AKM Implikasinya Terhadap Perbaikan Iklim Kelas dan Lingkungan Sekolah

Oleh: Nelson Sihaloho

ABSTRAK
Banyak ulasan dan tulisan yang membahas tentang iklim kelas oleh para ahli maupun pakar pendidikan. Beberapa pakar ahli memberikan istilah Iklim kelas (classroom climate) dengan lingkungan belajar (learning environment), atmosfer, ekologi, dan lingkungan pertemanan (milieu). Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya.
Sebagai pengganti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) produk terbaru Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemdibudristek) adalah asesmen nasional (AN) yang tujuannya adalah pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang dasar dan menengah, (Pusat Asesmen dan Pembelajaran, 2021).

Sebagai acuan utama mutu diukur menggunakan 3 instrumen yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survey Karakter serta survey lingkungan belajar. Sejumlah komponen pembelajaran akan sangat mendukung terjadinya pembelajaran yang efektif dan efesien.

Komponen tersebut dalam proses pembelajaran mengharuskan peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungan belajar. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang tepat memerlukan adanya iklim kelas. AKM dapat dicapai dengan signifikan dengan menciptakan Iklim kelas yang baik.
Kata kunci: AKM, iklim kelas dan lingkungan sekolah

AKM, Kebutuhan Masa Kini dan Mendatang

Dalam program Kemdikbudristek bahwa hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 digunakan sebagai pemetaan awal (baseline) mutu sistem pendidikan. Ditegaskan pula bahwa hasil AN 2021 tidak digunakan untuk menilai prestasi murid ataupun kinerja guru dan sekolah. Laporan hasil AN 2021 diberikan kepada guru dan sekolah sebagai alat untuk melakukan evaluasi diri dan perbaikan pembelajaran.
Murid, orangtua, guru, dan sekolah tidak perlu cemas dan tidak perlu melakukan persiapan khusus untuk menghadapi AN. Sedangkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mencakup 2 hal yakni Literasi Membaca dan Numerasi. Literasi Membaca adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.

Sedangkan Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.

Lebih lanjut Kemdikbudristek (2021) menyatakan adapaun tujuan AKM bahwa asesmen dilakukan untuk mendapatkan informasi mengetahui capaian murid terhadap kompetensi yang diharapkan. AKM dirancang untuk menghasilkan informasi yang memicu perbaikan kualitas belajar-mengajar.

Pelaporan hasil AKM dirancang untuk memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi murid. Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat capaian murid. “Teaching at the right level” dapat diterapkan, merancang pembelajaran dengan memperhatikan tingkat capaian murid akan memudahkan murid menguasai konten atau kompetensi yang diharapkan pada suatu mata pelajaran.

Kemdikbudristek,et,al, AKM bertujuan untuk mengukur literasi membaca dan numerasi sebagai hasil belajar kognitif. Adapun Survei Karakter bertujuan untuk mengukur sikap, kebiasaan, nilai-nilai (values) sebagai hasil belajar non-kognitif.

Sedangkan Survei Lingkungan Belajar adalah untuk mengukur kualitas pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran yang diikuti oleh murid, guru, dan kepala satuan pendidikan.

Untuk murid/warga belajar pesertanya adalah sampel siswa Kelas 5, 8, dan 11 (dipilih secara acak). Untuk pendidikan kesetaraan peserta adalah warga belajar kelas 6, 9, 12 yang memerlukan. Setiap peserta mengerjakan AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Semua guru mengerjakan Survei Lingkungan Belajar secara mandiri.

Semua kepala satuan pendidikan mengerjakan Survei Lingkungan Belajar secara mandiri. Berkenan dengan hal tersebut maka karakteristik pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan sekarang yang diterapkan adalah pembelajaran berbasis multiliterasi.

