Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah dan Regulasi Diri

Oleh: Nelson Sihaloho

Rasional

Mulai 13 Juli 2020  tahun ajaran baru 2020/2021 mulai berjalan dan peserta didik mulai melaksanakan kegiatan belajar. Kegiatan belajar pelaksanaannya ada yang dilakukan secara daring serta tatap muka dengan mengikuti protocol kesehatan.

Di masa pandemic wabah Covid-19 pelaksanaan kegiatan pendidikan memang perlu diterapkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan resiko seminimal mungkin.
Apabila memang suatu wilayah masih memberikan kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH), harus dipatuhi termasuk kegiatan belajar.  Pemerintah akhirnya memutuskan jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai pada 13 Juli 2020. Kendati demikian kita perlu melakukan diri dalam memantapkan langkah-langkah serta mendukung kebijakan pendidikan ke arah yang lebih baik.

Belajar sebagai suatu proses bersifat multidimensi mencakup aspek personal (kognitif, dan afektif/emosional), perilaku  (behavioral) dan konstektual. Regulasi diri sering diartikan mengacu pada perencanaan yang hati-hati dan monitoring terhadap proses-proses kognitif dan afektif yang tercakup dalam penyelesaian tugas tugas dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu seiring dengan pelaksanaan kegiatan tahun ajaran 2020/2021 perlu dipikirkan langkah-langkah terbaik untuk menekan wabah Covid-19 demi keberlangsungan kegiatan pendidikan.

MPLS  dan Ekstra Kurikuler

MPLS adalah kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) terhadap  peserta didik baru merupakan pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatannya perlu dilakukan bersifat edukatif dan kreatif untuk mewujudkan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan.

Pengenalan lingkungan sekolah adalah kegiatan pertama masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur sekolah. Peserta didik baru yang diterima merupakan peserta didik yang resmi melalui jalur zonasi, afirmasi, prestasi dan perpindahan orang tua. Pengenalan lingkungan sekolah dilakukan untuk mendukung proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Bahwa dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru perlu dilakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan kreatif untuk mewujudkan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan.

Pengenalan lingkungan sekolah sebagaimana dimaksud bertujuan untuk mengenali potensi diri peserta didik yang baru. Membantu peserta didik baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah.

Menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai peserta didik baru;. mengembangkan interaksi positif antara peserta didik baru dan warga sekolah lainnya.
Menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong. Umumnya ruang lingkup materi MPLS secara garis besar berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru.

Selain itu, kegiatan ini dijadikan wahana penguatan penumbuhan budi pekerti. Penguatan penumbuhan budi pekerti yang dimaksud adalah penanaman nilai-nilai mendasar yang meliputi: religius, nasionalis, integritas, kerjakeras/mandiri, serta gotong royong MPLS direncanakan tanggal 13-15 Juli 2020, dengan mengikuti kebijakan pemerintah New Normal.

Untuk satuan pendidikan di zona hijau, kepala satuan pendidikan wajib melakukan pengisian daftar periksa kesiapan sesuai protokol kesehatan Kementerian Kesehatan.
Mengenai Pembinaan Kesiswaan tujuan dari kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 39 Tahun 2008. Diantaranya, mengembangkan potensi siswa itu dengan secara optimal serta terpadu yang melingkupi bakat, minat, serta kreatifitas.

Memantapkan kepribadian siswa untuk dapat mewujudkan ketahanan sekolah ialah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dari pengaruh negatif serta bertentangan itu dengan tujuan pendidikan. Mengaktualisasi potensi siswa di dalam pencapaian potensi unggulan sesuai bakat serta minat.
Menyiapkan peserta didik itu supaya dapat menjadi warga masyarakat yang mempunyai akhlak mulia, yang demokratis, yang menghormati hak-hak asasi manusia (HAM) di dalam rangka mewujudkan sebuah masyarakat mandiri (civil society). Menurut Nasrudin (2010:12), tujuan dari kegiatan atau aktivitasekstrakurikuler diantaranya yakni siswa bisa atau dapat memperkaya serta memperluas pengetahuan di dalam keterampilan mengenai suatu hubungan antara segala macam bidang mata pelajaran dan menyalurkan bakat serta minat. Dan juga memperlengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya yang beriman dan juga bertaqwa kepada Tuhan YME,  sehat rohani berbudi pekerti luhur. Mempunyai pengetahuan serta keterampilan, juga berkepribadian yang mantap serta mandiri, dan juga mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan.

Siswa mampu untuk dapat memanfaatkan pendidikan kepribadian serta juga menghubungkan suatu pengetahuan yang diperolehnya itu di dalam program kurikulum itu dengan kebutuhan serta juga keadaan lingkungan.  Menurut Aqip dan Sujak (2011:68), bahwa terdapat 4 (empat) fungsi kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler diantaranya yaitu:

pertama fungsi pengembangan. Bahwa kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler tersebut memiliki fungsi di dalam mendukung perkembangan personal peserta didik itu dengan melalui Bahwa suatu kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler memiliki fungsi untuk mendukung perluasan minat, pengembangan potensi, serta pemberian kesempatan di dalam pembentukan karakter serta juga pelatihan kepemimpinan.

