Bungonews.net ,BUNGO – Sejumlah mantan Rio/Kades membongkar kegagalan pelaksanaan Gerakan Dusun Membangun (GDM) 250juta/Dusun. GDM merupakan program unggulan Hamas-Apri saat Pilkada tahun 2015 dan kembali dijual pada Pilkada 2020.
Mereka mengaku geram mendengar pemaparan Hamas-Apri saat Debat Publik Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati yang digelar KPU, Sabtu (28/12/2020). Hamas-Apri dinilai terlalu mengelu-elukan GDM tapi fakta dilapangan sangat bertolak belakang.
“Sampaikanlah apa adanya, jangan membohongi masyarakat,” tutur Ibrahim mantan Rio Bukit Telago periode 2013-2019, Rabu (2/12/2020).
Kegagalan-kegagalan itu, pertama soal realisasi pembayaran yang tidak lancar sejak tahun pertama Hamas-Apri memimpin.
“Dilantik kan Juni 2016, setelah dilantik gak dibayar. Kemudian tahun 2017 cuma dibayar 150 juta masing-masing Dusun. Tahun 2018 bayar penuh. Tahun 2019 sebagian penuh, ada juga yang baru di bayar di 2020 alasannya Defisit,” ungkap Ibrahim.
Diperparah tahun 2020, Hamas-Apri semakin kewalahan menunaikan janji politiknya. Bahkan Kepala BPKAD Kabupaten Bungo, Supriadi mengaku hingga 12 November 2020, dari total dana GDM Rp.35,250 Miliar baru terealisasi 11,8%, dan masih tersisa 88,16% atau sekitar 31 Miliar yang harus dibayar kepada 141 Dusun.
11,8 % itu direalisasikan untuk kegiatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) GDM Rp.1,1 Miliar, Madrasah Diniyyah Rp.1,7 Miliar serta Non BLT dan Madin Rp.1,250 Miliar.
“Untuk dana GDM saya rasa tidak akan terealisasi 100 persen untuk tahun 2020 ini,” diakui Supriadi.
Penyampaian Hamas di Debat Publik soal kewenangan Dusun juga dibantah oleh Ibrahim. Dimana Hamas menyebut bahwa Pemerintah Dusun diberikan kebebasan dalam penggunaan dana GDM, dari merencanakan, membangun dan mengawasi.
Namun faktanya kata Ibrahim, ada kebijakan-kebijakan yang ditentukan lewat Peraturan Bupati yang dinilai tidak sesuai UU Otonomi Desa.
“Undang-Undang Otonomi Desa itukan memberikan kewenangan penuh kepada Dusun. Dusun bebas menentukan sendiri program pembangunan apa yang akan dilakukan sesuai kebutuhan masyarakat setempat,” kata Ibrahim.
Ibrahim memberikan contoh, seperti realisasi GDM tahun 2018, diharuskan membangun Bank Sampah/TPS (Tempat Pengelolaan Sampah). Sementara tahun 2019 Dusun diminta membeli bibit buah-buahan.
“Masyarakat kami belum butuh tempat sampah itu, tapi ya bagaimana, diharuskan. Karena dipaksakan, akhirnyo Bank Sampah tu dak berfungsi, mubazir bae. Kalau bibit buah-buahan waktu itu 400 batang,” bebernya.
Pembangunan Bank Sampah di Dusun Bukit Telago menelan anggaran sebesar Rp.146.655.000. Dengan rincian, pembelian tanah Rp.47.655.000, pembangunan rumah kompos Rp.50 juta, pengadaan alat/mesin pencacah dan pengayak sampah Rp.13 juta dan pengadaan kendaraan roda 3 pengangkut sampah Rp.36 juta.
“Itu beli sarana dan prasarananya sudah ditentukan tempatnya (toko-red) tuh, dak boleh beli ditempat lain,” diakui Ibrahim.
Tidak hanya itu, anggaran GDM Rp.250 juta sebut Ibrahim, ditumpangi dengan dana lain. Salah satunya Dana Madrasah Diniyyah (Madin).
“Kalau di zaman pak Sudirman dulu, dana Madin itu alokasinyo tersendiri dari APBD jadi dak mengganggu dana PDPM (Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat). Di zaman Hamas-Apri dicomot dari GDM. Tahun 2017 GDM cair cuma Rp.150 juta, dicomot untuk Madin Rp. 15 juta, dan lain-lain. Nah tahun 2020 ini Dusun lebih kasihan, kareno baru beberapo Madin yang dibayar, GDM macet,” katanya.
Sementara mantan Rio Embacang Gedang, Usman membandingkan antara PDPM masa SZ dengan GDM. Dia menilai, PDPM lebih realistis, terorganisir, dan lebih tepat sasaran.
“Zaman SZ realisasi PDPM 100% memang sesuai kebutuhan masyarakat, memang dipercayakan penuh kepada Dusun. Bahkan pelaksanaan pembangunannya dilakukan oleh TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) ada 7 orang. Jadi tidak ditentukan Kabupaten. Jadi membuka lapangan pekerjaan juga di Dusun. Kalau yg dari GDM Bank Sampah dak bermanfaat,” tuturnya.
Demikian juga disampaikan Ibrahim. Meskipun besaran anggarannya 100 juta/Dusun, namun PDPM lebih terarah dan menyentuh.
“Sayo merasakan nian perbedaannya, jauh beda. Sayo pernah Pjs. Rio tahun 2012-2013 masa Pak SZ Bupati, baru terpilih jadi Rio 2013-2019. Kesimpulannyo, untuk apo anggaran besar tapi cuma manis dibibir, realisasinyo dak penuh dan macet-macet dan jugo dak diberi kewenangan penuh,” ujar Ibrahim,” jadi Dusun maju saat ini bukan kareno GDM tapi tepatnyo kareno Dana Desa dari pusat,” papar Ibrahim.
Pernyataan dua mantan Rio diatas juga dibenarkan oleh Subhan, mantan Rio Tanah Tumbuh. Ia menilai GDM terkesan dipaksakan. “Memang terkesan dipaksokan. Terbukti dak mampu bayar,” katanya.
Dia juga mengakui bahwa program PDPM terealisasi dengan baik ketimbang GDM. “PDPM lebih teraso manfaatnyo. Tepat sasaran, karno pembangunan di Dusun memang kehendak masyarakat. Kalo GDM, sudah lah macet-macet, ado diatur jugo. Disuruh beli LPJ, bangun tempat sampah, beli bibit tanaman, padahal bukan itu yang mendesak, warga butuh pembangunan lain,” ucapnya.
Senada juga disampaikan beberapa mantan Rio di Kecamatan Pelepat dan Pelepat Ilir.(Tim)
Komentar