Pembelajaran ini diorientasikan pada peserta didik di ruang kelas untuk memenuhi tantangan pendidikan saat ini dengan mengelola pembelajaran berbasis multikecerdasan (ragam kecerdasan), multigaya belajar (ragam gaya belajar), dan  multimodus (ragam cara).

Karena itu teknologi pembelajaran memiliki peranan penting dan strategis dalam mempersiapkan peserta didik sejak kini maupun di masa mendatang. Teknologi pembelajaran merupakan pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar-mengajar. Termasuk di Covid-19 yang kini menurut para sudag mulai melandai. Teknologi digital dirasakan sangat membantu untuk mempermudah akses pembelajaran, sebagaimana telah dilaksanakan melalui program daring, luring ataupun kombinasi keduanya.

Iklim Kelas dan ciri-cirinya

Wilson (dalam Khine & Chiew, 2001) menyatakan iklim kelas adalah tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar.

Menurut Omroad, (2003) menyatakan iklim kelas juga dapat diartikan sebagai tempat dimana tercipta komunitas di antara siswa; tempat dimana siswa diberikan berbagai kontrol untuk melakukan berbagai aktivitas di dalam kelas. Tempat yang memiliki atmosfir yang menyenangkan dan tidak terancam; tempat untuk mengkomunikasikan pesan- pesan mengenai permasalahan yang dihadapi siswa di kelas; serta tempat untuk mengkomunikasikan penerimaan, penghargaan dan perhatian dari guru kepada siswanya.

Adapun Bloom (dalam Tarmidi & Wulandari, 2005), iklim kelas dapat diartikan sebagai kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik.   Sedangkan Adelman dan Taylor (dalam Lee, 2005), mengungkapkan iklim kelas merupakan kualitas lingkungan yang dirasakan, yang muncul dari adanya interaksi dari berbagai faktor seperti aspek fisik, materi, organisasi, operasional, dan sosial. Iklim kelas memegang peranan penting dalam mempengaruhi keberlangsungan kegiatan belajar dan perilaku di dalam kelas.

Ahli lainnya, Schmuck dan Schmuck dalam Zedan (2014) mendefinisikan istilah ‘iklim kelas’ sebagai keseluruhan proses kelompok yang terjadi dalam interaksi antara guru-siswa dan siswa-siswa, termasuk hubungan interpersonal, intonasi emosional dan aspek structural, gaya mengajar dan organisasi kelas, harapan guru siswa dan sikap terhadap mereka, tingkat kontrol guru, masalah disiplin, jenis kelamin dan usia siswa.

Untuk menciptakan lingkungan belajar yang tepat memerlukan adanya iklim kelas. Nasution (2013: 119) mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga macam iklim kelas. Pertama, iklim kelas dengan sikap guru yang otoriter.
Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, guru yang otoriter akan menggunakan kekuasaan atau kewenangannya untuk mencapai tujuan kegiatan belajar mengajar yang telah ditentukan. Upaya guru tersebut menjadikan suasana kelas tenang, akan tetapi suasana hati peserta didik menjadi tidak tenang karena berada di bawah tekanan guru yang oteoriter. Kedua, iklim kelas dengan sikap guru yang permisif.
Suasana kelas dengan sikap guru yang permisif ini ditandai dengan membiarkan peserta didik berkembang dalam kebebasan tanpa banyak tekanan, ancaman, larangan, perintah, atau paksaan. Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas selalu dibuat menyenangkan.

Sikap ini mengutamakan perkembangan pribadi peserta didik khususnya dalam aspek emosional, agar peserta didik bebas dari kegoncangan jiwa dan menjadi peserta didik yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kelasnya.

Ketiga, iklim kelas dengan sikap guru yang nyata riil.
Suasana kelas dengan sikap guru yang nyata atau riil ini ditandai dengan pemberian kebebasan kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar di kelas diiringi dengan kegiatan pengendalian terhadapnya. Peserta didik diberi kebebasan untuk belajar sesuai dengan tipe belajarnya serta kemampuan dan minatnya tanpa diawasi dan diatur dengan ketat. Dreikurs dan Leron Grey dalam Novan (2013:188) yang menggunakan pendekatan sosio-emosional kelas juga mengemukakan bahwa ada tiga jenis suasana kelas yang dihadapi oleh peserta didik setiap harinya.

Pertama, suasana kelas autokrasi. Dalam suasana kelas autokrasi ini guru lebih banyak menerapkan perintah dan larangan, menggunakan kekerasan, penekanan, persaingan, hukuman dan ancaman untuk mengawasi perilaku peserta didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Dominan guru pada kelas autokrasi ini sangatlah menonjol sehingga jalannya kegiatan belajar mengajar cenderung berpusat pada guru teacher oriented.

Kedua, suasana kelas laissez-faire.
Pada suasana kelas ini guru sedikit bahkan sama sekali tidak memperlihatkan kegiatannya atau kepemimpinannya serta banyak memberikan kebebasan kepada peserta didiknya. Dalam suasana kelas ini kegiatan belajar mengajar lebih didominasi oleh peserta didik student oriented.

Ketiga, suasana kelas yang demokratis. Dalam suasana kelas yang demokratis ini guru memperlakukan peserta didiknya sebagai individu yang dapat bertanggung jawab, berharga, mampu mengambil keputusan, dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
Guru membimbing, mengembangkan, dan membagi tanggung jawab untuk semua warga kelas termasuk guru itu sendiri. Mengutip Jaap Scheerens dalam Ikbal (2013: 92) ciri-ciri iklim kelas dalam komponen-komponen yang dilakukan sekolah efektif yaitu;

1). Hubungan di dalam kelas terjalin dengan baik.

2). Dikodifikasikan dan terpajangnya tata tertib bagi para peserta didik di ruang kelas dan di lingkungan sekolah secara umum yang setiap saat dapat dilihat peserta didik.
3). Pendidik mengajar dengan baik. 4). Semua pengguna kelas merasakan kepuasan terhadap iklim kelas yang ada. Untuk menciptakan iklim kelas yang positif perlu diperhatikan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Novan (2013:190) menyatakan bahwa iklim kelas yang kondusif dapat memberikan sumbangan positif. Sumbangan positif itu yakni:

(1). Peserta didik merasa betah di kelas sehingga angka bolos sekolah dapat diminimalisasi. (2). Peserta didik antusias belajar di kelas. Antusiasme peserta didik tersebut dapat memotivasi mereka dalam belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. (3). Dengan iklim kelas yang kondusif, peserta didik akan mematuhi segala tata tertib kelas secara sukarela tanpa ada paksaan dari pihak lain, khususnya guru.
(4). Iklim kelas yang kondusif dapat menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis antara guru dengan peserta didik dan juga antar peserta didik. Keharmonisan tersebut dapat menjadikan mereka merasa berada di dalam sebuah keluarga dalam satu rumah, bukan di dalam sebuah kelas. (5). Suasana kelas yang kondusif menjadikan guru bersemangat dan energik saat mengajar. Dengan semangat tersebut, guru dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan maksimal.
(6). Suasana kelas yang kondusif ditandai dengan keaktifan peserta didik di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dan hal itu dapat menjadikan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan efektif pula. (7). Iklim kelas yang kondusif memudahkan guru dalam melakukan transformasi pengetahuan dan trasformasi nilai kepada peserta didiknya. (8). Iklim kelas yang kondusif dapat memunculkan kesiapan belajar lebih kuat bagi peserta didik. Iklim kelas yang positif sangat bermanfaat dalam pembelajaran sehingga pembelajaran akan tercapai dengan optimal.

Survey Lingkungan Sekolah

Survei lingkungan belajar ini bertujuan untuk mengindentifikasi masalah dan melakukan perbaikan dilingkungan sekolah, dan wajib diisi oleh seluruh kepala satuan pendidikan dan guru yang terdaftar pada sistem pendataan dapodik. Bahkan survei lingkungan belajar ini bertujuan untuk mengindentifikasi masalah dan melakukan perbaikan dilingkungan sekolah. ANBK (Asesmen Nasional Berbasi Komputer) merupakan program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah dan program kesetaraan mulai jenjang dasar hingga menengah.
ANBK 2021 merupakan pengganti dari sistem UNBK. Implementasi survei lingkungan belajar diharapkan berjalan dengan berkesinambungan untuk menciptakan lingkungan belajar dalam mendukung dua elemen yakni fasilitas dan budaya belajar. Fasilitas maupun budaya belajar di sekolah harus mampu mengakomodasi berbagai perbedaan mendasar laki-laki dan perempuan. Selain itu adanya intervensi untuk menilai komitmen sekolah dalam pencegahan dan juga komitmen untuk menangani berbagai kasus kekerasan ataupun bentuk kekerasan lainnya.
Jika benar survei lingkungan belajar murni untuk mengukur kualitas pembelajaran, iklim keamanan dan iklim kebinekaan sekolah harus siap untuk melakukan perbaikan apabila ditemukan berbagai penyimpangan ataupun kekurangan. Aspek yang dengan pembelajaran baik itu fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan kepala sekolah serta mengukur aspek yang menjadi prakondisi terhadap pembelajaran, iklim keamanan maupun iklim kebinekaan sekolah harus diimplementasikan dengan benar.
Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan informasi harus mampu menguatkan kembali ideologi Pancasila dalam lingkungan sekolah. Karena itu AKM memeberikan implikasi yang signifikan terhadap perbaikan lingkungan belajar di sekolah. Perbaikan iklim kelas menuntut guru untuk terus melakukan refleksi berkelanjutan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalisme pelayanannya terhadap peningkatan mutu pendidikan.
AKM hanya bisa dicapai apabila didukung dengan iklim kelas yang baik serta kondusif. Perbaikan iklim kelas yang menghambat peningkatan produktuvitas belajar siswa harus dilakukan melalui refleksi berkelanjutan oleh guru. Iklim kelas yang kondusif juga memiliki relevansi yang signifikan dalam mendukung lingkungan sekolah tempat belajar peserta didik dengan efektif.

Sekolah efektif adalah sekolah yang AKM nya selalu meningkat dievaluasi berkelanjutan termasuk menciptakan iklim kelas yang baik untuk mendukung lingkungan sekolah menjadi lingkungan belajar representative. Lingkungan belajar yang representative adalah lingkungan sekolah yang terus menerus melakukan evaluasi serta perbaikan untuk mewujudkan mutu pendidikan. Semoga bermanfaat. (*****).

Rujukan:
Allen, Kelly-Ann, Andrea Reupert, and Lindsay Oades. (2021). Building Better Schools with Evidence-based Policy: Adaptable Policy for Teachers and School Leaders. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group.
Hayat, B dan Yusuf, S. (2010). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kemdikbud RI. (2020). AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran-Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan-Kemdikbud.
Kemdikbud RI. (2020). Desain Pengembangan Soal AKM Literasi Membaca Numerasi. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran-Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan-Kemdikbud.
Kemdikbud RI. (2020). Petunjuk Teknis Pendataan Calon Peserta Asesmen Nasional 2021. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran-Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan-Kemdikbud.
Kemdikbud RI. (2020). Buku Saku Asesmen Diagnosis Kognitif Berkala. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran-Badan Penelitian dan Pengembangan dan PerbukuanKemdikbud.
Kemdikbud RI. (2020). Asesmen Nasional Lembar Tanya Jawab. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran-Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan-Kemdikbud.
Sofyan Suari, S, Saepulloh, Sanusi, A. (2021). Guru Profesional Abad-21. Jakarta: Mustika Ilmu.

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *