi guru harus memiliki keahlian mencari tahu bersama dengan siswa, menjadi role model kepercayaan, keterbukaan, dan ketekunan kepada siswanya untuk menghadapi realitas pendidikan dan kehidupan abad 21. Kompetensi digital guru sangat erat kaitannya dengan kecakapan guru dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan pada kaidah pedagogis dengan menyadari implikasinya terhadap metodologi pendidikan. Mengutip Blyznyuk (2018) membagi kompetensi digital guru kedalam beberapa bagian. Yakni information, communication, editional content creator, security, dan educational problem solving. Adapun penjelasannya Information, guru seyogyanya perlu memiliki kemampuan literasi data, seperti kemampuan dalam mencari, memilih dan memilah, mengevaluasi, mengelola informasi yang cocok untuk pembelajaran, Communication. Keterampilan untuk terlibat, berinteraksi, berbagi, dan bekerja sama melalui pemanfaatan teknologi digital. Editional content creator, kemampuan guru untuk dapat menciptakan konten pembelajaran digital, seperti program aplikasi pembelajaran, presentasi interaktif, video pembelajaran animasi, dan lain sebagainya. Security, guru memiliki kemampuan dalam menjamin perlindungan terhadap dampak produk teknologi digital bagi siswanya dalam proses pembelajaran; dan Educational problem solving, yaitu pemecahan masalah dan mengatasi persoalan-persoalan teknis, mampu mengidentifikasi kelemahan-kelemahan teknologi digital dalam pembelajaran, dan kreativitas dalam memanfaatkan produk teknologi digital dalam pembelajaran secara positif. Karena itu duru yang professional harus mampu mentransformasikan nilai-nilai budaya kedalam ilmu pengetahuan untuk menuju kearah yang lebih berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi. Merujuk Honsan (2014) menyatakan secara sederhana kualifikasi professional pendidikan guru ada 3 poin penting. Yakni kapabilitas personal (person capability), artinya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan, serta sikap yang memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran dengan efektif; Kedua, guru sebagai pembaharu (innovator), artinya guru harus memiliki komitmen terhadap perubahan dan informasi. Guru diharapkan mengetahui kecakapan, keterampilan dan sikap yang tepat terhadap pembaharuan sekaligus sebagai penyebar ide-ide baru yang efektif; dan guru sebagai pengembang (developer), artinya ia harus memiliki visi keguruan yang baik, luas, dan mantap secara perspektif. Guru harus mau dan mampu memandang jauh kedapan untuk menjawab tantangan-tantangan zaman yang dihadapi khususnya pada sektor pendidikan yang didefinisikan sebagai sebuah sistem. Dengan demikian guru professional harus reflektif terhadap tugas-tugas profesionalismenya disesuaikan dengan relaitas di era digital. Guru yang tidak reflektif akan sulit maju dan akan mengalami hamnatan dalam melakukan adaptatif terhadap perubahan paradigm pembelajaran berbasis IPTEK digital. Semoga Pendidikan kita terus melaju untuk Indonersia Maju sesuai dengan peringatan HUT ke-78 RI. Merdeka, Semoga bermanfaat. (*****).
Rujukan:
Asdiniah, E. N. A. (2021). Urgensi dan Implikasi Pedagogik Kritis pada Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 1707–1712. https://doi.org/https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/1165

Dewi, R. R., Suresman, E., & Suabuana, C. (2021). Pendidikan Karakter Mandiri Melalui Blended Learning Di Sekolah Menengah Pertama. Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 10(1), 32–47. https://doi.org/10.24235/edueksos.v10i1.7846

Miftahudin, O. Purba, & Saprudin. (2022). Haruskah Tren Pembelajaran Online Dilanjutkan? Evaluasi Pengalaman di Perguruan Tinggi Indonesia. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 6(3), 1-8

Saputra, W. N. E., & Prasetiawan, H. (2018). Model Konseling Cognitive Defusion untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Yogyakarta: K-Media.

Sitompul, B. (2014). Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Di Era Digital. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(3).

Suyato, S., Murdiono, M., Mulyono, B., & Arpannudin, I. (2016). Upaya pembentukan warga negara yang baik dan tantangan yang dihadapi oleh para guru PKn peserta SM3T 2015. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 13(2), 137–150. https://doi.org/10.21831/civics.v13i2.12737
https://mediaindonesia.com/opini/557729/guru-reflektif-guru-yang-damai

Komentar