Ke dua, fungsi sosial, bahwa salah satu kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan serta rasa tanggung jawab memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memperluas pengalaman sosial, praktik keterampilan sosial, serta internalisasi nilai moral dan juga nilai sosial.

Ke tiga, fungsi Rekreatif. Sebuah kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler dilakukan di dalam suasana rilek, menggembirakan, serta menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan peserta didik. Kegiatan atau aktivitas ekstrakulikuler harus bisa atau dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer sekolah lebih menantang serta lebih menarik bagi peserta didik.

Ke empat,  fungsi persiapan karir. Semua kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler memiliki fungsi untuk dapat mengembangkan kesiapan karir peserta didik itu dengan melalui pengembangan kapasitas.
Adapun jenis Ekstrakurikuler berdasarkan pilihan yakni Ekstrakurikuler Wajib dan Ekstrakurikuler Pilihan.
Ekstrakurikuler Wajib ini adalah salah satu program ekstrakurikuler yang sifatnya itu harus atau wajib diikuti oleh seluruh para peserta didik, terkecuali itu untuk peserta didik yang memiliki atau mempunyai kondisi tertentu yang membuatnya tidak mampu untuk bisa mengikuti kegiatan atau aktivitas ekstrakurikuler tersebut.
Ekstrakurikuler Pilihan ini merupakan sebuah program pilihan ekstrakurikuler yang bisa atau dapat diikuti oleh peserta didik sesuai dengan minat bakat serta minatnya masing-masing.

Regulasi Diri

Prestasi akademik sudah sejak lama menjadi kajian yang menarik dalam berbagai penelitian, terutama dalam penelitian bidang psikologi pendidikan. Ini dikarenakan prestasi akademik merupakan salah satu tolok ukur dari keberhasilan seseorang dalam dunia akademik (El-Anzi,2005).

Prestasi akademik berperan terhadap beberapa aspek kehidupan seperti dengan kecemasan, self esteem, dan optimisme (vs pesimisme) (El-Anzi, 2005). Siswa yang berprestasi akademik tinggi juga cenderung memiliki motivasi daya saing yang kuat dibanding dengan siswa yang berprestasi rendah (Lens, Lacante, Vansteenkiste, & Herrera, 2005).  Santrock (2007:74) menyatakan siswa yang memiliki kemampuan self regulated learning menunjukan karakteristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu dan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajuan target belajar, mengevaluasinya, dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam prestasi.  Salah satu tokoh yang ikut berkonstribusi besar dalam perkembangan teori Regulasi diri adalah Barry J. Zimmerman. Zimmerman (1986:32) mengatakan bahwa para pakar teori Regulasi diri memandang belajar sebagai suatu proses yang bersifat multidimensi yang mencakup aspek personal (kognitif, dan afektif/emosional), perilaku  (behavioral) dan konstektual.  Adapun Susanto (2008:21) self-regulation dapat digambarkan sebagai sebuah siklus karena feedback dari tingkah laku sebelumnya digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya saat ini. Penyesuaian seperti itu diperlukan karena menentukan tahap-tahap untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ismail, I.,Busa, Y.,&Tini,T.2018). Selfregulated juga merupakan motivasi secara intrinsik dan strategi untuk melakukan sesuatu. Corno dan Mandinach bahwa self-regulated adalah suatu usaha untuk memperdalam dan memanipulasi jaringan asosiatif dalam suatu bidang khusus (yang tidak perlu membatasi pada isi akademik), dan memonitor serta meningkatkan proses-proses yang mendalam. Self-regulated mengacu pada perencanaan yang hati-hati dan monitoring terhadap proses-proses kognitif dan afektif yang tercakup dalam penyelesaian tugas tugas dalam kehidupan sehari-hari. Bandura mendefinisikan selfregulation sebagai kemampuan untuk mengontrol perilaku mereka sendiri dan juga pekerja keras.

Bandura mengajukan 3 (tiga) langkah selfregulation:
(1) observasi diri (selfobservation), kita melihat diri kita sendiri, perilaku kita, dan menjaganya
(2) keputusan (judgment), membandingkan apa yang dilihat dengan suatu standar
(3) respon diri (self-response), jika kita lebih baik dalam perbandingan dengan standar kita, kita memberi penghargaan jawaban diri pada diri kita sendiri. Zimmerman, (2000:34) dalam Self-Regulation : a Literature View (2009:3) memaparkan Self-Regulation sebagai berikut. Self-Regulation mengacu pada diri yang terintegrasikan pada pikiran, perasaan, dan tindakan yang terencana secara siklus diadaptasi untuk mencapai tujuan pribadi. Zimmerman sendiri menghadirkan perbedaan Self- Regulation Learning (SRL) sebagai penelitian ranah psikologis yang tercermin dalam pergerakan strategi untuk meningkatkan integrasi diri siswa, Meta-Kognitif, Konsep diri (Self- Concept), dan Kontrol Diri (Self_Control).

Berdasarkan pendapat di atas maka Self-Regulation merupakan proses metakognisi yang mengatur prosesperencanaan, pemantauan/monitoring, dan evaluasi diri dalam aktivitas belajar seperti cara berfikir, pemantauan proses belajar, mengulangi pelajaran agar tercapai tujuan belajar, penguasaan pengetahuan dan keterampilan bagi individu serta pengaturan jadwal belajar guna untuk mencapai tujuan dalam belajar.

Self Regulated Learning
Istilah self regulated learning berkembang dari teori kognisi sosial Bandura (1997). Dalam bahasa Indonesia, self regulated learning sering diartikan dengan kemandirian belajar, regulasi diri pembelajaran, dan pengelolaan diri dalam belajar. Pintrich (dalam Boekaerts, (2000:453), self regulated learning didefinisikan sebagai proses konstruktif ketika siswa menetapkan tujuan belajar sekaligus mencoba memantau, mengatur, dan mengendalikan pengamatan motivasi, serta perilakunya yang dibatasi oleh tujuan belajar dan kondisi lingkungan. Zimmerman (dalam Schunk, dkk, 2012:254) mengatakan bahwa self regulation adalah proses dimana siswa mengaktifkan dan mempertahankan kognisi, perilaku, dan pengaruh yang sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan mereka.  Self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mendapat hasil belajar yang optimal (Wolters 1998:4). Menurut Pintrich dan Zusho (dalam Nicol dan Macfarlane-Dick 2006: 202) self regulated learning merupakan proses konstruktif aktif dimana siswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya. Self regulated learning menggarisbawahi pentingnya otonomi dan tanggung jawab pribadi dalam kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa yang memiliki self regulated learning membangun tujuan-tujuan belajar, mencoba memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilakunya untuk mengontrol tujuan-tujuan yang telah dibuat (Valle, 2008).  Pintrinch dalam Arjanggi (2013: 57) menyimpulkan beberapa elemen penting regulasi diri.
Pertama, Belajar berdasar regulasi diri merupakan usaha proaktif dan konstruktif yang mana siswa aktif selama proses belajar.
Ke dua, Suatu prasyarat untuk belajar berdasar regulasi diri adalah potensi untuk pengendalian. Siswa sanggup untuk memonitor proses belajar, yang mana berfungsi secara berbeda-beda pada masing-masing siswa.
Ke tiga, belajar berdasar regulasi diri terdapat tujuan, kriteria, dan standar-standar yang membantu siswa untuk memodifikasi proses belajar yang dibutuhkan.
Ke empat, mediator mempunyai peran penting pada belajar berdasar regulasi diri yaitu mediator menghubungkan antar siswa dan harapan-harapan di luar diri, juga antara aktivitas aktual dan diharapkan.  Menurut Winne dalam Zimmerman (2011:19) self regulated learning mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku.  Menurut Ormord (2008:38-39) self regulated learning memiliki beberapa komponen di dalamnya, yaitu goal setting, planning,  self-motivation, attention control, application of learning strategies, self-monitoring, self-evaluation and self-reflection. MPLS dan regulasi diri memiliki keterkaitan dalam proses kegiatan belajar secara berkelanjutan. Masa Pandemik Covid-19 memerlukan langkah-langkah antisipatif dalam pelaksanaan kebijakan New Normal khususnya kegiatan pembelajaran.

  Apabila kelak terjadi sesuatu yang menyebabkan terganggunya kegiatan pembelajaran akibat penyebaran Covid-19 segenap stakeholders harus melakukan kegiatan pembelajaran model WFH  (daring) dengan tugas tidak teralu membebani peserta didik.

( Penulis: Guru SMPN 11 Kota Jambi).

Rujukan:

1. Arjanggi, Ruseno dan Erni Agustina Setiowati. 2013. Meningkatkan Belajar berdasar Regulasi Diri melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Vol. XVII No.1. Hal 55-63. Unisula.
2. Muhibbin, Syah. 2001. Psykologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdam Karya.
3. Mukhid, Abd. 2008. Strategi Self Regulated Learning Perspektif Teoritik. Jurnal Psikologi. Vol.3. No.2. Hal 222-239
4. Murphy, P.K., & Alexander, P.A. 2000. A Motivated Exploration of Motivation Terminology. Contemporary
5. Santrock, J. W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenada Media Group
6. Sudarwan, Danim. 2003. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
7. Sunawan. 2005. Bebarapa Bentuk Perilaku Underavhievement dari perspektif Self Regulated Learning. Journal ilmu Pendidikan. 12(1), 128-142.

Facebook Comments

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *